15 | DIJENGUK

6K 740 21
                                    

"Dek, Rafan itu pacar kamu?"

Citra tersentak dan melotot pada Mami yang menatapnya penuh binar. Sudah tau apa yang dipikiran Mami saat ini. Setelah tiga tahun menjanda, Mami mulai merecokinya tentang pernikahan lagi, apalagi setelah Arga---mantan suaminya, menikah. Tapi, saat itu ia  beralasan untuk fokus membeserkan bisnisnya dulu sehingga Mami tak lagi mendesaknya terus menerus hingga tahun ke tujuh, Mami kembali gencar yang mau tak mau ia pun memberikan alasan kenapa ia tak kunjung menjalin hubungan dengan seseorang.

"Aku gak percaya cinta lagi, Mi. Cuma cinta dari Papi, Mami dan Eyang yang aku percayai. Yang tulus cintai aku." Setelah itu Mami kembali bungkam, tapi kembali lagi membuka suara akhir-akhir ini bahkan sempat ingin menjodohkannya dengan Ethan.

"Rafan temenku. Buang pikiran Mami kalau kami sedang pacaran. We're just friend," ujar Citra penuh penakanan.

Mami menghela nafas pelan, ia pun menarik tangan Cinta lalu mengusap punggung tangannya dengan lembut. "Kamu beneran gak mau nikah lagi?"

Tanpa ragu Citra langsung menggeleng.

Mami pun mengangguk paham. Harusnya ia tak merecoki Citra tentang pernikahan ataupun tentang masalah asmara putrinya itu. Apa yang dialami Citra di masa lalu tentunya menimbulkan trauma bagi Citra.

Pintu terbuka dan Papi serta Rafan masuk. Kedua pria itu mendekat. Papi pun bicara. Menjelaskan apa yang tadi dibicarakan dengan Pak Iqbal. Polisi masih mencari si penabrak dan Rafan menjadi saksi jika kecelakaan tersebut bukanlah murni ketidaksengajaan karena dengan mata kepalanya sendiri melihat mobil itu menabrak mobil Citra tanpa berkeinginan menginjak rem.

"Terima kasih ya Rafan sudah membantu Citra," ujar Mami, tadi ia tak sempat berterima kasih karena sibuk menangis.

"Bukan masalah Tante." Rafan tersenyum sopan, saat bertemu pandang dengan Citra, ia mengukir senyuman manis yang membuat Citra melarikan pandangannya ke arah lain.

Usai berbincang sejenak dengan orang tua Citra, Rafan pamit untuk pulang lebih dulu atau lebih tepatnya Citra yang menyuruh Rafan untuk pulang karena dari tadi malam Rafan menjaganya.

Sepeninggalan Rafan, Papi mulai bicara serius. "Kami belum menemukan orang yang selalu mengirim teror ke kamu," ujar Papi.

"Apa ... apa kejadian penabrakan ini ada hubungannya dengan si peneror?" Mami kembali di landa kecemasan.

Citra menghela nafas pelan. Untuk urusan teror sudah ia duga mereka tidak akan mendapatkan hasil apapun seperti sebelumnya.

Mereka punya uang banyak, untuk mencari informasi atau orang, mereka akan dengan mudah menemukannya, tapi bukan hanya mereka yang memiliki 'power'. Beberapa orang dapat melakukan hal tersebut tanpa ketahuan dan dugaan mereka jika si pengirim teror memiliki 'power' yang kuat dengan Janitra.

"Kalau pelaku penabrakan gak ditemukan. Sudah pasti itu orang yang sama dengan si pengirim teror," ujar Citra pelan.

Papi mengangguk. Meski menyewa dektektif ataupun orang-orang yang ahli dalam bidang 'mencari' mereka tidak menemukan apapun. Sudah pasti orang ini memiliki kedudukan yang sama dengannya.

"Astaga. Siapa yang tega lakuin itu ke kamu?" Mami mendesah frustasi. Wajahnya semakin menunjukkan kecemasan.

Papi dan Citra saling berpandangan.

Mami yang tadinya menunduk kini menegakkan kepala. "Apa mungkin Mbak Arum?"

"Mam, jangan asal nuduh." Papi langsung menegur.

Sejak kejadian beberapa tahun yang lalu, hubungan antara Papi dan Om Wirya tak sedekat dulu, begitupun dengan Mami dan Tante Arum. Bahkan mereka memutuskan untuk tinggal di rumah yang bersebelahan dengam rumah Om Wirya dan Tante Arum.

I HATE LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang