12 | Si Senyum Matahari

31.4K 5.1K 351
                                    

Vote dulu, Baby!
Comment yang banyak oke?
Pengin liat kalian kesurupan reog juga!

Haha ... nggak canda, jangan kesurupan!

.

.

"Emang nyari yang kaya mana, sih, Bos?" tanya Davin yang udah capek milih-milih buletan cimol.

"Yang bulet sempurna dan simetris, Pin," Novan ikut milih-milih itu cimol.

"Lu beli 10k, loh, Bos! Ini kalau dipilih satu-satu bisa kelar dua hari ke depan," suara Arsen jengah meski tetep ikut milih cimol.

Gue milih ngerunduk garuk tengkuk dan masukin satu tangan ke saku hoodi. Nggak enak sama si mamang penjual yang kumisnya udah getar-getar, tangannya yang pegang capit-capit gorengan keliatan banget otot-ototnya mulai mencuat saking geregetan, kayaknya kalau mereka nggak berhanti bakalan dibalik aja ini grobaknya beneran.

Yuno itu suka ada-ada aja emang. "Semuanya sama, Yun," kata gue.

"Gitu ya?" Yuno noleh ke gue polos.

"Sama, Den ... 'kan satu bahan olahan," Si mamang penjual kasih penjelasan.

"Yang gepeng tetep enak, Mang? Kan jelek," tanya Yuno ke si mamang.

"Tap-,"

"Sama, Yun," Gue motong sanggahan si mamang dengan megang telapak tangan Yuno di samping badan. "Udah, Mang, bungkusin aja!" putus gue mutlak. Ini bakalan lama kalau Yuno sama si mamang debat, karena sekarang gue simpulin Yuno pencinta dan pengagum visual—kayaknya. Nyampe cimol aja yang gepeng dikata jelek, sementara si mamang adalah si penganut fakta dan pengguna logika, karena emang semua dari olahan bahan yang sama. Jadi pasti bakalan lama.

Si mamang kelihatan lega, buru-buru dia bungkusin itu cimol setelah grasak-grusik bikin Davin, Novan, Arsen mundur.

"Tapi nanti yang gepeng lu yang makan, yah! Gue nggak mau," kata Yuno sambil nunjuk hidung gue.

"Iyaa ...," Gue ngalah aja, ini anak makin-makin kelamaan. Gue mikirnya ini baru cimol, belum maklor sama olos.

"Silahkan, Den," Si mamang kasih cimol pesenan.

Yuno ambil dan gue bayar.

"Kami nggak, Yud?" Novan pasang muka sendu.

"Nggak! Kalian beli sendiri! Semua dari Mas Yudha punya gue," kata Yuno galak sambil ngunyah. "Ayo, Mas!" Dia jalan duluan, dan otomatis gue ngikutin.

"Ah! Bos mah!! Tadi kami disuruh akting kaya anak kucing mohon ke Yudha katanya biar dijajanin?!" Davin ngerengek di belakang.

Pengin ketawa dengernya, tapi gue lebih milih ngejar Yuno di depan. "Jadi tadi mereka mohon pake mata anak kucing lu yang nyuruh?" tanya gue setengah ngekekeh dan berhasil nyebelahin Yuno.

Yuno ngangguk dua kali nggak ada dosa sambil ngunyah.

Lagi-lagi tangan gue ringan aja ngusak puncak kepalanya, ini anak pinter amat nyuruh orang, nyampe semua anggota SGG yang tadi di depan gerbang rumah mau-mau aja ngaintin sepuluh jari di depan dada pasang mata sendu mohon dan ngiba ke gue buat mau diajak kencan.

"Em! Ini gepeng! Jelek, nggak mau," Dia sodorin cimol gepeng di tusukan lidinya ke mulut gue.

Gue terima suapan itu sesuai kesepatakan di awal. "Udah selesai tapi ngambeknya?" tanya gue.

"Belum, lah! Lu baru jajanin gue cimol, gue mau maklor, batagor, olos, terus semuuuua jajan yang ada di sini," Dia ngomong sambil narik jari telunjuknya nunjuk gerobak pedangan kaki lima malam ini dari ujung ke ujung.

Gue ketawa.

"Eh! tapi nanti lu miskin mendadak nggak?"

Gue makin ketawa, sekali lagi gue usak puncak kepalanya. "Nggak lah, 5k per jajan kayaknya kebeli semua,"

"Baik amat? Kalau gitu semua, tapi gue harus digendong juga buat syarat biar gue selesai ngambeknya,"

"Iyaa ...," jawab gue. Lama-lama gue gemes sama ini bos SGG, dia ngambek sendiri, minta kencan sendiri, dan kasih syarat sendiri buat selesaiin ngambeknya sendiri. Lucu.

"Ya udah gendong!"

"Ey!" Hampir aja gue limbung ke depan karena tiba-tiba Yuno naik ke punggung.

Yuno ketawa lingkarin lengan ke leher gue. "Jalan ke maklor, Mas!"

"Olos dulu yang deket," pinta gue karena tukang olos di depan mata.

"Nggak, maklor dulu yang jauh, nanti balik lagi ke sini masih gendong," Tolak Yuno.

"Alpha kok manja?"

"Gue lagi jadi kucing anggora," rengeknya sambil goyang-goyangin kaki nggak terima.

Gue ketawa sambil benerin gendongan biar Yuno nggak jatuh.

"Gue kucing!" ketusnya abis itu.

"Iyaa ...,"

"A!" Suruhnya tiba-tiba sambil sodorin lagi lidi tusukan cimol yang gepeng, seolah tadi nggak abis ngerengek. Cepet banget berubahnya.

Gue terima suapan itu dan ngunyah.

"Berat nggak?" tanya Yuno.

"Berat, makan apa lu?"

"Makan nasi padang tadi sebelum kencan," Yuno nyuap sendiri cimolnya.

"Emang kita kencan?" tanya gue iseng-iseng.

"Emm ...," Dia kedengeran mikir. "Nggak kayaknya," Terus ketawa.

Gue ikut ketawa juga, sama Yuno gue mulai nyaman sebenernya, dia manja, lucu, gemesin, tapi dia kayak bercanda kadang, jadi bimbang.

"Yudha ... ini gepeng semua," Sendunya sambil kasih liat ke depan muka gue itu cup ukuran besar cimol.

"Ya udah gue yang makan entar," jawab gue. "Dah turun, ini maklor," Gue turunin Yuno dan ambil alih itu cup cimol.

"Yey!" Sumringahnya.

Bibir gue senyum sendiri, hati gue hangat liat dia bahagia begitu, gue juga ngerasa jadi banyak ngomomg kalau sama dia. Persetan sama bimbang, gue nyaman.

Gue liat dia pesen ke mamang maklor, akrab bahasanya, bahkan pake sisipan bercanda, Yuno gampang bersosialisasi dan nepatin diri, beda sama gue yang begini.

Senyumnya emang secerah matahari musim semi, hangat dan pasti bisa bikin siapa pun luluh hati.

Kaya ke gue, hampir tiap pagi dia ke bangku gue dengan nyunggingin senyum dan minta nyalin PR, kaya hipnotis gue pasti selalu kasih.

Dia punya seni bujuk orang dan bikin nyaman deh kayaknya, makanya nggak salah kalau semua anak SGG nurut-nurut aja sama dia, sama kaya gue halnya, tanpa sadar gue selalu nurutin dia.

"Dah, Mas! Bayar!"

Kan? Ini tangan ringan aja ngeluarin dompet dan ambil duit. Gue bayar. "Makasih, Mang," kata gue ke si mamang Maklor.

"Makasih, Den," jawab si mamang dan gue ngangguk.

"A!" Kata Yuno nyodorin lagi suapan maklor ke mulut gue.

Gue terima.

Terus dia nyuap sendiri masih pake sendok yang sama yang tadi buat nyuapin gue. Pipinya ngembung lucu, ngunyah sambil gerakin kepalanya bahagia.

"Enak?" tanya gue.

Yuno ngangguk dua kali imut karena bibir semerah cerinya ngerucut, gue gemes sendiri. Dan lagi-lagi gue usak puncak kepalanya lagi. "Abisin!"

Tbc ....

Shitometri Love [Juara Kedua]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang