20 | Euforia

31.4K 5.1K 616
                                    

Vote!

.

.

.

Matahari udah condong ke barat, suasana udah salem, bahkan langit udah jingga kemerah-merahan, tapi gue masih dengan setia nungguin Yuno milih nanas good looking yang mau dikupas. Kami lagi nepi di pinggir jalan, tepatnya di stand penjual nanas yang tulisannya 'Nanas Madu Pemalang 10k 3', padahal katanya SGG mubru waktu biar bisa liat Matahari tenggelam di pantai.

"Sama aja nggak, sih, Bos?" Novan yang udah jengah luruhin bahu dengan satu buah nanas di tangan.

"Nggak, itu kuning," jawab Yuno nujuk nanas di tangan Novan.

"Semuanya kuning elah, Bos!" Arsen nggak tahan.

"Itu kuning buluk," Yuno sanggah pake logikanya, ya karena yang Novan tunjukin tadi nggak sekuning yang lain yang udah Yuno pilih sebelumnya.

"Lagian jangan kebanyakan makan nanas, Bos ... nanti nggak baik buat rahim," Davin kasih peringatan.

"Gue lanang yah, Su!" Yuno micing ke Davin nggak terima.

"Udah segitu aja, Yun ... udah cukup, kok," ucap gue yang udah mulai capek dengan perdebatan ini, lagian yang dipilih juga udah lebih dari cukup buat semua anggota SGG.

"Ya udah, deh! Segitu aja, Um!" Yuno nujuk nanas yang udah dia pilih tadi, kasih tahu Um si penjual buat dikupasin.

"Siap, Nang!" Dan si Um dengan cekatan mulai ngupas puluhan nanas tadi pake alat mirip bor besar yang cuman di puter doang ke buahnya setalah bagian atas bawah dipotong dan daging nanas keluar, lalu masuk ke cup saji. Nggak butuh waktu lama semua selesai karena yang kerja bukan cuma si Um-nya sendiri.

Selesai dibayar kami semua laju lagi, dengan seperti biasa gue di depan iring-irngan boncengin si Bos SGG ini. Yuno yang pake helem gue, dan gue yang pake helem dia tukeran.

Ini malam Minggu, kaya waktu lalu Yuno pasang muka sendu lugu maksa gue kencan dan ikut riding SGG, tapi kali ini ke pantai.

Yuno di belakang pegang satu cup nanas yang udah kepotong melingkar tipis-tipis buat di makan di jalan katanya. Jadi gue laju rada pelan.

"Mau, Mas?" tanya Yuno setelah condongin badan ke depan.

Gue noleh sekilas. "Nggak, abisin aja,"

"Ya udah," Dia nyuap lagi.

Tapi nggak lama kemudian Yuno lingkarin lengan ke perut. "Loh? Udah abis?" tanya gue dengan noleh lagi sekilas.

Yuno yang numpuin dagu ke pundak ngangguk. "Kan nanasnya kecil,"

"Tapi enak?"

"Enak, manis," jawabnya. "Kayaknya gue makan satu keranjang abis,"

"Jangan kebanyakan, nggak baik,"

"Gue lanang ya, Mas!" Suara Yuno jengah.

Gue ngekekeh.

"Jadi nggak apa-apa gue makan nanas banyak," Lanjutnya.

"Bukan gitu ..., Nanas itu mengandung enzim bromelain yang bisa mecah asam amino dan protein, kalau kebanyakan, mulut dan gusi lu gampang lecet karena bromelain juga biasa digunain buat pelunak daging,"

"Agak ngeri," tanggap Yuno.

"Jadi udah jangan kebanyakan,"

"Sepuluh boleh?" Yuno noleh ke gue dengan masih numpuin dagu di pundak.

Gue luruhin bahu dan Yuno ketawa kaya bocah.

"Canda, Mas ...," Dia makin eratin pelukan.

"Tapi ngomong-ngomong tadi cup-nya lu buang sembarangan?" Gue baru sadar Yuno meluk gue nggak pegang bekas cup nanas.

"Huh? Nggak, gue jatuhin," jawab Yuno ringan.

"Sama aja, Bayi ... itu namanya lu buang sampah sembarangan,"

"Nggak gue buang, gue jatuhin," Kekuh Yuno. "Kalau dibuang itu kasar main lempar, tadi gue jatuhin 'tepluk' kayak gitu," Dia ngomong sambil praktikin tangannya di depan gue.

Terserah lah, debat sama ini bayi emang nggak akan ada habisnya. Intinya tolong jangan ditiru, Yuno sesat. Jadi gue lebih milih tarik napas dan diem.

"Maas ...," panggil Yuno manja dan makin eratin pelukan.

"Hem?" sahut gue lembut seraya pelanin laju motor dan berhenti tepat di bawah lampu merah yang nyala. "Kenapa?"

"Jadi pacar Yun-yun ya?"

Gue ngulum bibir detik itu juga, remes stang motor kuat karena nahan teriak.

"Mas! Ayo jawab mau!" Dia goyangin pelukan ke kanan dan ke kiri maksa.

Gue ketawa dan lajuin motor lagi setelah ambil salah satu telapak tangannya di perut dan gue remes hangat.

Gue nggak tahu jenis emosi macam apa ini, tapi rasanya debaran jantung meletupkan kelopak bunga mawar yang berhambur kemudian bertebaran. Kaya mimpi, gue yang masih mikir mau nembak Yuno malah gue yang ditembak duluan, mungkin orang awam bakalan ngambarin seolah naik ke awan, tapi ini lebih dari naik ke awan, karena Yuno euforia gue sekarang.

Debur ombak pantai mulai kedengaran, dan gue makin kuatin remesan di punggung tangan Yuno. "Lu pacar gue sekarang,"

Yuno ngekekeh dan mulai nyembunyiin muka dengan ngerunduk. "Sayang Yudhayaksa si cupu tapi candu,"

Gue jadi ikut ngekekeh bahagia. Lepasin genggaman tangan dan nambah laju kecepatan, sementara Yuno juga makin eratin pelukan, karena suara pantai udah semakin kedengeran jelas di depan.

Hati gue hangat, bahkan lebih hangat dari pelukan Yuno. Demi semesata, rasanya masih seperti mimpi, baru kemarin gue jatuh cinta, dan ternyata gue jatuh pada hati yang juga sama jatuhnya.

Takdir yang menyenangkan, karena kenyataan bentuk cinta bagai kaca prisma gue terbalas, di mana artinya perasaan gue dan Yuno jadi spectrum warna merah, jingga, kuning, hijo, biru, nila dan ungu ini bergradasi kemudian membias.

"Tetap bersama yah, Mas!" pinta Yuno.

"Pasti,"

Tbc ...

An : udah senyum baca part ini? Jangan jahat! Follow Dae_Mahanta cepetan buat yang belum follow, gini-gini gue juga bisa bales jahat, next part gue private! Haha ...

catatan :
Um itu panggilan atau sebutan untuk pria dewasa untuk orang Pemalang, sama kaya Uda, Bli, Mas, Mang, Kang dan lain-lain (cmiiw)

Shitometri Love [Juara Kedua]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang