#22 - Takut

323 60 5
                                    

Hampir pukul sebelas malam, tetapi ayah dan kakakku tidak kunjung pulang. Layar televisi masih menyala tanpa benar-benar kuperhatikan. Rumah sangat sepi tanpa ada aktivitas apa-apa. Para pelayan sudah masuk ke kamar masing-masing karena mereka harus bangun pagi untuk menyiapkan keperluan sarapan besok. Hanya terlihat pengawal sift malam yang kerap mondar-mandir di depan rumah.

Sekali lagi aku mengecek ponsel. Berharap ada kabar dari Appa atau Jaehyun Hyung. Namun, hasilnya nihil. Tidak ada satu pun pesan atau telepon yang kudapat dari mereka. Pak Jang sempat memberi tahu bahwa Choi Jiwoo masuk ICU sehingga Appa dan Jaehyung Hyung masih di sana.

Astaga. Apa-apaan itu? Apakah Choi Jiwoo tidak punya keluarga? Kenapa harus keluargaku yang menjaganya? Dasar wanita tidak tahu diri!

Di antara suara pembawa acara ragam di televisi, samar-samar terdengar salam hormat dari mulut para pengawal. Mereka pulang. Aku tidak mengubah posisiku yang masih rebahan di sofa ruang tengah. Tak berapa lama, kudengar suara lift berdenting dan pintu besinya terbuka.

"Sehun?" Jaehyun Hyung menyadari keberadaanku dan ia mendekat ke sofa. "Kau belum tidur?"

"Kau pikir aku bayi harus tidur jam segini?" sahutku ketus.

Jaehyun Hyung menghela napas pelan. Ia sedikit melirik Appa sebelum duduk di tepi sofa. "Maaf. Kami seharusnya mengabarimu," katanya dengan tangan terjulur hendak mengusap kepalaku, tetapi aku dengan cepat menepisnya.

"Sekalian saja menginap di sana!" bentakku begitu saja. Aku duduk untuk memperhatikan Appa yang sedang mendengarkan sesuatu dari Bibi Jang di dapur. Sepertinya mendengar laporan tentang makan malamku atau apa itu yang menunjukkan bahwa Appa tidak mendengar laporan apa-apa tentangku seharian ini. "Pergilah. Aku malas melihatmu." Aku sedikit menendang pantat Jaehyun Hyung agar menjauh dari kursi.

Appa tiba-tiba sudah berdiri di dekat sofa. "Jaehyun-ah, kau mandi dan istirahatlah. Biar Appa yang menemani Sehun," titahnya.

"Baik." Jaehyun mengangguk.

"Sini, cium Appa dulu." Appa memeluk Jaehyun Hyung dan mengecup wajah kakakku penuh kasih. Kemudian, atensinya tertuju padaku. "Mau Appa cium juga?"

"Tidak!" jawabku.

"Sungguh?"

"Appa menyebalkan!" Aku sengaja melempar bantal sofa ke arah ayahku. "Apakah Choi Jiwoo lebih penting dariku? Appa bahkan tidak bertanya padaku apa aku sudah makan malam atau belum."

"Appa minta maaf, Sayang." Appa duduk tepat di samping kiri. Tangannya mengungkung pinggangku yang kembali merebah karena terlalu malas untuk duduk. "Appa masakkan sekarang, ya? Sehun mau makan apa, hmm?"

"Tidak usah!" Suasana hatiku benar-benar buruk sampai akhirnya aku memutuskan beranjak dari sofa. "Aku tidak lapar dan sebaiknya Appa tidur saja sekarang. Besok pagi ke rumah sakit lagi. Tidak usah peduli padaku lagi! Pedulikan saja mantan istri Appa itu!" Aku berlari ke kamar dengan air mata yang entah mengapa bisa berjatuhan.

Sungguh. Aku tidak bisa mengenyahkan pikiran bahwa perasaan Appa untuk Choi Jiwoo masih sangat besar. Bisa saja mereka akan rujuk, bukan? Asumsi itu membuatku marah! Aku tidak mau! Dulu, aku memang ingin punya ibu. Namun, jika ibuku adalah Choi Jiwoo yang sudah menyakiti kami bertiga, dengan senang hati aku menolak.

Aku tidak mau memiliki ibu seperti Choi Jiwoo! Aku tidak butuh ibu!

***

Perut lapar membuatku tidak bisa tidur nyenyak. Aku sudah membaca doa puluhan kali, pun menghitung kuda dan domba. Namun, aku sering terbangun dan berpindah-pindah posisi tidur. Appa sempat masuk ke kamar setelah mandi tadi. Tidak ada kalimat apa-apa yang terucap dari bibirnya. Appa hanya diam sambil mengusap kepalaku dan menciumnya berkali-kali, lalu keluar setelah mengucap mimpi indah untukku.

On Me [OSH] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang