17 | TATTOOS

6.4K 729 28
                                    

Dengan seenak jidatnya, Rafan mengusir para tamunya yang membuat Citra memicing kesal menatap pria itu yang kini menjelajahi dapurnya. Entah apa yang akan Rafan lakukan. Seakan itu dapurnya sendiri, tidak ada rasa sungkan menggeledah setiap lemari kabinet untuk mencari sesuatu yang diperlukan karena percuma saja bertanya pada Citra. Letak pisau saja tidak tau di mana Mak Men menaruhnya.

Citra memilih duduk di kursi tinggi depan meja pantry, mengamati Rafan yang dengan cekatan menggunakan alat-alat masak. Merasa iri karena pria itu yang sangat pandai memasak. Sedangkan dirinya?

Masak mie saja ia tak tau.

Pernah mencoba, malah over cook hingga mienya terlalu mengembang.

"Emang kamu gak sibuk?" tanya Citra membuka suara. Pria itu mengangkat pandangannya sekilas untuk menatapnya lalu kembali mengaduk ayam yang ditumis bersama bawang putih serta bawang merah di wajan.

"Kalau aku sibuk, gak mungkin lah aku di sini." Rafan beralih untuk melihat panci yang berisi wortel yang telah di potong mulai setengah empuk. "Lagian aku tau kok kalau kamu kangen sama aku." Pria itu kembali menatap Citra lalu mengulas senyuman manis.

Citra hanya memutar bola mata malas melihat tingkah pria itu.

Rafan pun mulai memasukkan tumisan ayam tadi ke dalam panci, juga memasukkan makaroni, kacang polong, keju leleh, garam, merica, kaldu bubuk, daun seledri dan oregano. Menunggu semuanya tercampur, ia kembali menatap Citra. "Beneran gak kangen sama aku? Dua hari lho kita gak ketemu. Bahkan teleponan," ujar Rafan menggoda kemudian tertawa saat mendengar decakan kesal Citra. Ia kembali menatap masakannya, kejunya telah meleleh membuatnya memasukkan larutan maizena agar mengental. Menunggu beberapa saat, ia pun menyajikan ayam makaroni cream soup untuk Citra.

"Kamu baru tiba dari Jakarta?" Seraya menikmati cream soup tersebut, Citra mengamati Rafan yang membereskan peralatan masak yang tadi di gunakan, menaruhnya ke sink.

"Semalam baru tiba," jawab Rafan seraya mencuci tangannya. Ia ingin mencuci peralatan masak tersebut tapi Citra mencegah.

"Apa gak capek? Harusnya kamu gak ke sini, kan? Istirahat aja dulu," ujar Citra lalu menyuap dirinya kembali.

"Capekku hilang pas lihat kamu." Rafan kini bertopang dagu di hadapan Citra seraya membungkuk, menumpukan dua sikunya di tepi meja.

Citra mengangkat pandangannya lalu meneguk air. "Dasar tukang gombal. Sorry to say, aku bukan gadis remaja yang bakal klepek-klepek dengernya."

Rafan tertawa lalu menegakkan punggungnya. "Yah, sia-sia dong gombalanku." Tangannya terulur untuk meraih tisu kemudian mengarahkannya pada Citra. Mengusap sudut bibir Citra yang belepotan.

Pandangan keduanya terkunci, Rafan tersenyum manis, kemudian mendongkan tubuhnya lalu mencuri kecupan di bibir Citra. "Aku ke kamar mandi dulu. Dihabisin, ya?" ujarnya seraya mengusap puncak kepala Citra lalu melenggang menuju kamar mandi.

Sementara itu Citra hanya mendengus pelan lalu kembali menikmati cream soup tersebut.

•••

"Gimana lukanya? Coba kulihat," ujar Rafan seraya menyibak rambut Citra untuk melihat luka Citra di bagian leher. Saat ini mereka duduk di sofa ruang tengah.

"Udah kering," ujar Citra pelan.

"Pelakunya sudah ditangkap? Kasusnya gak dilanjutin."

Citra menggeleng pelan.

"Lho masa gak dilanjutin?"

"Bakalan sia-sia, Raf." Citra mendesah pelaan, membuang pandangannya.

"Kalau dibiarin, nanti malah makin menjadi-jadi. Kayak teror yang sering kamu terima." Nada suara Rafan terdenger kesal. Tapi, bukan itu yang membuat Citra kembali menatap pria itu.

I HATE LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang