BAB 43 - SEKARAT

3.8K 172 2
                                    

Beberapa waktu yang lalu, Frans sibuk dengan pekerjaannya sendiri. Ia berhasil mengumpulkan puluhan orang berjas hitam. Berada di atas sebuah gedung yang menjulang tinggi di waktu dini hari, satu jam setelah kepergian Alexander.

Frans tidak bisa tinggal diam. Walau Alexander telah memberi perintah bahwa tidak ada satu orang pun yang membuntutinya, Frans juga tidak bisa membiarkan Alexander berada dalam bahaya.

Diam-diam, Frans menaruh alat pelacak di saku celana Alexander ketika mereka berada di rumah sakit. Memantau pergerakan Alexander dari sini dan mengetahui bahwa Alexander masuk ke dalam sebuah hutan.

"Jika kalian mendengar suara mencurigakan sedikit saja, aku izinkan kalian segera menyergap tempat itu. Berhati-hati lah, jika kalian salah langkah satu kali saja, nyawa Tuan Alexander beserta istrinya berada di dalam bahaya."

"Baik, Tuan."

Mereka semua kemudian menempatkan diri masing-masing. Sebagian dari mereka menggunakan helikopter, sebagian dari mereka segera turun dan pergi mengunakan mobil yang sudah berjejer rapi di bawah gedung ini.

Frans memicingkan mata sebentar. Selama belasan tahun dia bekerja dengan Alexander, ia sadar bahwa tindakan yang dilakukan oleh Tuannya itu adalah tindakan paling bodoh yang pernah ia lakukan.

Alexander yang disetiap detail hidupnya penuh dengan rencana, kini pergi seorang diri tanpa memikirkan apa-apa.

Lalu beberapa saat kemudian, Frans ikut naik ke dalam helikopter. Ia sempat melihat layar ponselnya, sudah lima belas menit berlalu dan tidak ada pergerakan dari Alexander. Suatu tanda bahwa sepertinya, Alexander telah menemukan titik di mana keberadaan Joana.

"Kita harus segera pergi."

Satu anggukan dan pada akhirnya helikopter ini lepas dari landasan.

***

"Ha ha ha." Sementara itu di tempat lain, Ryan masih tertawa dengan sangat keras. Ia bersiul. Melihat darah mereka menyatu di atas tanah adalah hal paling romantis yang pernah ia lihat di seumur hidupnya.

"Mari kita lihat apakah kalian sudah mati."

Ryan berjalan ke arah mereka. Mata mereka sudah sama-sama terpejam, tangan mereka masih bertautan hingga Ryan menatap mereka dengan sinis.

Kerutan yang ada di dahi Ryan ketara ketika melihat mereka masih bisa bernapas walau pelan dan terputus. Ryan kemudian mengambil pisaunya kemudian melihat pisau itu dengan gamang.

Ryan ingin melihat mereka mati secara perlahan. Darah itu masih terus mengalir, toh sebentar lagi mereka tetap akan mati. Tapi tiba-tiba Ryan berpikir, bukan kah lebih baik ia segera mempercepat kematian mereka sesegera mungkin?

Ketika ia melihat raut wajah Alexander, nyatanya kebencian itu kembali menyergap dirinya. Membuat Ryan akhirnya mengangkat pisau itu tinggi-tinggi untuk segera menghunuskan pisau itu ke seluruh tubuh Alexander dan Joana secara bergantian agar mereka mati dengan cepat.

Namun tiba-tiba, terdengar suara yang cukup mengganggu. Dahinya mengerut. Seperti sebuah langkahan kaki yang menginjak dedaunan secara cepat, juga suara gemuruh dari atas yang terdengar bebarengan.

"Sial!"

Suara helikopter terdengar sangat jelas. Dari monitor cctv ia melihat beberapa orang berlarian dan beberapa langkah lagi mereka akan masuk ke dalam rumah ini lewat pintu bagian depan.

Ryan yang awalnya ingin menghunus pisau itu sekali lagi kini langsung mundur seketika. Jika dia di sini semakin lama, ia akan tertangkap oleh mereka. Buru-buru Ryan berbalik, memasukkan pisau itu ke dalam jas hitamnya lalu berlari lewat pintu bagian belakang.

ALEXANDER'S REBELLIOUS WIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang