#17 - Makan Siang

298 55 13
                                    

"Apa kau ingin berhenti menjalani hukuman dari Appa?"

Sepulang dari Pulau Muuido, aku langsung masuk ke kamar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepulang dari Pulau Muuido, aku langsung masuk ke kamar. Kuperhatikan sebagian besar dinding di sebelah utara dipenuhi foto-foto dan poster Choi Jiwoo. Appa tidak pernah melarangku ketika kubilang ingin memasang foto aktris kesukaanku. Sekarang aku bertanya-tanya bagaimana perasaan Appa setiap kali masuk ke ruangan ini.

Rasa kagumku pada sosok Choi Jiwoo perlahan padam semenjak mengetahui bagaimana dirinya sebagai ibuku. Wanita yang kuuidolakan, ternyata adalah sosok ibu yang tidak menginginkan keberadaanku dan Jaehyun Hyung. Ia mengandung kami dan rela melahirkan kami, semata-mata karena uang dan promosi yang Appa berikan untuk karirnya.

Dulu, banyak teman mengolok-olok kesetiaanku sebagai fans Choi Jiwoo. Aku menonton semua drama dan filmnya, bahkan membeli barang-barang ia iklankan meski tidak kubutuhkan. Selain itu, aku juga akan memarahi teman-temanku yang memandangnya sebagai wanita seksi, atau ketika mereka menghina wanita itu saat terjadi skandal.

Teman-temanku sering mengejak keputusanku mengidolakan wanita berumur alih-alih member girl groub yang seusia denganku. Aku juga tidak tahu mengapa dulu sangat suka pada Choi Jiwoo. Namun, ketika akhirnya aku tahu bahwa dia adalah kandungku, aku mendapat jawabannya. Alam bawah sadarku tahu bahwa dia adalah ibuku, sehingga seluruh tubuh dan pikiranku dengan sendirinya mengenali wanita itu sebelum aku menyadari siapa dia sesungguhnya.

Maka dari itu, aku ingin melepas semua benda yang berhubungan dengan Choi Jiwoo. Aku mual melihat senyum lebarnya di figura besar tepat di tengah dinding. Fakta bahwa mengandungku demi popularitas, entah mengapa membuatku sangat marah. Langkahku tiba-tiba berlarian mendekat ke figura itu. Menarik-nariknya ke bawah, tetapi tak kunjung terlepas.

"Sehun?" Appa mengetuk pintu dan sosoknya kini berdiri di belakangku. "Apa yang kau lakukan, Nak?" tanyanya.

"Melepas foto ini," jawabku sembari menarik lagi figura besar itu. Namun, aku tidak memperhatikan paku kecil di bagian bawah figura. Jemariku tidak sengaja menyentuhnya dan seketika kurasakan perih. "Akhh!"

Appa seketika mendekat. Matanya mendelik kala menatap telunjukku. Tanpa mengatakan apa-apa, Appa menyesap darah di kulitku lalu meludahkannya ke tisu yang ia ambil dari meja terdekat. "Pak Jang!" teriaknya.

Dalam hitungan detik, pria berjas hitam rapi masuk ke kamar dan menghadap Appa. "Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanyanya sopan.

"Sehunnie ingin melepas foto Jiwoo. Tolong dibantu." Appa kembali menyesap jemariku yang masih mengucurkan darah.

"Semuanya," kataku pada Paman Jang.

"Ya?" Paman beruban itu sedikit mendelik. Namun, saat mendapat anggukan kepala dari Appa, ia segera membungkuk. "Kami akan membereskannya, Tuan. Perlu saya panggilkan dokter untuk Tuan Muda?"

"Tidak perlu." Appa menggeleng lalu memperhatikan jemariku yang memerah. "Aku masih bisa mengurus ini."

Langkahku digiring keluar kamar. Sebelum melangkahi pintu, aku menoleh ke balakang untuk berpamitan pada figura besar yang sudah kupasang di sana sejak beberapa tahun lalu. Kuharap ini keputusan yang tepat. Aku tidak ingin menyumpah serapah pada ibuku setiap kali melihat wajahnya. Jadi, ini adalah salah satu langkah agar aku terbiasa untuk tidak menganggapnya sebagai siapa-siapa.

On Me [OSH] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang