Suasana rumah sakit riuh, kedua adik Alexander menangis tersedu-sedu saling berpelukan di ujung ruangan. Frans menghapus air matanya ketika melihat Alexander yang langsung ambruk melihat Joana seperti itu.
Alexander meracau tidak jelas. Ia bahkan tidak merasakan ada banyak darah yang merembes dari luka yang ada di beberapa punggungnya karena mungkin jahitan operasi itu kembali lepas.
Semua orang syok. Melihat Joana yang terus dipompa jantungnya adalah hal yang paling menyesakkan dan menakutkan yang pernah dirasakan oleh Alexander.
Kata-kata Joana tiba-tiba terngiang,
"Aku mencintaimu, Alex. Dan sepertinya, aku sudah kalah. Aku kalah taruhan denganmu. Aku yang jatuh cinta padamu terlebih dahulu."
Adalah kata-kata yang pernah diucapkan oleh Joana. Membuat Alexander kembali memukul dadanya karena hatinya kembali terasa sangat sakit.
Mungkin kah pada akhirnya, ia tidak akan pernah sempat untuk menyatakan perasaannya lagi kepada Joana. Bahwa dia juga sangat mencintai gadis itu.
Dengkingan nyaring itu terus terdengar. Beberapa petugas medis saling pandang tanda bahwa mereka sudah mengerahkan seluruh tenaga yang mereka punya.
"Tidak ...! Ini tidak mungkin!" Alexander menggeleng-geleng kepala keras. Ia langsung berlari menghamburkan diri ke arah Joana kemudian menggenggam erat tangannya.
"Tolong selamatkan Joana! Tolong selamatkan istriku! Aku mohon! Aku janji akan memberi apa pun yang kalian inginkan! Aku janji akan membayar kalian berkali-kali lipat! Aku mohon! Aku mohon selamatkan istriku!"
Alexander terus meronta. Ia meracau. Menjerit kepada semua orang hingga Frans yang ada di sana harus menenangkan Alexander dan berusaha untuk membawa Alexander pergi.
"Sudah lah, Tuan. Saya mohon jangan seperti ini."
Alexander tetap menggeleng keras. Ia menangis meraung-raung. Hatinya terasa sangat sakit dan ia tidak akan pernah mau untuk menerima semua kenyataan ini.
"Joana! Joana! Aku mohon, bangun lah. Aku belum bilang kalau aku jatuh cinta padamu, kan? Aku mohon! Aku janji akan melakukan apa pun yang kau inginkan jika kau bangun lagi!"
Alexander terus mengguncang-guncangkan tubuh Joana.
"Tuan, jangan seperti ini. Saya mohon ... nona Joana sudah tidak ada."
Plak!
Dan baru kali ini, Alexander menampar keras pipi Frans.
"Berani-beraninya kau bilang istriku sudah mati!"
"Kakak ..." Aretha juga tampak sedih melihat kakaknya seperti itu.
"Joana! Joana! Joana!" Alexander menyiumi wajah pucat Joana. Mencium tangan istrinya itu sambil terus memohon bahwa ia harus bangun dari tidurnya.
"Bangun Joa!!!"
Tidak ingin melihat Alexander yang lepas kendali seperti ini, mau tidak mau Frans harus membawa Alexander pergi.
"Joana?!!!"
Teriakan itu terus terdengar. Sangat menyakitkan oleh siapa saja orang yang mendengar Alexander yang terus menjerit dan meracau frustrasi.
Seluruh tenaga medis yang ada di ruangan bahkan juga ikut menyesal karena mereka tidak bisa menyelamatkan pasien ini. Mereka sudah mengerahkan seluruh tenaga, tapi mereka juga bukan Tuhan.
Frans mengangguk ke arah mereka. Salah seorang dokter tampak menatap ke arah wajah Joana sebentar sebelum akhirnya ia kembali berjalan ke arah Joana.
Wajahnya sudah pucat. Dia teramat cantik meski pun sudah seperti ini. Dokter itu akhirnya mengangguk ke arah petugas medis lainnya. Mereka sudah akan berniat melepaskan seluruh alat-alat yang melekat di tubuh Joana karena Joana juga sudah pergi.
Suara teriakan Alexander masih terdengar meski ia sudah diseret pergi ke luar ruang. Mereka yang ada di ruangan ini juga masih enggan untuk melepaskan alat-alat ini karena mereka tahu, pasien ini pasti sangat dicintai.
Namun ketika dokter itu akan melepasnya, tiba-tiba terdengar suara lain dari arah monitor. Seirama dengan itu, salah satu perawat melihat tangan kanan pasien bergerak-gerak dengan sendiri.
"Dokter! Dokter! Tangan pasien ..."
Perawat lain juga melihat sebuah keajaiban lain. Detakan yang tadi sempat berhenti kini mulai berdetak lagi meski pun sangat lemah.
"Dokter! Nadinya!"
Mata dokter itu melebar. Ia juga melihat telinga dari pasien yang ada di depannya ini bergerak-gerak. Seperti merasakan dan mendengar ketika namanya disebut-sebut oleh seseorang.
"Joana!"
Dan orang itu kembali hadir. Alexander melepas cengkeraman tangan Frans dan berlari kembali lagi ke ruangan Joana di mana tubuh Joana masih dikerubungi oleh orang-orang berseragam putih yang ada di sini.
Tapi, mereka tampak sibuk mondar-mandir. Membawa segala peralatan dan salah satu dokter membuka mata Joana dan menyenterkan sebuah penlight ke arahnya.
Alexander berdiri kaku. Melihat monitor yang tadinya hanya sebuah garis lurus kini mulai naik turun sebagai sebuah tanda bahwa detakan nadi Joana kembali lagi.
"Joana ..."
Ketika Alexander menyebutkan nama itu, detakan itu semakin keras. Membuat Alexander segera melangkah semakin mendekat dan terus menyebutkan nama itu berulang kali.
"Joana ... Joana ... Joana ..."
Namun ketika Alexander akan melangkah lagi, salah satu perawat lainnya menghadang Alexander.
"Kami akan berusaha menyelamatkan nyawa istri anda. Tenang lah dan terus sebut nama istri anda di dalam doa agar keajaiban itu kembali datang. Serahkan ini kepada kami dan percayakan kepada dokter dan petugas medis lainnya."
Ucapan salah satu perawat itu terdengar menenangkan. Alexander mundur satu langkah. Ia menangis lagi dan kemudian meringsut untuk mendoakan nama Joana di sudut sana.
"Tuan ..."
Frans dan kedua adiknya juga terlihat sangat syok. Ketika melihat jantung Joana kembali berdetak lagi, bukan kah itu sebuah keajaiban?
Mereka terdiam satu sama lain. Kedua adik Alexander kemudian ikut meringkuk, memejamkan mata, menengadahkan tangan ke atas sambil terus berdoa kepada Tuhan. Sama seperti yang dilakukan oleh Alexander, Frans juga melakukan hal yang sama.
Hingga pada akhirnya tangis Alexander kembali meledak. Ia ketakutan setengah mati jika ia kehilangan Joana. Lalu tiba-tiba terdengar sebuah kursi roda datang. Didorong oleh seseorang pengawal lain kemudian membelai punggung Alexander yang bahkan ada banyak darah mengalir tapi tidak dirasakan oleh Alexander sama sekali.
"Tenang lah, Joana gadis yang kuat. Ia tidak mungkin meninggalkan suaminya sendirian di dunia ini."
Begitu Alexander mendongak. Ia kaget luar biasa. Mamanya sudah ada di depannya. Tersenyum dan sepertinya bahkan lupa kalau beberapa waktu yang lalu ia sempat koma.
"Mama ..."
Belinda memeluk anaknya itu. Dan tangisan Alexander kembali meledak untuk yang kedua kali. Perasaannya bercampur aduk. Belum pernah Alexander merasakan ketakutan yang luar biasa seperti ini.
"Berdoa lah. Hanya Tuhan, satu-satunya yang bisa kita harapkan. Mama harap, Joana bisa kembali seperti sedia kala."
Alexander mengangguk. Tangannya bahkan masih bergetar kemudian menggantungkan harapannya kembali kepada Tuhan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEXANDER'S REBELLIOUS WIFE
RomansaALEXANDER HORRANS, adalah laki-laki yang kejam dan penuh dengan tipu daya. Pebisnis handal tetapi dibenci oleh semua orang. Pertemuannya dengan Joana adalah suatu kebetulan. Perempuan yang membuat dunia gempar akan kedatangannya di sisi Alexander. M...