#20 - Rindu

333 56 4
                                    

Tubuhku membaik keesokan harinya. Aku terbangun dengan tenggorokan lega. Meski masih sedikit lemas, tetapi aku sanggup berjalan keluar kamar menyusuri lorong menuju ruang tengah. Sayangnya, ayah dan kakakku tidak ada di ruangan itu. Aku hanya menjumpai beberapa pelayan yang sontak membungkukkan badan.

"Appa dan Jaehyun Hyung ke kantor?" tanyaku.

"Tuan Muda Jaehyun di ruang baca," jawab salah seorang pelayan.

Aku lantas menoleh ke sudut ruangan. Pintu cokelat tua terlihat dingin. Ini hari kerja. Sedikit aneh jika Jaehyun Hyung tidak ke kantor. Terlebih yang kutahu ada rapat sehingga Appa berpamitan padaku setelah sarapan. Tidak biasanya Jaehyun Hyung berada di ruang baca di jam-jam seperti ini.

Tanpa aba-aba, kakiku melangkah ke ruang baca. Langkahku perlahan berhenti tepat di depan pintu ketika mendengar dentingan piano dari dalam ruangan. Aku tidak tahu banyak tentang musik, tetapi aku mengetahui lagu ini. Mom dari Infinite. Aku pernah mendengar lagu ini di kelas musik.

Saat itu, tubuhku seketika membeku. Sama seperti saat ini. Suara Jaehyun Hyung mulai terdengar dan aku ingin menangis sekarang. Ada kesedihan yang terperangkap di ruangan itu. Jaehyun Hyung memang pandai bermain musik, tetapi aku tidak pernah tahu bahwa dia juga bisa menyanyikan lagu ini.

Dari sekian juta lagu yang bisa ia pilih, Jaehyun Hyung memilih lagu tentang ibu seolah sudah tidak tahan lagi untuk menyatakan kerinduan. Benarkah? Benarkah kakakku merindukan ibunya? Ibu kami? Ibu yang telah menelantarkan kami? Astaga. Mendadak aku sangat kesal teringat bagaimana sosok ibu yang kami miliki. Namun, mendengar suara Jaehyun Hyung berhenti di tengah lagu menghilangkan rasa kesalku.

Jaehyun Hyung berhak merindukan Choi Jiwoo.

Beberapa menit hening, aku memutuskan masuk ke ruag baca. Aku ingin tahu bagaimana kondisi kakakku. Tepat seperti dugaanku, dia terkejut. Jaehyun Hyung buru-buru menutup sebuah buku. Sempat terlihat ada selembar foto di buku itu. Foto seorang wanita cantik yang dulu kukagumi.

"Kau sudah bangun?" sambut Jaehyun Hyung dengan wajah sedikit pucat seperti maling terpergok polisi.

Aku mengangguk dan melangkah ke kursi kecil di dekat piano. "Hyung," panggilku dengan tatapan lurus menatap Jaehyun Hyung.

"Hmm?"

"Kau merindukan Umma?"

Senyum manis yang sempat kulihat di bibir tipis Jaehyun Hyung menghilang dalam hitungan sepersekian detik. Tatapannya sendu dan ini adalah kali pertama aku melihatnya tidak bersemangat.

"Aku tidak akan bilang pada Appa," kataku sambil memalingkan badan ke arah piano dan memainkan tutsnya secara acak. "Kau berhak merindukan Umma, Hyung."

Alis lebat Jaehyun Hyung sedikit terangkat, tetapi bibirnya tetap terkatup rapat.

"Maksudku, kau punya kenangan bersama Umma. Aku tidak tahu kenangan seperti apa yang dulu kalian punya, tapi kuyakin kau merindukannya. Jika tidak, kau tidak akan menyanyikan lagu ini," jelasku.

"Aku hanya memilih lagu secara asal," elak Jaehyun Hyung.

"Hyung, kau itu tidak pandai berbohong!" omelku. Kuambil buku kecil di atas piano dan membukanya lebar tepat di halaman yang ditempeli foto Choi Jiwoo. "Lihat? Kau menyimpan foto ini. Aku tahu siapa kau, Hyung. Kau itu tidak melakukan sesuatu sembarangan. Selalu ada alasan di balik setiap tindakanmu."

Jaehyun Hyung merebut bukunya dengan wajah masam. Tidak ada tanda-tanda dia akan bersuara yang menjadi tanda seberapa buruk suasana hatinya saat ini. Tatapannya kembali kosong selama beberapa detik sampai akhirnya ia menghela napas pelan dan menoleh ke arahku. "Kau benar," ujarnya.

On Me [OSH] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang