4 | Gara-Gara Nim-Nim

49.5K 6.8K 599
                                    

Makanan dateng ke meja kami dibawain sama anak buah Yuno yang tadi antre pesen.

"Dah, ini semua gue yang traktir, anggap aja makan siang kali ini juga atas perayaan Yudha masuk ke SGG," kata Yuno sebagai pimpinan yang masih duduk semeja bareng gue kaya sebelumnya.

Detik itu juga Novan di kanan gue goncang kedua bahu gue sambil senyum lebar makin bangga.

"Ya udah, ayo kita makan! Selamat makan!" Pimpin Yuno.

"Selamat makan!" Kompak semua, kecuali gue.

Tenang, di restoran ayam geprek ini nggak rame, isinya cuma anak sekolah dari SMA kami malah kebanyakan, karena emang deket dan murah, menu paling mahal aja nggak nyampe 20k. Jadi nggak masalah Yuno end the geng begini, dan mungkin dia juga ngerasa menguasai.

Gue mulai nyuap kaya yang lain, nyampe perhatian gue teralih ke sosok yang baru dateng sambil ketawa. Tawa khas yang nadanya kentel banget di ingatan tiap kali dia menang—renyah dan nggak ada beban.

Nizam Arsa Nadana, cowok imut si juara pertama, si gigi kelinci dengan mata cantik yang bakalan nyiptain kelopak bulan sabit pas dia senyum apalagi ketawa. Pipinya chubby, tingginya nggak nyampe 170, tapi otaknya kayak emas yang terus-terusan disepuh.

Dia ketawa sambil buka pintu kaca restoran siap saji ini, di belakangnya ada cewek cantik hampir sama tingginya sama si Nizam yang lengannya Nizam gandeng, gue nggak tahu nama itu cewek, yang gue tahu dia temen deket Nizam, dan di belakangnya lagi cowok tinggi dengan kulit tan, itu Abimanyu—cowok Nizam.

Mungkin nggak ada tujuan mereka nyedot perhatian, tapi nggak tahu kenapa ekor mata gue kaya ketarik ke mereka terus-terusan. Bahkan nyampe sekarang Nizam sama temen ceweknya antre buat bikin pesenan dan balik ke bangku di mana Abimanyu duduk nungguin mereka.

Gue masih nyuap makan, dan mereka juga mulai makan. Mereka makan dengan sesekali ketawa dan ngobrol. Meski gue juga makan di tengah obrolan Yuno, Davin, Arsen dan Novan, tapi gue nggak nimbrung karena semua perhatian gue kesedot Nizam.

Tatapan mata Nizam ke Abimanyu yang munggungin gue jelas banget itu pancaran ketulusan, dan gimana tangan Abimanyu keulur buat bersihin sudut bibir Nizam dari remah ayam, jelas itu bentuk peduli dan perhatian. Sementara temen cewek mereka kaya nggak keberatan liat hal manis itu dan asik cerita sambil nyuap ke mulutnya sendiri. Gue simpulin, hubungan baik mereka yang bikin pacaran aura Nizam makin menjadi.

"Napa lu?" tanya Yuno dan detik itu juga gue noleh ke arahnya.

Yuno noleh ke belakang di mana Nizam, Abimanyu dan temen cewek mereka itu makan karena Yuno yakin tadi sorot gue ke sana.

Yuno balik lagi natap gue, dia kedip satu kali terus ambil remah ayam dan dia gosokin ke sekitar bibirnya kasar. "Mas, Yun-Yun juga belepotan," Dia ngecebik sendu dengan sorot mata layu dan condingin badan ke gue.

Davin di sebelah Yuno ngelakuin hal yang sama juga tiba-tiba. "Mas Yudha, Dapin juga belepotan," Dia ikut condongin badannya ke arah gue dan ngerengek.

Dunia makin gila, tolong! Siapa pun pukul kepala mereka berdua.

"Kalian uke?" tanya Novan.

"Uke kalau buat Mas Yudha doang," Berdua—Yuno dan Davin—kompak kibas rambut gaib mereka ke belakang.

"Kalau gitu gue ikutan," Novan ngerengkuh lengan dan tumpuin dagu ke bahu gue ngedogak manja. "Setan aja gencer banget godain kami, Mas ... masa Mas diem aja ada uke-uke seger begini?" Dia colek dagu gue.

Anak babi, ngeri setan. Jadi detik itu juga gue berdiri dari kursi dan milih pergi ke tempat cuci tangan, gue selesai aja makan, mau pulang.

Mereka ketawa.

Sialan emang, inilah alasan kenapa gue mending punya satu temen doang, karena kebanyakan manusia gitu—jadi gila buat tetep waras. Aneh, 'kan?

Gue cuci tangan, dan tiba-tiba ada yang nepuk gue dari belakang pake tangan kirinya.

Gue noleh. Dan ternayta ini Nizam.

"Gantian," kata dia renyah dan akrab sambil ngedongak senyum natap gue pake kerlingan mata bulan sabit cantiknya.

Sialan.

"Eh anjir, lu mimisan," Nizam mekik panik.

Otomatis gue lap filtrum yang emang mendadak kerasa dingin dan ada yang ngalir di sana.

"Anjir, banyak banget, Yudha," Dia makin panik.

Gue liat telapak tangan gue dan darah seger belepotan di sana.

"Anjir, please lu jangan ngedokak!" perintah dia pas gue lap lagi filtrum sambil ngedongak dan nyedot ke dalam darah mimisan.

"Anjir Yudha lu kenapa ege?" Yuno dateng ke gue sama beberapa temennya.

"Yudha mimisan, tolongin!" Nizam masih panik klimpungan.

Sialan gue jadi pusat perhatian sekarang, bahkan Abimanyu sama temen cewek Nizam ikut nyamperin gue.

Kibasin telapak tangan penuh darah mimisan, isyaratin gue aman. "Nggak apa-apa," Gue ngerunduk biar darah nggak ngalir ke saluran pernapasan.

"Serius?" Nizam malah ikut ngebungkuk liat muka gue dari bawah buat mastiin kayaknya, tapi imut sialan.

Detik itu juga darah makin ngucur nyembur dan ngececer di lantai.

"Yudha! Yudha!"

Telinga gue ngedenging, nggak tahu lagi, gue lemes mendadak, kleyengan, kayaknya sungsum tulang belakang gue nggak beres nerima respon dari otak, nyampe saraf motorik gue buat nyuruh berdiri tegak nggak diterima dan gue limbung.

Semua gelap.

Tbc ....

An: Gue mau tanya, sadar nggak lu pada? Udah 4 chapter ini bisa dihitung jari jumplah kata Yudha ngomong sama tokoh-tokoh yang ada. Eh! Jangan lupa vote! Bantu 2k, oke, baby?

Shitometri Love [Juara Kedua]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang