20 | MARAH

6.1K 723 27
                                    

"Mahika, kamu ke Oma dulu ya."

Sepeninggalan Mahika, Citra langsung menyeret Faras menjauh dari kerumunan dan mendorong dada pria itu hingga punggung Faras menghantam tembok.

"Apa maksud kamu ngasih nama anak kamu sama kayak nama anakku?!!" jerit Citra marah. Nafasnya memburu karena emosi. Ia tak pernah menyangka jika Faras akan menemani anak pria itu sama dengan nama anaknya.

"Anakmu, anakku juga Citra," ujar Faras tenang.

Tangan Citra melayang untuk menampar pria tak tau diri itu.

Kepala Faras tertoleh, ia mengaduh pelan merasakan tamparan Citra. Kemudian kembali menatap Citra yang masih di liputi emosi.

"Walaupun kamu berusaha mengelak, gak menutup kebenaran kalau Mahika anak kita," ujar Faras tetap tenang.

"Bajingan kamu!" Citra mencengkeram bagian depan kemeja Faras.

"Alasanku ngasih nama anakku 'Mahika' biar aku gak sepenuhnya kehilangan Mahika, Citra. Kamu pun bisa anggap anakku sebagai pengganti Mahika kita."

"Aku gak sudi!! Dan gak akan ada yang pernah gantiin anakku! Bajingan kamu!! Brengsek!! Kenapa kamu ambil nama anakku?!! Kenapa?!!" Citra kalap mulai memukul pundak, lengan serta dada Faras yang tetap diam.

Rasa sakit kehilangan putrinya kembali menyeruak sehingga membuatnya sulit mengatur emosinya. Apalagi orang yang ada di hadapannya saat ini adalah penyebab ia kehilangan anaknya.

"Dasar pembunuh!! Harusnya kamu yang mati, bukan anakku!!"

Faras menahan kedua tangan Citra dan menatap lurus wanita itu. Kemudian memeluknya. Meski Citra berusaha melepaskan diri dan kembali memukulnya, tapi Faras tetap mempertahankan pelukannya.

Citra masih meracau tentang anaknya dan menyalahkan Faras.

Di sisi lain, sosok yang sedari tadi bersembunyi, hendak keluar dari persembunyiaannya untuk menjauhkan Citra dari pria itu, tapi ia mengurungkan niatnya saat Citra berhenti meronta dalam pelukan pria itu meski masih ada suara isak tangis yang kini berubah pelan.

Dan saat melihat Citra kehilangan kesadaran, ia hendak melangkah, tapi lagi-lagi berhenti saar tubuh Citra kini di gendong oleh pria tersebut.

Rafan mendesah pelan, ia hanya menatap punggung pria itu perlahan menjauh membawa tubuh Citra yang tak sadarkan diri.

•••

Citra menghela nafas kasar setelah termenung cukup lama. Sadar dari pingsan, ia menemukan dirinya di kamar sendirian. Tubuh Citra terasa lemas usai mengeluarkan emosinya tadi meski tidak sepenuhnya lega karena masih ingin memaki dan memukul Faras.

Mendengus sinis, ia menyeka air matanya yang tanpa diminta kini menetes. Sekuat mungkin, ia menahan agar air matanya tak keluar.

Bohong, jika Citra melupakan rasa sakit atas kehilangan anaknya begitu saja. Rasa sakit itu masih ada. Dan kerap kali membuat Citra berandai-andai setiap kali ia sendirian dalam kesunyian.

Kalau saja anaknya tidak meninggalkannya, sudah pasti saat ini telah memakai seragam SMP. Memanggilnya 'Mommy', bersikap manja padanya. Mereka akan jalan-jalan berdua bahkan melakukan perdebatan layaknya ibu dan anaknya.

Citra menahan isak tangis seraya menepuk dadanya yang terasa pedih. Menyembunyikan suara tangisnya di balik selimut yang menutupi wajahnya.

Suara ketukan pintu membuatnya mencoba kembali tenang, apalagi saat mendengar suara si pengetuk.

Citra beranjak masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh wajahnya kemudian membuka pintu dan menatap sosok Rafan.

Ah Citra lupa jika ada Rafan yang ikut bersamanya. Seketika rasa bersalah ia rasakan karena meninggalkan Rafan di tengah-tengah keluarganya.

I HATE LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang