35 | DIBERI PENCERAHAN

5.2K 722 48
                                    

Pria yang memiliki tato di sepanjang lengan kanan hingga perelangan tangan mendorong pintu kaca di hadapannya. Matanya meliar, memindai tempat tersebut yang memajang banyak lukisan juga bangku-bangku yang terbuat dari kayu.

Melangkah dengan pelan, ia menaiki tangga hingga mencapai lantai atas. Mengernyit saat tidak menemukan si tuan rumah.

Kalau si tuan rumah tidak ada di rumah, kenapa tempat ini tidak terkunci?

Tempat yang menjadi les melukis untuk anak-anak itu yang juga merangkap rumah pribadi sepupunya yang berbeda dua bulan lebih muda darinya.

Langkahnya pun menelusuri lorong yang ia duga menuju kamar.

Kepalanya miring menatap pintu kamar yang sedikit terbuka. Ia tidak menyelenong masuk tentunya karena meski mereka sepupu, tapi mereka berbeda jenis kelamin.

"Ra? Nora?" panggilnya pelan seraya mengetuk pintu. Karena terlalu kencang mengetuknya hingga pintu tersebut terbuka lebar dan matanya juga membulat melihat sosok yang tidur tengkurap di atas ranjang yang bersprei warna pink itu. Tanpa menggunakan bagian atas dan menyisakan celana jeans.

"Rafan?"

Rafan tersentak dan menoleh menatap Nora yang mengenakan baju kaos berlengan panjang, juga celananya.

"Kok gak bilang mau dateng?" tanya Nora.

"Surprise," ujar Rafan seraya tersenyum lebar dan melirik ke kamar. Nora yang menyadari hal itu menarik pegangan pitntu hingga tertutup kemudian mengajak Rafan ke area meja makan. Meja makan yang berukuran kecil. Hanya terdapat empat kursi.

"Itu siapa?" tanya Rafan penasaran. Sepupunya yang selama ini antipati terhadap seorang pria, kini ia melihat seorang pria tidur di atas ranjang wanita itu.

"Temen," ujar Nora pelan tanpa menatapnya seraya mengeluarkan wadah makanan dari kantong kresek. "Aku gak tau kamu datang, jadi beli bubur ayamnya cuma dua."

Rafan tau, Nora mengalihkan pembicaraan, tapi Rafan tak akan teralihkan. Ia menggeleng pelan, meminta Nora membuatkannya kopi saja.

Wanita itu pamit sejenak ke kamar, lalu tak berapa lama keluar dan menyiapkan kopi untuknya.

"Udah gak benci sama laki-laki?" Rafan tersenyum geli, tapi juga senang karena akhirnya Nora tak lagi menutup diri seperti yang wanita itu lakukan selama ini.

Nora mengendikkan bahu tak acuh lalu menuang kopi ke cangkir kemudian menaruhnya ke hadapan Rafan. Ia menarik kursi dan duduk di hadapan Rafan. Mulai memakan bubur ayam.

"Jadi, kapan kamu nikah?"

"Astaga Raf." Rafan tertawa mendengar geraman kesal Nora. Meski tutur kata Nora selalu lembut, tapi bukan berarti Nora tak bisa marah dan kesal.

"Dia cuma temenku!" ujar Nora menekan setiap katanya.

"Temen? Tapi upload fotonya di instastory-mu. Kalian juga liburan bareng, kan?" Rafan mengerut kening takv percaya. Seorang Nora yang selama ini hanya upload kegiatan melukis di media sosialnya, tiba-tiba upload foto seorang pria. Cukup mencurigakan bukan?

"Aku upload foto dia, biar laki-laki berhenti ngirimin aku DM gak jelas. Dan aku jelasin, aku gak liburan sama dia. Kebetulan aja waktu itu dia ada di Paris, aku juga. Lagian juga ada Kak Rora dan keluarganya."

Rafan mengangguk-angguk saja, padahal sudah sangat jelas tanpa ia bertanya, apalagi melihat wajah memerah Nora. Meski ekspresi wanita itu datar. Bukan karena kepedasan, karena Nora tak menuang sambel ke bubur ayam.

"By the way, kamu ngapain di sini?" tanya Nora.

"Emang kenapa sih kalau aku ke sini kunjungin sepupuku." Nora mencebik jijik membuat Rafan tertawa pelan.

I HATE LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang