31 | TERKUAK

5.6K 778 46
                                    

Biantara melangkah dengan tegas menelusuri lorong panjang tersebut. Tatapannya begitu tajam saat menatap pintu lebar berwarna cokelat tersebut. Hendak langsung masuk, tapi sekretartis Bahuwirya menghalanginya. "Selamat siang Pak Tara. Maaf sebelumnya, Pak Wirya ...."

"Minggir kamu!" Biantara menghunuskan tatapan tajam. Sekretaris Bahuwirya itu pun menarik tubuhnya menjauh dari pintu. Katanya kalau orang pendiam marah itu sangat berbahaya. Jadi, ia tentunya menyalamatkan diri.

Biantara memasuki ruangan Bahuwirya yang sibuk dengan beberapa dokumen di hadapannya.

Bahuwirya menegakkan kepalanya dan menatap datar Bianntara. "Saya sedang sibuk. Kamu bisa temui saya nanti sore." Kemudian kembali menatap dokumen di hadapannya.

"Saya kecewa, ..." ujar Biantara dengan gemetar, emosinya campur aduk. Kecewa, marah dan juga sedih. Tidak pernah menyangka jika kakak yang ia hormati bisa berbuat hal yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

"Kamu mau ngomong apa?" Bahuwirya kembali menatap Biantara. Ia memperbaiki letak kacamatanya.

"Kenapa Mas Wirya melakukan itu pada Citra?!" Nafas Biantara memburu. Orang yang selalu dapat bersikap tenang, tapi jika menyangkut orang yang ia sayangi, tentunya tak dapat mengontrol emosinya.

"Melakukan apa?"

Biantara semakin emosi melihat respon kakaknya itu yang begitu tenang. Penuh kepura-puraan. Segera ia melempar map cokelat yang ia genggam erat. Map tersebut terbuka hingga isinya berhamburan keluar tepat di hadapan Bahuwirya.

"Mas yang sudah mencelakakan Citra!!! Apa Mas Wirya tidak punya hati?!!" teriak Biantara penuh

"Dia berani mengancam saya! Jadi, dia harus tanggung resikonya!" ujar Bahuwirya penuh penekanan. "Lagian dia masih hidup, kan? Kamu tidak usah berlebihan seperti itu, saya tidak akan sampai menghilangkan nyawa anak kamu."

"Bajingan!" Biantara mendesis, kilatan matanya dipenuhi amarah.

"Kamu kenal saya, Tara. Saya tidak suka diancam dan dianggap sepele. Anakmu itu mencoba bermain-main dengan saya." Bahuwirya bersandar santai menatap lurus Biantara yang mencoba mengontrol emosinya. Bahuwirya mendengus pelan. 

"Selama ini Citra diam, Mas! Dia sama sekali tidak bermain-main dengan Mas! Apa yang membuat Mas Wirya melakukan itu?!" tekan Biantara penuh tuntut. Masih tak menyangka dan tidak percaya jika kakaknya mencelakakan Citra. Dari kasus kebakaran tempo hari, Biantara kembali menyuruh orang mencari tau dan seperti sebelumnya, tidak mendapatkan apa-apa. Meski telah membayar mahal orang untuk mencari taunya.

Hingga dua hari yang lalu, seseorang menemuinya dan mengatakan hal yang membuatnya nyaris meledakkan emosi saat itu juga. Sosok itu pun membantunya mendapatkan bukti sebanyak-banyaknya. Dan pantas saja ia tak pernah mendapatkan hasil jika mencari tau siapa yang mencelakai Citra karena orang itu Bahuwirya Janitra. Bisa dibilang memiliki kekuasan lebih daripada dirinya.

"Seharusnya dia diam saja Tara," balas Bahuwirya sinis.

Biantara pun mengangkat sebelah sudut bibirnya. "Apa Mas kira Citra yang memberi tau saya tentang istri kedua Mas itu?" Punggung Bahuwirya menegak, ia menatap tajam Biantara. "Mas salah. Saya jauh lebih dulu mengetahuinya daripada Citra dan selama ini saya diam karena saya tidak mau mencampuri urusan Mas Wirya. Karena saya menghormati Mas Wirya meskipun saya kecewa." Di akhir kalimatnya Biantara menekan setiap kata. Dapat membungkam Bahuwirya.

Kemudian Biantara mengambil ponselnya lalu menghubungi asistennya. "Antar kemari."

Bahuwirya mengernyit. Apa Biantara melaporkannya ke polisi?

"Kamu melaporkan saya ke polisi?" ujar Bahuwirya sinis. Biantara hanya diam seraya menaruh ponselnya di saku celana.

Tidak berapa lama pintu terbuka. Sontak Bahuwirya berdiri.

I HATE LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang