Sekarang, ada Joana, Alexander, Belinda, dan kedua adik Alexander, Giselle dan Aretha berada di satu ruang perawatan yang sama. Mereka semua tersenyum satu sama lain, tenang, tanpa beban sedikit pun ketika pada akhirnya mereka mempunyai cerita yang berakhir manis seperti ini.
Joana berada di pelukan Belinda. Sedang Belinda, menepuk-nepuk bahu Joana berulang kali seperti mengatakan bahwa semua sudah tidak apa-apa.
"Maaf, Ma. Bukannya Joana mau menipu Mama."
Belinda malah tertawa melihat Joana seperti ini.
"Tidak apa-apa. Alexander sudah menceritakan semuanya pada Mama."
"Tapi karena itu Mama masuk rumah sakit dan ..."
"Mama hanya syok."
Joana semakin merasa bersalah. Ia menatap ke arah Mamanya itu dengan tatapan sendu. Tidak bisa ia bayangkan kalau sampai terjadi apa-apa pada Mama, Joana pasti akan merasa menyesal seumur hidup.
"Tapi pada akhirnya kalian benar-benar jatuh cinta satu sama lain. Itu membuat Mama merasa sangat senang. Alexander ternyata tidak salah memilih wanita."
Senyum Joana mengembang tapi Alexander di sana malah berdehem.
"Jangan terlalu memujinya, Ma. Joana bisa besar kepala."
Joana memandang Alexander dengan sewot. Laki-laki ini ...!
"Hubungan kalian mungkin memang diawali dengan sebuah kesalahan. Tapi Mama lega, pada akhirnya kalian bisa saling mencintai seperti ini. Apa lagi saat Mama melihat Alexander menangis meraung-raung melihat kau sekarat malam itu, Mama benar-benar yakin kalau Alexander memang tidak ingin kehilanganmu."
Dahi Alexander mengerut. Melihat semua mata perempuan ini tertuju kepadanya membuat wajahnya bersemu merah saking malunya. Buru-buru Alexander bangkit, ia harus meninggalkan mereka sebelum wibawanya hancur berkeping-keping.
"Aku pergi dulu."
"Kau mau ke mana?" Tanya Belinda.
Baru saja Alexander berdiri, tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu kemudian masuk ke dalam ruangan. Frans menyapa semua orang yang ada di sini kemudian tersenyum.
"Selamat malam, Tuan."
"Frans?"
Semua orang menyunggingkan senyum lebar ketika melihat kedatangan Frans. Ada Frans di sini membuat semuanya terasa sangat lengkap. Mungkin jika tidak ada Frans, semua hal baik ini tidak akan pernah terjadi. Frans telah melakukan tindakan yang sangat tepat. Membuat Alexander dan Joana dapat terselamatkan.
"Astaga. Aku baru melihatmu. Ke mana saja kau selama ini. Bahkan aku belum berterima kasih padamu." Seru Belinda.
"Maafkan saya, Tante. Banyak hal yang harus saya urus."
"Terima kasih, Frans," ucap Joana tiba-tiba. "Benar apa yang dikatakan oleh Mama. Kalau saja kau tidak datang tepat waktu, mungkin aku juga sudah berada di dunia lain. Aku berhutang padamu."
Joana menatap ke arah Frans dengan sungguh-sungguh. Beberapa waktu yang lalu, ketika Joana masih dalam perawatan yang intensif dan kebingungan kenapa dia sudah berada di rumah sakit, Alexander menceritakan semuanya kepada Joana. Tentang hal yang dilakukan Frans hingga mereka bisa terselamatkan.
"Tidak apa-apa, Nona. Semua sudah menjadi kewajiban saya untuk melindungi anda dan Tuan."
"Tapi, bagaimana kabar Ryan sekarang? Alexander belum menceritakan semuanya padaku. Apa dia sudah ditangkap? Atau dia berhasil kabur lagi?" tanya Joana mulai panik.
Namun tiba-tiba, Alexander mengajak Frans untuk segera keluar dengan menganggukkan kepala. Menyisakan jawaban yang masih abu hingga Joana kembali merasa takut. Bayang-bayang akan malam itu menjadi sebuah traumatik yang sangat hebat.
Alexander menyadari raut muka khawatir yang ditunjukkan oleh Joana kepadanya. Buru-buru Alexander menepisnya, menenangkan Joana dan mengatakan semua akan baik-baik saja.
"Tenang lah, Jo. Semua sudah aku selesaikan. Kau tidak perlu khawatir lagi."
"Tapi, aku saja tidak tahu bagaimana nasib dia sekarang."
"Tenang lah. Semua akan baik-baik saja."
Lalu tiba-tiba, Alexander sudah benar-benar mengajak Frans pergi dari sini. Alexander bahkan belum memberi jawaban bagaimana nasib Ryan Arkana saat ini hingga membuat Joana masih sedikit khawatir.
***
Di sudut malam yang gelap. Di sebuah gedung bertingkat dan terbengkalai yang ada di pinggiran kota, Frans menepikan mobilnya. Salah satu pengawal lain yang sedari tadi menunggu kedatangan mereka, tampak berlari kemudian membuka pintu mobil untuk Alexander.
"Selamat malam, Tuan." Ucapnya sambil menunduk.
Alexander membenarkan jasnya ketika ia sampai di sini. Sekali lagi Alexander melihat ke sekeliling tempat. Sebuah tempat terpencil ini sangat bagus untuk memberi orang pelajaran.
Gigi Alexander gemeletuk. Ia kemudian berjalan dan di belakangnya sudah ada Frans untuk mengikutinya.
"Di mana dia?"
"Ada di dalam, Tuan."
Tidak ingin berlama-lama lagi, Alexander kemudian berjalan masuk. Para pengawal segera menutup gerbang dan pintu masuk hingga dari arah luar, hanya terlihat seperti gedung terbengkalai.
Alexander memicingkan mata sebentar. Ia melangkah masuk kemudian menatap pada seseorang yang duduk di sana. Kedua tangan dan kakinya terikat. Wajah dan tubuhnya babak belur, tampil mengenaskan ketika Alexander berdiri angkuh tepat di depannya.
Ryan Arkana.
"Sudah kuperingatkan untuk jangan menganggu keluargaku lagi."
Ketika mendengar suara itu, mata Ryan mengerjap. Begitu ia mendongak, ia sudah mendapati sosok Alexander. Sebuah kenyataan yang berhasil membuat Ryan Arkana malah tertawa terbahak-bahak hingga liurnya yang bercampur darah itu menetes ke atas tanah.
"Sial. Kau masih hidup rupanya?"
Ryan Arkana sudah tampak seperti orang gila. Ia semakin tertawa hingga salah satu pengawal yang sedari tadi menjaganya di ujung ruang kembali memukul tubuh itu hingga kursi yang ia gunakan terjungkal.
Ryan terbatuk-batuk, tapi ia masih bisa tertawa. Mungkin, ia memang mati rasa. Tidak ia rasakan betapa sakitnya seluruh pukulan di sekujur tubuhnya.
"Kenapa ...? Kedatanganmu mengecewakanmu?"
"Seharusnya aku sudah membunuhmu di awal aku bertemu denganmu. Aku terlalu membuang-buang waktu."
"Dan maaf jika ini akan mengewakanmu lagi. Tapi Joana, dia juga masih bertahan hingga sampai saat ini."
Amarah Ryan berkumpul menjadi satu. Dugaannya meleset. Seharusnya dia sudah mati kehabisan darah. Siapa sangka, mereka membawa Joana ke rumah sakit dengan sangat cepat.
Tangan Ryan mengepal lagi. Kebenciannya mendarah daging. Menatap ke arah Alexander di sana sangat membuat seluruh darahnya mendidih saking bencinya.
"Menunjukkan batang hidungmu adalah sebuah kesalahan besar. Aku benar-benar tidak bisa memaafkanmu ketika kau menyakiti keluargaku.
"Semua berawal darimu. Kau yang menghancurkan hidup keluargaku."
"Salah. Ayahmu lah yang menghancurkan hidupnya sendiri hingga keluarganya ikut terseret dan menderita."
"Aku akan membalasmu!"
"Terlambat. Setelah ini kau akan aku kirim ke penjara. Dan aku akan pastikan, kalau kau akan mendapat hukuman yang setimpal atas perbuatanmu. Karena selama aku hidup, aku tidak akan pernah mengizinkan siapa pun untuk menyakiti keluargaku lagi."
Tangan Ryan mengepal keras. Tidak adil. Semua benar-benar tidak adil. Amarah itu kembali menguasai Ryan hingga ia berusaha bangkit dan merangkak ke arah Alexander untuk membalasnya, namun tiba-tiba pengawal lain segera menarik tubuh Ryan dan kembali terpelanting jatuh ke atas tanah.
"Frans. Bereskan dia. Beri dia pelajaran sebelum kau kirim dia ke penjara."
"Baik, Tuan."
Lalu Alexander kemudian berjalan angkuh ke luar ruangan. Tidak menoleh ketika terdengar suara pukulan lagi hingga pintu dan gerbang kini tertutup rapat-rapat kembali.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/242667136-288-k962352.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEXANDER'S REBELLIOUS WIFE
RomanceALEXANDER HORRANS, adalah laki-laki yang kejam dan penuh dengan tipu daya. Pebisnis handal tetapi dibenci oleh semua orang. Pertemuannya dengan Joana adalah suatu kebetulan. Perempuan yang membuat dunia gempar akan kedatangannya di sisi Alexander. M...