Seseorang menjebak Ling Sehun dengan kasus kepemilikan ganja. Atas kesalahan itu, Sehun mendapat hukuman dari ayahnya untuk melakukan pekerjaan sosial dan menyelesaikan seratus misi kebaikan dalam satu tahun. Si bungsu manja yang tidak bisa apa-apa...
"Beberapa anak konglomerat dan pejabat juga diberi pilihan hukuman yang sama seperti kita."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Gelak tawa terdengar riuh dari aula utama Rumah Sosial Starla. Aku baru kembali dari membuang sampah usai membantu pekerjaan dapur. Tidak banyak yang kulakukan di sana. Hanya memisahkan perlatan makan dan sampah, lalu mengumpulkan sampah-sampah itu untuk dibuang di tong besar di belakang bangunan. Kupikir, aku akan berpikir ribuan kali sebelum melakukannya. Namun, saat melihat Jaehyun Hyung melingkis lengan kemeja untuk memakai sarung tangan dan mencuci piring, keinginanku untuk membantu muncul begitu saja.
Sekarang aku melihat kakakku sedang duduk di tengah ruangan. Di tangannya bukan lagi sarung tangan karet merah muda, melainkan sarung tangan boneka yang sedang ia peragakan sambil membaca sebuah buku dongeng. Senyumnya begitu lebar hingga lesung pipinya terlihat manis. Sorot matanya teduh dan berbinar di saat bersamaan. Aku tidak pernah melihat Jaehyun Hyung berbicara seantusias itu karena saat di rumah ia akan lebih banyak diam.
"Tidak masuk?" Eunwoo Hyung datang mendekat. Berdiri di sisiku seraya mengulurkan sekaleng soda padaku.
"Terima kasih," sambutku, menerima minuman dingin itu dan membuka penutup kalengnya. "Aku di sini saja."
Lelaki berdagu runcing dengan mata kecil itu mengangguk singkat lalu meneguk minumannya. "Lelah tidak?" tanyanya kemudian.
"Tidak juga. Tiga kantong sampah belum menguras tenagaku," ujarku diselingi tawa pelan yang entah mengapa bisa keluar. Sebenarnya, aku heran. Berada di tempat ini seolah memberiku banyak energi untuk beraktivitas. Aku yang biasanya pemalas tiba-tiba menjadi begitu antusias mengerjakan beberapa hal yang tidak pernah kulakukan di rumahku sendiri. "Kau membutuhkan bantuan?"
"Menata buku di perpustakaan," jawab Eunwoo Hyung. Ia menuding dua kardus berukuruan cukup besar di dekat pintu aula. "Ada kiriman buku baru. Jika kau tidak keberatan, bisakah membantuku?"
"Tentu." Aku mengangguk lalu menandaskan isi kaleng. Kubuang kaleng kosong itu ke keranjang sampah terdekat, kemudian mengangkat sebuah kardus yang cukup berat sampai aku sedikit meringis. "Di mana perpustakaannya?"
"Di sayap kanan." Eunwoo Hyung mengambil kardus yang satunya dengan enteng seolah beban berat ini bukan apa-apa. Tubuhnya terbilang ramping, tetapi ternyata menyimpan kekuatan yang besar. Mungkin niat berbuat baik memang membuat seseorang berubah menjadi kuat. "Ayo," ajaknya.
Aku sedikit kesusahan memperhatikan jalan sebab tinggi kardus sampai menutupi hidungku. Langkahku mengekori Eunwoo Hyung dengan hati-hati. Menyusuri lorong panjang menuju bagian barat bangunan. "Omong-omong, Hyung ...." Aku bernapas sejenak untuk membagi tenaga antara beban di tangan dan ucapan. "Kenapa kau mau menjadi relawan di sini?"
"Aku dihukum," jawabnya.
"Apa?" tanyaku meminta jawaban ulang.
"Sebenarnya, orangtuaku menyuruhku kuliah di Inggris. Tapi karena aku tidak mau, mereka menghukumku untuk melakukan kegiatan ini," jelas Eunwoo Hyung.