#29 - Sosok Orang Tua

323 65 26
                                    

Biasanya, beraktivitas seharian sampai lelah akan membuatku cepat terlelap. Namun, sampai jam dinding menunjuk angka setengah dua dini hari, aku tak kunjung memejamkan mata. Seharian ini aku sibuk mengurus rumah baru. Sebagian besar memang dibantu para pekerja Sky Park, tetapi aku benar-benar mencurahkan tenaga dan waktu untuk membuat hunian ini terasa lebih nyaman.

Paman David membeli barang-barang mewah berkualitas yang sebenarnya tidak terlalu kubutuhkan. Para pekerjanya memasukkan semua benda itu ke dalam apartemen dan aku mengeluarkannya satu per satu ke lobi sampai lelah sendiri Kuharap Paman David akan paham bahwa keponakannya ini tidak mau dipuja oleh materi. Sebab, bukan itu yang kubutuhkan.

Aku tahu penyebab mengapa sampai hampir pukul dua tubuhku tak kunjung rehat. Satu-satunya jawaban adalah fakta yang diungkap Paman David, bahwa Appa tidak bersalah. Kehamilan Choi Jiwoo bukan sesuatu yang Appa inginkan. Ada dua alasan mengapa aku gelisah sepanjang malam. Selain karena aku tidak terima dengan fakta itu, aku kembali merasa diasingkan karena dinggap tidak penting untuk tahu.

Sebelum amarahku kembali meledak, aku bangkit dari kasur. Kusambar jaket, ponsel, dan segera kukenakan sepatu lari. Sepertinya sedikit jogging akan membuat tubuhku makin lelah sampai akhirnya tumbang sendiri. Aku tidak ingin memikirkan Appa, maka aku butuh pelarian.

Ini memang aneh. Hanya orang gila yang akan jogging pukul dua dini hari dan orang itu adalah aku. Beruntungnya, aku tinggal di tengah kota yang tidak pernah sepi. Paman David mulai setuju membiarkanku tinggal di apartemen berukuran kecil –untuk ukurannnya— setelah sadar ada Kantor Kepolisian Metropolitan London di dekat sini. Mungkin Paman David berpikir bahwa keamananku akan lebih terjaga. Apalagi aku adalah orang asing.

Aku cukup sering pergi ke London untuk berlibur atau sekadar ikut Appa saat ada perjalanan bisnis, jadi kota ini tidak membuatku takut meski berjalan seorang diri di pagi buta. Segerombolan anak muda asyik berbincang di trotoar tepi jalan. Mobil dan sepeda motor juga masih cukup banyak berseliweran. Tidak ada gerak-gerik mencurigakan yang membuatku jadi merasa tenang. Kupercepat langkah menyeberang jalan ke tepian Sungai Thames.

Apartemenku berhadapan langsung dengan sungai yang terkenal ini. Paman David bilang, bangun di pagi hari menyaksikan pemandangan yang indah akan memberiku suasana hati bagus. Bagiku, pagi ataupun malam, London tetap mempesona. Kurasakan senyumku perlahan melebar ketika menyaksikan London Eye berkelap-kelip penuh warna. Bangunan sekitar didominasi pencahayaan kuning sehingga tempat ini terasa seperti di film-film.

Aku terus melangkah sampai akhirnya kakiku berhenti sendiri. Pandanganku tertuju pada seorang pria yang duduk tenang di salah satu bangku menyaksikan bianglala raksasa di seberang sana. Ketika ia menoleh padaku, bisa kutebak dia sudah di situ seolah sengaja menungguku.

"Kau mau susu hangat tidak?" Jeha Hyung mengangkat cangkir kertas. "Jangan percaya diri dulu. Ini buy one get one free."

Seketika aku mendengkus. Alasan tidak masuk akal.

"Ini rasa cokelat," kata Jeha Hyung lagi.

"Kau benar-benar!" decakku lalu terpaksa menghampirinya dan menerima susu hangat itu. "Kau sengaja, kan?"

"Kubilang buy one get one!" elaknya.

"Bullshit!"

"Ling Sehun," tegur Jeha Hyung dengan tatapan sedikit tajam.

"Apa? Mau mengadukanku pada Appa? Lakukan saja. Aku tidak peduli," kataku enteng. Kusesap pelan-pelan susu cokelat yang terasa menari-nari di lidah. Aku jadi teringat ketika Appa selalu membuatkan susu untukku sebelum tidur. "Jangan membujukku. Aku tidak akan pulang."

Jeha Hyung menggeleng. "Itu bukan tugasku," katanya. Ia ikut menatap London Eye di hadapan kami. "Tugasku hanya memastikan kau aman dan tidak sakit. Jadi, pulang atau tidak, itu bukan urusanku."

On Me [OSH] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang