#26 - Tujuan Baru

310 71 22
                                    

Aku memiliki waktu kurang dari dua jam untuk mengubah pikiran. Namun, keputusanku sudah bulat. Aku akan pergi dari rumah. Ketika sampai di loket pemesanan tiket di bandara, kupilih penerbangan terdekat yang masih bisa kubeli. Ini adalah kali pertama aku mengurus pembelian tiket. Pertama kali juga aku pergi seorang diri tanpa rencana matang.

Satu-satunya hal yang kupikirkan adalah : aku tidak mau tinggal di sini lagi.

"Sehun, tolonglah." Jaehyun Hyung masih memohon. "Kau tidak bisa pergi meninggalkanku begitu saja."

Telingaku bosan mendengar permintaan yang sama. "Bukankah sejak ibumu masuk rumah sakit, kau juga meninggalkanku?" cibirku tanpa menatap wajahnya. Sekarang, belasan pesawat di luar bangunan terlihat lebih menyenangkan untuk kupandangi. Salah satu pesawat itu akan kutumpangi menyeberangi benua, jadi ini adalah momen penting untuk menikmati langit Incheon sebelum aku berangkat.

"Kondisinya mendesak," elak Jaehyun Hyung seolah rasa sepi yang kurasakan berminggu-minggu tidak ada artinya.

"Sekarang aku juga terdesak, Hyung!" belaku. Amarahku kembali memuncak sehingga terpaksa kualihkan pandanganku pada kedua mata Jaehyun Hyung yang menatapku penuh permohonan. "Aku benar-benar tidak mau berbagi kakak dan ayah dengan anak itu. Hanya kalian yang kumiliki di dunia ini. Aku tidak ingin kebencianku melukai siapa pun, maka ini caraku!"

"Kau tidak kasihan padaku?" Air mata Jaehyun Hyung mulai berjatuhan. "Aku tidak sanggup memikul Star Group sendirian!"

Pengakuan itu seketika membuatku tergelak. "Astaga, Hyung. Aku di sini juga tidak berkontribusi apa-apa pada perusahaan. Kau lupa, ya? Adikmu ini pembuat masalah! Tidak akan ada bedanya aku di sini atau tidak," jelasku. Aku tidak salah, bukan? Selama ini, ayah dan kakakku yang mengurus perusahaan sedangkan aku hanya sibuk menghabiskan jajan dan makanan.

"Setidaknya jika ada kau, aku punya penyemangat. Aku punya alasan untuk bertahan dan berjuang. Aku punya alasan untuk pulang."

Tatatapanku melunak dengan sendirinya. Aku tidak pernah tahu bahwa sepenting itu diriku bagi Jaehyun Hyung. Ketika aku merasa tidak berguna di rumah, kakakku menjadikanku alasan untuk selalu pulang. Jaehyun Hyung bukan tipe orang yang mudah mengutarakan perasaan dan jika sampai dia memohon seperti ini, artinya semua kalimat yang ia ucapkan bersumber dari hati.

"Sehun, kau selalu menjadi alasan untuk aku beristirahat sejenak mengejar dunia. Aku lelah, Hun. Aku lelah mengejar kesuksesan. Aku lelah menebus penyesalan. Setiap kali teringat padamu, aku bisa teringat bahwa aku adalah kakak dan ada seorang adik yang juga harus kuperhatikan," terang Jaehyun Hyung. Sepertinya ia benar-benar membutuhkanku. Air mata yang terus mengalir ke dagunya menjadi bukti bahwa ia serius memintaku agar tidak pergi.

"Aku tetap harus pergi, Hyung," kataku sambil mengusap wajah kakakku. "Kau lihat, kan? Appa tidak berusaha lebih untuk menahanku tetap di sini. Appa memilih wanita itu dan calon anak ketiganya. Jadi, kau akan punya alasan baru untuk pulang nanti. Jangan menungguku."

"Ling Shixun ...." Jaehyun Hyung makin menangis.

"Berapa ribu kali pun kau menyebut namaku itu, aku tidak akan tersihir kali ini." Aku mengulurkan ponsel pada Jaehyun Hyung. "Aku tidak mau terbayang apa-apa lagi. Sudah cukup sakitku karena Appa lebih memilih mereka."

"Ya, kau tetap harus membawa ponsel!"

Aku menggeleng pelan. "Aku akan membeli ponsel baru di sana. Tenang saja. Nomormu sudah kuhafal di luar kepala dan aku akan mencari cara untuk segera menghubungimu jika sudah sampai," kataku.

"Kau benar-benar akan pergi meninggalkan Appa?" Jaehyun Hyung masih tidak percaya pada keputusan dadakan ini. Tentu. Jangankan dia, sebab aku pun tidak percaya pada diriku sendiri. "Appa sudah sangat stres, Hun. Jika kau pergi, beban kesedihannya akan bertambah. Kau tidak mau Appa jatuh sakit, kan?"

On Me [OSH] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang