#33 - Dongeng

273 60 10
                                        

Tubuhku terhentak ketika sebuah kereta melaju kencang ke arah dua pria yang terjebak di tengah rel. Ruangan seketika menjadi gelap. Butuh beberapa menit sampai aku bisa melihat cahaya dari luar. Seluruh bulu kudukku merinding. Aku menggigil. Sambil beringsut mundur, aku mengamati sekitar. Masih dengan napas tak beraturan.

"Astaga," desahku panjang. Ternyata hanya mimpi. Aku mengusap wajah saat mimpi buruk itu terasa seperti kejadian nyata yang akan melayangkan nyawaku meski bukan aku yang tertabrak kereta.

Kuambil nakas di ponsel. 02.17. Langit masih gelap dan hanya lampu-lampu di luar kamar yang menjadi pusat penerangan. Aku tidak tahu mengapa dibangunkan dini hari oleh mimpi buruk. Padahal, aku sudah berdoa. Appa pernah bilang kalau berdoa sebelum tidur akan menjagaku dari mimpi menyeramkan. Namun, apa yang baru saja aku dapat? Apakah Appa hanya membual agar aku menjadi manusia taat?

Tiba-tiba, aku teringat saat Jaehyun Hyung pernah bermimpi buruk ketika kami bermalam di tenda. Saat itu Appa bilang kalau kondisi tubuh yang lelah bisa memicu kehadiran mimpi tidak menyenangkan itu. Benar. Mimpi buruk ini pasti kudapat karena terlalu lelah usai berjalan-jalan keliling London kemarin.

Dua sahabatku masih di sini. Mereka seolah melupakan tanggung jawab mengurus pekerjaan dan hanya bersenang-senang menghabiskan waktu seharian di pusat kota. Sebenarnya, aku tidak ingin ikut karena takut teringat pada perjalananku berlibur di kota ini bersama Appa dan Jaehyun Hyung. Namun, entah bagaimana, akhirnya aku pasrah dan hanya mengekori mereka tanpa mendebat lagi.

Setelah kami sarapan, tujuan pertama adalah Tower Bridge. Seperti biasa, Mingyu tidak pernah absen membawa DSLR yang digantung ke lehernya. Ia mengabadikan banyak sudut dalam bidikan lensa, termasuk memotret Jongin yang selalu menyatu dengan latar belakang apa pun yang memperindah jiwa modelnya.

Bagaimana denganku? Apa yang kulakukan?

Aku hanya mengamati mereka. Sejak dulu seperti itu. Aku tidak pernah benar-benar menikmati perjalananku. Aku bukan tidak tertarik untuk mengunjungi suatu tempat, tetapi aku tidak bisa merasakan adanya ketertarikan antara diriku dengan suatu objek tertentu. Tidak ada tempat yang membuat jantungku berdebar-debar sampai hanya objek itu yang kupandangi dalam waktu lama.

Tower Bridge pun begitu. Aku hanya berdiri mengamati keseruan Mingyu dan Jongin yang seperti sepasang fotografer dan model andalan. Mereka selalu antusias mengunjungi tempat-tempat ikonik dan bersejarah. Sementara aku, hanya diam mengamati sekeliling tanpa berusaha mencari tahu ada sejarah apa atau sekadar merasakan nuansa magis yang kerap dirasakan orang-orang ketika berkunjung.

"Sehun?" Suara serak menyentak lamunan. Mingyu menyipitkan mata lalu menghela napas pelan. "Kau mimpi buruk?" tanyanya setelah menyadari ini masih terlalu dini untuk bangun tidur.

Aku tidak menjawab apa-apa dan hanya mengamati Mingyu yang tidur di tengah. Jongin tidur di dekat dinding.

"Ayo, tidur lagi." Mingyu menarik selimut sampai menutup keseluruhan kakiku. Tangannya melingkar di perutku, tanda dia akan menunggu sampai aku benar-benar terlelap. "Oh, sebentar. Aku ke toilet." Ia beranjak dan langsung melompat turun dari kasur. Langkahnya berlarian pelan menuruni anak tangga.

Kuperhatikan Jongin yang masih tidur pulas. Dia sangat menikmati perjalanan sampai akhirnya kelelahan. Kurapikan selimut Jongin karena tubuhnya sedikit menggigil. Sepertinya, suhu ruangan terlalu dingin. Aku mengambil remote AC dan menaikkan suhunya agar lebih hangat. Atensiku kemudian tertuju pada kamera milik Mingyu yang diletakkan di nakas. Tanganku meraih benda hitam itu dan menghidupkannya.

Ada banyak foto yang Mingyu tangkap di perjalanan kemarin. Setelah puas berjalan kaki di atas Tower Bridge, kami berpindah ke kastil bersejarah di sebelah utara Sungai Thames. Bendera Inggris berkibar di atas bangunan London Tower. Tidak seperti kebanyakan menara yang menjulang tinggi, menara di Inggris didominasi bangunan-bangunan setinggi sekitar tiga puluh meter, atau empat sampai lima lantai saja. Semuanya berwarna seragam, cokelat dan putih yang membuat bangunan itu terlihat lebih artistik.

On Me [OSH] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang