#7 - Warisan

261 65 12
                                    

Tolong dibantu ramein komen juga ya, jangan dianggurin kayak angin. Aku sudah berusaha menulis yang baik, yang banyak biar puas, berusaha rajin update juga, tapi kalau misal diabaikan jujur rasanya sedih. Huhu. Rasa-rasanya seperti percuma. Aku hanya ingin dihargai dengan cara sederhana aja kok. Vote dan comment sudah cukup ^^
Terima kasih. Semoga kali ini teman² pembaca bisa membantu dan menghiburku.

🍎

"Menyerah? Apa itu menyerah?"
[Ling Sehun]

"Selain warisan kekayaan, Appa ingin meninggalkan hati yang budiman untuk kalian."
[Peter Ling]

Aku berlarian ke halaman depan saat mendengar Jaehyun Hyung berpamitan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku berlarian ke halaman depan saat mendengar Jaehyun Hyung berpamitan. Kakakku berjalan menuju mobil hitam milik perusahaan yang selalu ia pakai saat bepergian. "Hyung," panggilku dengan napas berantakan. Aku menatapnya serius. "Kau serius mau meninggalkanku di sini?"

Jaehyun Hyung mengangguk seraya membuka pintu mobil. Kepalanya menoleh padaku. "Setelah ini jadwal makan siang. Kau hanya perlu membantu di kantin, lalu menemani anak-anak tidur siang," katanya. Kemudian, ia duduk di kursi kemudi dengan tenang. "Kalau nanti sore, ada olahraga di taman belakang. Kau bisa—"

"Tidak." Aku menggeleng. "Aku ingin pulang."

"Kau sudah berjanji untuk menjalani hukuman ini."

Jawaban itu membuat kedua mataku terasa panas. Aku menatap kakakku lagi, kini dengan pandangan sedikit buram. "Aku takut," lirih. Kepalaku menunduk tidak berani menatap kerutan di dahi Jaehyun Hyung.

"Apa yang kau takutkan, huh?"

Aku menghela napas pelan. Bersandar di mobil menatap bangunan lantai berdinding bata merah yang mengingatkanku pada rumah-rumah di Belanda. Taman yang luas memberi kesejukan di tengah terik matahari. Jaehyun Hyung menggeser duduknya ke samping dengan kedua kaki terjulur keluar. "Aku tidak pernah melakukan pekerjaan ini. Kau tahu? Aku takut berbuat salah," kataku.

"Dulu aku juga begitu." Jaehyun Hyung mengulum senyum. Ikut memandangi bangunan di hadapan kami. "Aku takut tidak bisa melakukan apa-apa dan hanya merepotkan mereka."

"Tapi kau bisa."

"Artinya kau juga bisa."

Lagi-lagi aku terdiam. Aku tidak tahu kenapa omongan Jaehyun Hyung pandai membuat lawan bicaranya kehabisan kata-kata. Sepertinya itu efek dia terlalu banyak membaca buku, atau bisa saja karena dia menuruni bakat kebijaksanaan dari ayah yang tidak kumiliki. Dia ahli membuat orang tunduk hanya dengan mengatakan beberapa kata saja.

"Jika aku bisa, kau pasti juga bisa." Jaehyun Hyung menepuk bahuku. "Kita terlahir dari darah yang sama, artinya kita bisa melakukan hal yang sama. Kau hanya belum mencobanya, Sehun."

"Ini berat, Hyung!" erangku. Kurasakan seluruh otot di bahuku kaku. Bau keringat dari badanku sendiri membuatku mual. Aroma pesing dari seprai-seprai yang kuganti tadi juga sudah melekat di kaosku. "Aku ingin pulang dan bilang pada Appa untuk menukar hukuman."

On Me [OSH] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang