Zenith menjatuhkan dirinya setelah Samuel pergi, gadis itu meremat dadanya. ada perasaan aneh yang bergejolak. Rasa puas, sedih, senang dan kecewa.
Tentu saja Zenith kecewa, Samuel tetap egois sampai akhir.
Lily juga tak kalah terkejutnya, dia takut dan puas. Takut dihukum sangat tuan dan puas. Puas karena pada akhirnya dia bisa menemani sang nona di titik akhir kesabaran nya.
"Nona aku mendengar kau mengatakan sesuatu yang aneh tadi."
Itu lebih seperti pernyataan daripada pertanyaan, Zenith juga sadar. Tapi hatinya masih bimbang. Keluarga nya saja tidak percaya pada kisah Zenith, akankah lily percaya?
"Ah, baiklah jika anda tidak mau cerita." Lily mengulas senyum lebar.
Zenith berdiri setelah merapihkan rambut panjangnya ke sisi pundak, memperlihatkan leher jenjangnya. Matanya dingin dan hampa.
"Apa kau bisa aku percaya?" Tanya Zenith ragu
Senyum Lily yang tadi hampir pudar kembali sepenuhnya. Gadis itu menghampiri Zenith dengan ekspresi girang bukan main.
"Aku akan percaya nona, seperti nona percaya dan bercerita padaku. "
Zenith menghenbuskan nafas beratnya, henbusan yang meringankan hatinya. Hembusan yang mengeluarkan segala kegelisahan nya.
Lalu dia mulai bercerita.
***
"Sulit dipercaya kan? " Pertanyaan yang dilontarkan Zenith menutup kisah panjangnya.
Lily shock, masih menganga, Zenith dengan baik hati mengatup kan mulut gadis itu dengan jarinya. Lily dengan segera kembali mengalihkan atensinya pada Zenith.
"Itu sulit dipercaya." Seru Lily
Wajah Zenith mendadak muram.
"Tapi karena nona yang cerita, tentu saja aku percaya! " Lanjut Lily dengan wajah yang berbinar sehangat cahaya mentari.
Binar hangat Lily menular sampai ke hati Zenith. Pelayan itu menggenggam jemari si gadis.
"Pasti berat kan nona?"
Zenith tidak tahu harus menanggapi bagaimana, selama kehidupannya dia tidak pernah dihibur siapapun.
Lily juga mengerti, makanya gadis itu tidak tersinggung ketika Zenith hanya menanggapinya dengan anggukan yang terkesan kaku.
"Makanya kenapa kita baru bertemu? Jika di kehidupan sebelumnya nona bertemu denganku aku pasti tidak akan melupakan nona. " Celoteh lily
Zenith terkekeh kecil. "Bahkan keluarga ku saja melupakan diriku. "
"Itu karena mereka pada dasarnya tidak percaya pada nona!" Lily tiba-tiba berteriak, dia mendadak kesal mengingat kelakuan Samuel yang seenaknya tadi. "Hubungan itu bukan masalah ikatan darah, tapi masalah kepercayaan. "
"Ha?" Zenith tidak mengerti.
"Tingkat tertinggi dalam sebuah hubungan adalah saling mempercayai. " Lily tersenyum kecil. "Sedekat apapun hubungan darah, jika mereka tidak saling percaya. Maka gelar keluarga hanyalah omong kosong semata. "
Zenith mencerna ucapan Lily dalam-dalam.
Lalu tersenyum puas. "Terima kasih!"
Hanya dalam satu hari, dunia Zenith yang beberapa jam lalu masih serupa roler coaster telah kembali pada jalurnya.
Karena dia sekarang punya dua teman yang mempercayainya, dan yang dipercayai nya.
Dua penopang yang mengokohkan mentalnya dan menopang jalannya. Ini adalah hal baru setelah 17 kali kematiannya.
***
Tok
TokLily mengetuk pintu pagi-pagi sekali, dia terlihat berbinar-binar membawakan nampan berisi susu dan roti.
Zenith juga tak kalah berbinar, suasana pagi ini terasa lebih indah. Ada ikatan kasat anta antara dirinya dan lily membuat mereka terasa lebih dekat.
"Nona ada tuan muda berambut putih di bawah. " Ujar Lily setelah Zenith meminum susunya, gadis itu hampir tersedak.
"Chenle maksudmu!"
Lily mengangguk. "Dia datang sangat pagi, tadinya aku mengusir dia karena dia selalu menempel pada Rose. "
Lily memang bekerja di kediaman utama, jadi dia sering melihat rose dan chenle yang amat mesra. hanya saja dia tinggal di kediaman Zenith. Ya, keluarga Eperanto mensejajarkan putri mereka dengan pelayan. Gila sekali!
"Dia masih disini?"
Lily mengangguk. "Iya dia Bersikeras sekali, aku juga pernah mendengar dari pelayan lain bahwa nona mencintai dia. Jadi aku biarkan saja mungkin nona mau menemuinya," kata Lily.
Zenith tersenyum menanggapi dia masih belum bercerita tentang chenle di kehidupan sebelumnya. Tapi, bagi Zenith. Bahkan sampai sekarang citra chenle itu seburuk itu dimatanya.
Gadis itu mengucir rambutnya dan berjalan ke taman, tempat dimana chenle menunggunya.
***
Chenle terkesiap saat melihat Zenith, dia selalu cantik dan semakin cantik setiap harinya. Rambut biru malamnya di kucir menampilkan leher jenjang yang indah.
Wajahnya baru bangun tidur, bajunya putih dan seperti menyatu dengan kulit bak porselen milik Zenith.
"Kau tetap cantik bagaimanapun penampilannya. " Puji Chenle saat Zenith duduk di depannya.
Zenith tertawa kecil. "Terimaksih, tapi aku juga tahu itu. "
"Tentu saja mustahil tidak ada orang yang menyadari kecantikanmu. "
"Dulu kau tidak menyadarinya. "
Chenle tertawa. "Ya ... Dulu kau yang membuat dirimu sendiri tidak menarik. Kau terlalu lembek untuk citra Eperanto yang merupakan mawar berduri. "
Satu hal yang selalu zenith sukai tentang Chenle adalah pria itu tidak pernah mengelak ketika sudah ketauan. Dia sebenarnya punya hati yang baik.
"Baiklah baiklah, jadi ada apa hingga kau datang kemari ke sini? "
Chenle tidak mengatakan apa-apa.
"Penampilan mu berubah, auramu juga, cara bicaramu, dan sikapmu. " Chenle berujar setelah cukup lama terdiam, matanya menatap Zenith lekat.
"Aku tahu, mungkin aku adalah salah satu alasan kamu berubah seperti ini. " Suara cowok itu terdengar kesat.
"Tapi aku mohon, hatimu jangan! "
Mendengar itu Zenith sontak tertawa meremehkan, dia melipat lengan dan menumpu wajahnya.
"Aku sudah tidak mencintaimu lagi, perasaanku berubah haha. "
Chenle tersenyum masam. "Aku tahu itu, maksudku bukan tentang perasaan. Tapi tentang kenurnian hatimu. Tetap jadi Zenith baik yang suka merona, tetap jadi Zenith yang selalu mendengarkan aku bercerita. "
Zenith diam.
"Karena bagiku, selain kakak dan Sakura. Hanya kamu yang aku punya. "
Mereka berbicara panjang, saling mencurahkan isi kepala. Tanpa menyadari, ada seorang pelayan yang mengintip kegiatan mereka.
Lalu bersiap melaporkan segalanya pada Rose.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZENITH
FantasyNona muda ini selalu mati dan hidup kembali. Tapi, dia selalu menjadi gadis bodoh dan buruk rupa dalam waktu yang lama. Setelah kematiannya yang ke-17 Zenith berubah, dia buang segala hal tentang hidup nona bangsawan. Awal mula perjalanannya yang pa...