Di dalam mobil, Joana membisu seribu kata. Ia hanya melamun memandangi luar jendela yang sudah gelap karena hari memang sudah malam. Di sampingnya ada Alexander, ia juga duduk bersama di kursi bagian belakang bersama Joana. Tapi, berada di samping Joana malah membuat Alexander mengernyit. Berulang kali Alexander memergoki Joana melamun dengan ekpresi yang berbeda. Kadang ia melihat Joana yang tersenyum-senyum sendiri, tapi satu menit kemudian, ekpresinya berubah. Tiba-tiba ia melihat Joana menarik napas panjang.
Sebenarnya, apa yang sedang ia pikirkan?
Entah apa yang ada di dalam pikiran Joana hingga ia terus menatap kosong pada jalanan yang sudah sangat lengang.
"Apa kau sudah gila?"
Mendengar ada seseorang yang mengucapkan kata itu, Joana menoleh. "Eh?"
"Sedari tadi kau melamun tidak jelas. Kadang raut mukamu tampak sedih, tapi baru saja raut mukamu tampak senang." Alis Alexander terangkat. Jujur, ia tidak mau memikirkannya, tapi melihat raut muka Joana yang selalu berubah-ubah seperti itu malah membuat Alexander penasaran.
"Ah, tidak apa-apa."
Dan ciri khas semua perempuan memang sama saja. Jawaban tidak apa-apa, apakah itu jurus yang selalu dipakai oleh kaum hawa? Jelas-jelas raut mukanya barusan telah mengisyaratkan tentang banyak hal.
"Katakan atau kau akan kuturunkan di trotoar sana."
"HEY!!!"
Joana memekik keras. Ia melotot tajam menatap ke arah Alexander.
"Lamunanmu tadi sangat mengganggu."
"Kenapa sekarang anda selalu ingin tahu tentang apa yang saya pikirkan, tuan? Bukan kah isi kontrak itu sudah terpampang bahwa tidak boleh ada yang mencampuri urusan masing-masing."
Untuk yang kesekian kalinya Alexander syok atas jawaban Joana. Perempuan ini sudah semakin berani ... tapi, benar apa yang dikatakan oleh Joana, sejak kapan dirinya perduli dengan apa yang dipikirkan oleh orang lain ...? Selama ini ... bahkan Alexander selalu tidak perduli. Tapi hari ini, untuk yang pertama kalinya Alexander bertindak sampai sejauh ini hanya untuk mengetahui apa yang sedang Joana pikirkan.
Alexander menyedekapkan tangannya. Memejamkan mata rapat-rapat.
"Hanya saja aku tidak mengizinkan kau memandang aneh keluargaku. Mama, Aretha dan Gissele memang seperti itu. Kau tidak tahu betapa berharganya mereka bagiku." Well, hanya itu lah alasan yang mampu Alexander ucapkan agar harga dirinya tidak turun di mata Joana.
Tapi Joana malah tersenyum lagi menatap ke luar jendela, cekikikan geli ketika teringat akan tingkah mereka lagi. Dan suara renyah itu, berhasil membuat Alexander membuka mata
"Ya, saya tahu .Saya tidak mungkin memandang mereka dengan tatapan aneh, tapi saya memang sangat senang bisa bertemu dengan keluarga sebaik keluarga anda. Melihat tante Belinda mengingatkan saya dengan almarhumah Mama. Lalu Aretha, kemudian Giselle, saya merasa saya seperti mempunyai adik-adik baru lagi. Saya benar-benar merasa beruntung mengenal mereka." Lagi-lagi Joana tertawa lagi. "Itu lah alasannya kenapa tadi anda menanyakan saya melamun sambil tertawa karena saya masih teringat akan tingkah kocak mereka."
Ketika Alexander mendengar semua alasan itu entah kenapa sebelah sudut bibir Alexander terangkat. Ya, keluarganya memang seperti itu ... tapi melihat Joana yang tertawa senang saat menerima keluarganya, entah kenapa perasaanya dua kali lebih hangat.
Joana menoleh ke arah Alexander tapi buru-buru Alexander meghilangkan senyuman dari bibirnya kemudian berubah menatap Joana dengan tatapan dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEXANDER'S REBELLIOUS WIFE
RomanceALEXANDER HORRANS, adalah laki-laki yang kejam dan penuh dengan tipu daya. Pebisnis handal tetapi dibenci oleh semua orang. Pertemuannya dengan Joana adalah suatu kebetulan. Perempuan yang membuat dunia gempar akan kedatangannya di sisi Alexander. M...