MELAWAN SAMUEL

5.8K 651 65
                                    

Jung Nara kehilangan keseimbangan, tangisnya pecah histeris saat seorang wanita asing mengendong sang putra yang tampak lemah.

Wajahnya pucat, tangannya penuh sayatan, sementara tatapannya begitu dingin, dalam, kelam, tanpa pernah ada jejak-jejak kebahagian di sana.

Sementara Jung Jaehyun membola, tubuhnya bergetar, binar-binar bahagia merebak dari matanya. Dia tidak pernah menyangka, bahwa keluarga Jung telah menemukan kembali pemimpinnya.

Gadis itu berjalan mendekat, gaun putihnya sedikit kotor. Topeng merah yang dikenakannya menambah kesan misterius.

"Ini ... putramu," ujarnya.

Jung Nara menggeleng. "Anak gua!"

Zenith jadi ingat Queen, gaya bahasa Nara mirip sekali dengan si gadis penyihir. Sebenarnya, Zenith ingin bertanya, tapi karena ricuhnya aula, gadis itu memilih menyingkir dengan sihirnya.

Jisung mengulas senyum menatap kepergian Zenith.

"Nona," panggilnya pada Nara.

"Ya?"

"Senyum gadis itu .." Jisung mengantung ucapannya. "Sangat menawan."

Melihat ada bekas-bekas mawar yang menempel pada pakain sang putra.

Nara dan Jaehyun langsung tahu ...

Bahwa gadis itu ialah pewaris kekuatan Eperanto.

"Kami akan membalas jasamu ...

...Rose Eperanto."

***

Zenith kembali ke rumah dengan riang, kehadirannya disambut pelukan Lily.

"Padahal aku sudah siap, andaikata kau mati nona."

"Sembarangan!"

Lily tertawa, matanya berkaca-kaca. Gadis itu membantu Zenith membuka gaunnya, lalu menyiapkan pakaian tidur untuk sang nona.

"Hidupmu selalu menyedihkan selama ini, kamu hebat bisa bertahan dan berubah."

Zenith mengerjap, mendadak ingat. Bahwa dulu, saat pertama kali Lily datang ke rumah ini. Gadis pelayan itu pernah datang untuk meminta bantuan Zenith, karena akan dihukum Rose.

Tapi Zenith tidak mau membantu, sampai Lily akhirnya mati kesakitan. Mengingat itu, rasa bersalah perlahan menyusup ke hati Zenith.

"Maafkan aku Lily." Ujar zenith tiba-tiba

"Ha? Maaf kenapa?"

"Untuk segala hal."

Lily tertawa.

"Kau adalah nona paling aneh, aku kira nona-nona kaya akan hidup bergelimang harta, manja, dan selalu menempel diketek sang papa." Lily tersenyum, hangat, seperti cahaya arunika . "Tunggu, itu amat sangat mendefiniskan si sempak terbang, rose!"

Brak!

Suara pintu yang di dobrak paksa membuat kedua gadis di dalam kamar nyaris saja memaki, tapi mulut mereka langsung terkunci saat tahu siapa yang datang.

Itu Samuel de Eperanto. Kabarnya, dia pergi ke hutan suci untuk mendapatkan ramuan menetralkan darah, supaya bisa mewarisi kekuatan suci keluarga eperanto.

"APA YANG KAU LAKUKAN PADA ROSE?" Tanya Samuel sambil berteriak marah. Melihat, perbedaan fisik Zenith pria itu sempat mematung sesaat.

"Memang apa yang kulakukan?" Tanya Zenith sambil mengangkat sebelah alis, tampak malas melihat sang kakak.

"Kau melukainya!"

"Kapan? Bukankah kejadian di taman adalah salahnya sendiri? Dia di lukai hewannya, bukan aku!" Tekan Zenith.

"Aku dengar kau melilit rose dengan kekuatan milikmu, dasar bodoh, baru bisa begitu aja kau sudah semena-mena!" Teriak Samuel lagi, Lily melipir. Tidak mau mengangu sang tuan.

"Iyakah? Rose bilang pada ayah bahwa aku melukainya, aku dikurung selama 2 minggu. Sedangkan yang aku lakukan pada rose hanya mengantungnya tidak lebih dari 10 menit!" Ujar Zenith.

"Lalu disini ... siapa penjahat sebenarnya?" Sebelah bibir Zenith terangkat, matanya menyorot dingin pada Samuel.

"Aku adik yang dilupakan, rose si tiri bajingan yang hobi memutarbalikan fakta, atau Samuel? Seorang kakak yang bahkan tidak pernah membela adiknya?"

Kalimat yang dilontarkan Zenith sukses membuat Samuel gemetar, dia marah, entah karena melihat tatapan Zenith yang begitu kurang ajar. Atau, marah karena di tampar fakta dari mulut sang adik.

Plak!

Samuel tidak tahu, kenapa tangannya bergerak selancang ini. Pipi Rose memerah, Lily memekik.

"Aaaa nona, kau baik-baik saja?"

Zenith malah tersenyum, mengusap darah disudut bibirnya. Menandakan, tamparan Samuel tidak main-main.

"Santai lily, aku pernah diperlakukan lebih buruk dari ini."

Melihat luka disudut bibir Zenith, senyum dingin gadis itu, juga perkataannya membuat Samuel menatap tangannya gelisah.

"Aku tidak melukai Rose, tapi kamu sudah jelas-jelas melukaiku, darah ini adalah darah yang sama denganmu." Ujar Zenith sambil mengusap darahnya. "Tapi kenapa kamu selalu menyakitinya?"

Zenith diam, Samuel diam, Lily makan di pojokan. Atsmosfer menjadi begitu dingin dan mencekam.

SREK!

Tiba-tiba Zenith mengeluarkan sulur mawarnya, duri dari tangkai itu menggores pipi Samuel. Darah menetes dari sana, dua manusia di dekatnya melongo, kaget, tidak percaya.

Sedangkan, Zenith kembali mengulas senyum.

Senyum khas-nya ...

"Yang ini ..." matanya menyorot Samuel ketus. "Baru namanya aku melukai,"

"Ka---kau!"

"Darah dibalas darah, bukannya impas kakak?"

ZENITH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang