Dari pagi sampai siang hari, Citra menghabiskan waktunya bersama Papi. Seperti yang di katakan Erik semalam, Papi pun mengatakan demikian. Pertengkaran yang terjadi di antara Papi dan Om Wirya karena Faras yang akan kembali bergabung di Janitra Group.
Setelah apa yang terjadi pada Citra di masa lalu, Papi menaruh rasa benci pada Faras. Tidak akan pernah memaafkan pria itu. Apalagi keputusan Eyang yang mengeluarkan Faras dari Janitra, harusnya Om Wirya tidak mengacuhkannya, meski Eyang telah tiada.
"Papi udah gak pa-pa, Nak." Papi menolak saat Citra ingin menyuapnya, tapi Citra tetap memaksanya, mau tak mau Papi menurut.
"Papi tuh gak usah mikirin apa yang bakal Om Wirya lakuin. Jadinya kayak gini kan, Papi hipertensi."
"Gak bisa gitu dong, Nak. Walaupun Faras kerja di Janitra Group di jajaran bawah, Papi tetap gak setuju. Anak itu nanti makin seenaknya!" Papi menjeda, matanya memicing menatap Citra. "Kamu kenapa belain dia?!"
Citra menghela nafas pelan, ia kembali menyuap Papi, lalu berujar, "Bukan belain dia. Aku cuma khawatir dengan kondisi Papi."
"Papi udah gak pa-pa kok."
Citra pun berhenti membahas hal tersebut karena tak ingin membuat rasa kesal Papi timbul.
Setelah menyuap Papi, gilirannya yang makan bersama Mami. "Kamu gak kurus lagi, Dek." Tatapan Citra menegak menatap Mami yang tersenyum. "Bagus itu. Kamu gak usah diet segala. Badanmu sekarang bagus. Kayak waktu kamu masih kuliah dulu."
Citra hanya tersenyum tipis.
Usai makan, ia pamit untuk ke Lilium Hotel's yang berada di Jakarta Selatan. Tidak terlalu jauh dari daerah rumah orang tuanya. Hanya memakan waktu tiga puluh menit.
Di sana hanya sebentar, hanya mengecek kinerja para karyawannya, mengobrol dengan GM yang bertanggung jawab pada hotel tersebut. Setelahnya ia pergi ke area pemakaman keluarga. Baik keluarga dekat maupun keluarga jauh, ada di pemakaman terebut. Salah satu pemakaman elit.
Usai memarkir mobilnya, ia mengambil air juga bunga tabur di area yang disediakan. Sedikit berbincang dengan orang yang bekerja di area pemakaman tersebut kemudian berjalan kaki, meski tadinya ditawari untuk menggunakan buggy car.
Hingga ia tiba di makam sang Eyang.
Bayanaka Janitra dan Saraswati Janitra.
Eyang Saras meninggal tujuh tahun yang lalu karena sakit di deritanya, pulang-balik dari Singapura untuk menjalani pengobatan, tapi pada akhirnya tak dapat bertahan.
Sejak Eyang Saras meninggal, kondisi Eyang Bayanaka pun menurun. Mulai sakit-sakitan, padahal sebelumnya Eyang jarang sakit. Hingga setahun kemudian Eyang Bayanaka menyusul Eyang Saras.
Usai mengirimkan doa untuk kedua orang yang ia sayang, ia beranjak ke area makam yang nantinya menjadi tempat untuk keluarga Biantara yang saat ini telah terisi.
Langkah Citra berhenti. Pegangannya pada keranjang yang ia bawa menguat.
Sosok yang tadinya berjongkok dan membelakanginya kini berdiri menghadap ke arahnya. "Citra," sapanya dengan senyum tipis.
"Ngapain kamu ada di sini?!" desis Citra menatap tajam Faras.
Faras menghela nafas pelan. "Lihat Mahika."
"Kamu gak ada hak untuk kamu datang ke sini!" Berusaha keras Citra mengontrol suaranya. Tetap tenang, tapi penuh penakanan.
"Aku ada hak. Aku ayahnya Mahika."
Citra mendengus sinis, rasanya ingin melempar sepatu haknya ke wajah Faras agar pria itu sadar.
"Kamu bukan ayahnya Mahika. Gak ada ayah yang tega bunuh anaknya!" Pria itu bungkam membuatnya tertawa pelan. Penuh kesinisan. "Kamu pembunuh. Dan gak tau malu. Datang ke sini buat apa? Buat minta maaf ke anakku? Maafmu gak ada artinya, gak akan bisa balikin anakku hidup!"
Kedua tangan Faras terkepal, tatapannya lurus ke arah Citra.
"Sebelumnya kamu pernah ke sini?" Tanpa bertanya, harusnya Citra tau jawabannya. Pasti Faras kerap kali datang ke sini, mungkin setelah pemakaman Mahika, pria itu juga ke sini. Tidak mungkin kan Faras tau nama putrinya, dan malah menamai anaknya sendiri sama dengan nama anaknya. Nama yang ia siapkan saat tau jenis kelamin anaknya.
Mahika Varsha Prema Ashwina.
Yang memiliki arti anak perempuan yang lahir ke dunia dengan selamat, penuh keberkahan dan bersinar, serta mempunyai kasih sayang yang tulus dalam dirinya.
Namun, takdir Tuhan berkata lain. Ia tak bisa mendengarkan Mahika yang membanggakan namanya sendiri dan ia tak bisa memberitahu arti nama anaknya itu yang begitu indah.
Semua ini gara-gara pria itu!
"Aku selalu ke sini kalau ada di Jakarta." Faras menjawab pertanyaan Citra.
"Aku mau ini terakhir kalinya kamu ke sini. Jangan pernah datang lagi!"
"Citra ..."
Citra mengangkat tangannya, meminta Faras agar tak bicara. Lalu memutar tubuhnya, mulai melangkah menjauhi Faras. Akan kembali besok saja karena ia merasa sesak berada di satu tempat bersama Faras. Mengembalikan keranjang bunga, lalu masuk ke mobilnya.
Mata Citra berubah nyalang saat melihat Faras masuk ke dalam dan duduk di kursi penumpang. "Keluar kamu!!!" jeritnya marah.
"Citra dengerin aku dulu," pinta Faras memelas.
"Keluar!!"
"Citra!"
Karena Faras tak ingin keluar, Citra pun membuka kaca jendela, hendak berteriak, tapi mulutnya ditutup oleh telapak tangan Faras.
Faras dengan cekatan menaikkan kaca jendela, lalu menahan kedua tangan Citra. "Citra please! Kita bisa kan bicara baik-baik? Aku mohon," pinta Faras memelas, masih menahan kedua tangan Citra yang meronta dilepaskan.
Citra lelah. Ia pun berhenti meronta dan Faras melepaskannya. Nafasnya tersengal karena berteriak dan juga setumpuk emosi yang ia rasakan saat ini.
Faras membasahi bibir bawahnya, menatap Citra dengan pandangan lembut. Tapi Citra enggan menatapnya, tetap menatap lurus ke depan. "Aku mohon, jangan larang aku untuk ketemu Mahika." Faras menunduk sejenak, lalu kembali menatap Citra. "Aku tau, semua ini salahku, kamu kehilangan Mahika, begitupun aku. Aku bener-bener menyesal. Sangat menyesal. Bertahun-tahun aku terpuruk dalam penyesalan sampai rasanya di sini sesak dan sakit." Faras menunjuk dadanya.
"Cuma dengan ke sini, aku sedikit merasa lebih baik. Aku mohon Citra jangan larang aku, ya?" bujuk Faras, ia hendak meraih tangan Citra, tapi Citra menyentak tangannya.
Citra menatap tajam Faras. Tidak melunakkan hatinya meski ekspresi Faras kini memelas dengan kedua mata berkaca-kaca.
Faras pun kembali meraih tangan Citra, meski Citra meronta ia menahannya. "Dan aku mau memperbaiki segalanya!"
"Perbaiki apa?!" Citra menyentak tangan Faras. Membentak pria itu.
"Kita sama-sama lagi, ya? Aku janji, aku akan nebus kesalahan aku. Aku akan bayar semua air mata kamu dengan kebahagiaan," ujar Faras bersungguh-sungguh. "Kalau kamu mau, kita bisa hidup bertiga dengan Mahikaku, kamu bisa anggap Mahika anak kamu juga."
Citra diam menatap Faras yang tersenyum teduh. Lalu tawanya menggelegar, jenis tawa sinis.
Apa yang Faras lakukan empat tahun lalu, kini pria itu lakukan lagi. Memintanya untuk kembali bersama.
Tentunya Citra menolak. Tidak akan pernah kembali pada pria itu meski di janjikan kebahagiaan yang berkali-kali lipat. Tak akan pernah!
"Mimpi kamu!!" Citra memutuskan keluar dari mobil, tidak menghiraukan seruan Faras.
Sementara Faras menghela nafas kasar, ia bersandar dengan memejamkan mata erat, kedua tangannya terkepal kuat.
____________________
May 28 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
I HATE LOVE
ChickLit|OHMYSERIES-4| Dua kali jatuh cinta Dua kali patah hati Tidak perlu menjelaskan alasannya kenapa ia membenci perasaan yang disebut 'cinta'... ▪︎May, Copyright ©2022 NanasManis