"Alex, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa bisa sampai seperti ini? Bagaimana Mama bisa pingsan seperti itu?" Joana ikut panik ketika ia mulai mengekor di belakang Alexander.
Alexander sudah tidak dapat berkata apa pun lagi. Raut muka khawatir tergambar jelas hingga ia langsung berlari keluar dari rumah itu.
Frans yang mewakili mereka berdua. Berpamitan kepada keluarga Bobi karena Alexander dan Joana harus pulang saat ini juga.
"Masuk lah, kita harus pergi ke rumah sakit." Buru-buru Alexander menarik tangan Joana untuk ikut masuk ke dalam mobil.
"Kenapa Mama bisa kena serangan jantung? Apa Mama pada akhirnya tahu kalau pernikahan kita hanya pura-pura? Apa Mama tahu kalau sedari awal kita memang tidak bisa memberikan Mama seorang putera?"
"Stop, Joana! Pelankan suaramu! Jangan bicara yang tidak-tidak!"
Alexander menoleh ke arah belakang karena bisa saja ada orang yang mendengarnya. Tapi, Joana tidak bisa menutupi kepanikannya. Tiba-tiba saja ia menangis karena merasa bersalah.
Bagaimana kalau memang benar itu yang terjadi? Kalau sampai Mama kenapa-kenapa, mungkin dirinya akan merasa bersalah seumur hidup.
"Cepat masuk. Jangan membuatku semakin panik! Jangan bicara macam-macam!"
Wajah khawatir Alexander semakin ketara. Mau tidak mau, Joana mengikuti Alexander untuk masuk ke dalam mobil kemudian mereka segera pergi ke rumah sakit tempat di mana Mamanya di rawat.
Kini, mereka sudah benar-benar pergi dari sini. Mereka tidak sadar bahwa ada sepasang mata yang sangat syok dengan apa yang baru saja ia dengar.
Leah ...
Telah mendengar semuanya.
"Jadi, mereka hanya pura-pura?!" Ia benar-benar tidak bisa menutupi wajah syoknya.
***
Setelah mereka sampai di rumah sakit, mereka segera berlari ke kamar perawatan di mana Mamanya berada.
Begitu pintu dibuka, yang ia lihat pertama kali memang Mamanya yang terbaring lemah di sana. Ada Aretha dan juga Giselle yang sedari tadi menemani Mamanya.Wajah mereka berdua sembab, mukanya memerah tanda bahwa mereka telah menangis seharian suntuk.
"Kakak ..."
Kedua adik itu langsung memeluk Alexander. Setegak-tegarnya mereka, mereka tetap membutuhkan tempat untuk bersandar. Dan Alexander lah yang mereka gunakan saat ini.
"Mama tidak apa-apa kan?"
Belinda tersenyum di sana. Wajahnya yang rapuh itu masih tetap saja menunjukkan wajah bahagia meski pun terdapat banyak selang di mana-mana.
"Mama tidak apa-apa kok. Kalian jangan menangis seperti itu."
"Bohong!" Bantah Aretha.
"Tadi wajah Mama sangat pucat. Dari pagi saat bangun tidur, aku sudah meminta Mama untuk beristirahat, tapi Mama malah keluyuran. Lalu, tiba-tiba Mama pingsan."
Alexander berjalan menghampiri Mamanya bersama dengan Joana. Alexander langsung menggenggam tangan Mamanya.
"Aku sudah tidak apa-apa. Kenapa kau ke sini? Bukan kah kau harus bekerja?"
Alexander hanya menggeleng. Tapi tiba-tiba, ketika ia melihat kondisi Mamanya yang sangat rapuh, wajahnya yang sangat pucat, kemudian seluruh tubuh Mamanya terbaring seperti ini, membuat pertahanan Alexander runtuh juga.
Ia tidak ingin menangis, tapi akhirnya ia menangis juga. Ia memeluk Mamanya dengan sesenggukan. Tadi, ia tidak bisa bernapas, tapi ketika melihat Mamanya ternyata masih dalam kondisi yang bisa dibilang baik, akhirnya ia bisa benar-benar bernapas lega. Alexander sangat ketakutan jika sampai hal buruk sampai terjadi kepada Mamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEXANDER'S REBELLIOUS WIFE
RomanceALEXANDER HORRANS, adalah laki-laki yang kejam dan penuh dengan tipu daya. Pebisnis handal tetapi dibenci oleh semua orang. Pertemuannya dengan Joana adalah suatu kebetulan. Perempuan yang membuat dunia gempar akan kedatangannya di sisi Alexander. M...