Kosan rasanya langsung hidup kembali ketika semua lagi sibuk ngumpul di kamar 1A, terkecuali Brian.
"Brian kemana?" Tanya Surya yang kini berdiri bersandar pada meja kerja di kamar Jerome.
"Tadi katanya mau ketemu temannya kak." Jawab Milly.
Bohong sih kalau Milly nggak ngerasa canggung setelah kejadian jujur-jujuran tadi. Atau lebih tepatnya Jerome yang jujur. Tapi melihat Jerome kini tengah duduk bersandar di kasurnya sambil memakan bubur yang dibeli Widy dengan santai, mau tak mau gadis itu juga harus bersikap biasa aja.
"Bang, gue baru tau kamar lo ada TV" si Widy nyeletuk sambil mencetin satu-satu channel tv di kamar Jerome. Maklum.
"Lo yang gak pernah sadar." Jerome ngomong gitu, lalu nyendokin bubur ke mulutnya.
"Enak bang?" Si Dewa agak ngiler ngelihat Jerome yang makan buburnya dengan lahap. Tampaknya sakit tidak mempengaruhi nafsu makan pemuda tinggi ini.
"Enak. Mau?" Jerome tanya.
"Mau"
"Beli sono sendiri"
Surya langsung terkekeh, "Nanti abang beliin" ucapnya.
Meskipun Widy sejak tadi sibuk periksa satu persatu saluran TV Jerome, pemuda itu rupanya sadar kalau Milly lebih banyak diam. Gak seperti biasanya, rasanya.
"Kak, Milly permisi dulu ya. Mau ke kamar sebentar."
Gadis itu berdiri dan meninggalkan tempat tersebut untuk kembali ke kamarnya. Dia hanya mau kabur dari Jerome.
"Milly kenapa sih?" Tanya si Widy begitu gadis itu pergi dan masuk ke dalam kamarnya.
"Bang, lo apain Milly" tanya Dewa mencecari langsung.
"Gue? Gak ngapain2. Cuma confess ke dia doang." Jawab Jerome santai. Bahkan pemuda itu kemudian sibuk mengunyah kerupuk buburnya.
"Oh udah jujur?" Giliran Surya yang bersuara dan mengagetkan Widy.
"Lah Bang Surya tau?"
"Gercep juga Bang Jerome" si Dewa ikut nyeletuk.
Widy mengerutkan keningnya terheran. Baik Surya maupun Dewa ternyata tau soal Jerome dan Milly? Tapi kenapa dia gak ada clue sedikitpun?
"Kelihatan, Wid. Lo kirain ini anak mageran tiba-tiba rajin antar jemput Milly karena apa lagi kalau bukan naksir? Keajaiban?" Celetuk si Surya.
Dewa langsung ngakak.
"Lo terlalu sibuk dengan kuliah lo untuk sadar kayanya" kini Jerome menambahkan.
Widy diam. Pikirannya sedang mencerna.
Bukan mencerna perkataan mereka, melainkan mencerna perasaan aneh yang tiba-tiba aja muncul di dalam dadanya.
***
"GILA WIDY AKHIRNYA MUNCUL"
"Tau nih si paling sibuk"
"LESU AMAT BOS MUKA? KAYAK GAK DISETRIKA AJA"
"Sialan. Diam lu."
Widy langsung mengambil tempat di salah satu kursi yang kosong.
Saga tertawa, "Kenapa sih? Tumben lo ikut ngumpul?" Tanya pemuda itu, lalu menghisap batang rokok di sela jarinya.
"Gapapa lah. Emangnya gak boleh?"
Saga terkekeh. Ia langsung membuang rokoknya begitu aja ke dalam asbak dan mengepulkan asap di dalam mulutnya.
"Satu, lo bukan anak ngumpul. Dua, lo gak bisa bohong, Widy." Saga terlihat menatap lekat wajah datar Widy yang masih enggan untuk jujur.
"Jadi, ada masalah apa?" Tanya Saga lagi.
Widy masih terdiam. Masih bertahan untuk tak bersuara. Dia terkadang lupa jika Saga udah mengenalnya sangat lama.
"Kayaknya gue suka sama cewek"
Berita yang cukup mengagetkan.
Saga mengangkat kedua alisnya bertanya, "Hah siapa?"
"Adik tingkat kita. Lo kenal kok."
"Ya dekatin lah. Ngapain masih lesu segala?" Sahut si Saga enteng.
Widy terdiam sebentar, sebelum akhirnya pemuda itu kembali melanjutkan. "Tapi teman gue juga suka sama dia." Ucap Widy pelan.
Saga terdiam.
"Anjing"
"Emang."
Saga benar-benar nggak bisa berkata-kata lagi. Pemuda itu diam memandangi Widy yang kini meminum sekaleng bir sambil tersenyum pahit.
Agak sedih mengingat dirinya yang sudah lama tak pernah memiliki perasaan ke perempuan manapun, lalu harus mundur bahkan sebelum berjuang.
"Jadi, langkah lo selanjutnya apa?" Saga mengambil kaleng bir di tangan Widy yang baru saja diteguk sekali.
Widy menggeleng. "Gue gak tau. Mungkin mundur?" Jawabnya kembali tersenyum pahit.
"Tanpa jujur soal perasaan lo?"
"Mungkin"
"Lo yakin gak akan nyesal? Gue gak mau kejadian Sabrina keulang lagi hanya karena lo gak mau jujur soal perasaan lo, Widy."
Widy menoleh. Memandangi Saga yang kini merenung memandangi kaleng bir milik Widy tadi. Tangan pemuda tersebut bahkan mulai mengepal dan rahangnya juga mulai mengeras.
"Gue bisa pastiin, kejadian Sabrina gak akan terulang."
"Oke. Tapi gue harap lo tetap jujur soal perasaan lo. Siapapun dia, gue rasa dia berhak untuk tau soal perasaan itu"
***
a/n:
HEHEHEHEHEHEHHEHEHEHEHEHEHEHE
halo:D
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Door #1 [ ✓ ]
Teen Fiction[COMPLETED] Ini cerita tentang apa yang terjadi di balik pintu Kosan Matahari. Semua tentang cinta, keluarga, persahabatan, atau bahkan keseharian random para penghuni kosan? Semua bisa didapatkan di sini. Guess what's behind the door? - Highest ran...