Vote dulu!
Kangen kemaren nggak up?
Nggak apa-apa, katanya rindu itu baik untuk kita, tandanya cinta.
Jadi apa kabar sekarang? Seneng gue up?
Mau ngasih apa?
-Hug?
-Kiss?
-Or your heart?Haha ... canda, gue butuh dukungan kalian aja!
Oke! Happy reading!
.
.
.
Gue duduk di bawah pohon kersen dan di atas rumput nonton Yuno lelarian main lempar tangkap sama Bubu di taman ini, bawaannya masih badmood, apalagi liat coklat dengan bungkus ungu di depan gue ini yang jejeran ama kripik kentang.
"Mas?!" panggil Yuno yang sekarang lari ke arah gue dengan bubu ngikutin di belakang ngalihin perhatian gue dari si coklat ungu sialan.
"Mau es doger," Dia nunjuk gerobak mamang jualan es doger yang lagi dentingin loncengnya.
Gue ngangguk, terus nunjuk grobak si mamang pake dagu isyaratin, "Beli aja!" Gue lagi males ngomong sama ini bayi.
"Go, Bubu!" Yuno lari lagi ninggalin gue dan Bubu tetep ikut ngejar pake kaki pendeknya.
Gue hela napas, pengin udahin rasa panas di dada, tapi nggak bisa tiap kali coklat ungu sialan ini nyita pandangan mata.
"Mas?!"
Suara Yuno manggil gue lagi dari tempat mamang jualan, dan gue noleh.
"Lu mau?" tanyanya di sana tanpa suara tapi bibirnya masih bisa dibaca.
Gue ngangguk aja, dan Yuno acungin jempol di sana. Bubu? Dia masih setia di bawah kaki Yuno nungguin meski kaki pendeknya terus aja klinteran muterin papi-nya.
Balik lagi gue nyorot si coklat ungu sialan di depan gue sila ini. Ambil dan gue angkat setinggi muka, nyipitin mata coba ngitimidasi. "Lu nggak akan pernah dimakan Yuno," Dan gue buka kasar.
"Mas!"
Gue noleh dengan ngedongak, Yuno dengan dua cup es doger udah di samping gue aja tiba-tiba. Disodorin kasar satu cup-nya ke gue dan diirbut kasar juga ini coklat ungu sialan dari tangan. "Jangan dimakan," galaknya.
Gue milih diem dan nyuap ini es doger. Males gue asli, mau ngomong juga males, jengah, lah, pokoknya! Bahkan gue milih buang muka pas Yuno duduk sila di sebelah gue.
Gue nyuap dan liat Bubu ngejar-ngejar kupu-kupu kuning kecil.
"Bubu sehat dan aktif yah, Mas? Bahagia gue sebagai papi-nya yang ngurus dengan baik," Bangga Yuno setelah nyuap es doger.
Gue ngangguk ringan, bahkan tanpa noleh ke Yuno dengan pura-pura sibuk nyuap es doger gue.
"Mas," Yuno nyandarin kepalanya ke bahu. "Gusti ternyata baik, ya? Keliatannya doang dingin, tapi aslinya hangat, Pantes banyak yang suka,"
"Tinggian gue," respon gue lempeng, nggak tahu itu keluar sendiri.
"Kok, nggak nyambung?" Yuno angkat kepalanya dan noleh ke gue.
Gue tarik napas. "Iya, baik, kasih lu coklat,"
"Loh?" Yuno beringsut ngadep gue sepenuhnya.
Gue decakin lidah dan buang muka.
"Mas?" panggil Yuno.
"Em?"
"Pfft ..., cemburu?"
"Nggak ada," jawab gue.
"Cie, cie, cie ...," Yuno colek dagu gue berluang.
"Aish," Gue singkirin tangannya.
"Cemburu bilang aja kali," Sekali lagi dia colek dagu gue.
"Yun," Gue meremin mata dan pasang muka datar.
"Ah! Sayang," Dia meluk kaya meluk guling nyampe kakinya yang tadi ditekuk sila ikut melingkar di pinggang gue.
"Yun," Gue makin jengah.
"Utututututu ... Mas Yudha cemburu," Dia usak-usakin ujung hidungnya ke leher gue.
"Ck! Ah!" Gue jauhin leher dari dia.
Yuno ketawa. "Coba mana liat muka cemburunya?" Ditakup kedua pipi gue buat madep dia.
"Yun," Gue pasrah dan tutup mata saking jengahnya.
"Kalau cemburu ngomong, dong, Daddy! Gemes banget, sih!" Dia cubit ujung hidung gue main-main.
Asli, otak korteks frontal kiri gue makin jadi pemenang sekarang, Yuno malah berlaku imut tahu gue cemburu begini, sialan!
Yuno ngekekeh. "Mukanya merah nyampe telinga," katanya.
Gue diem dengan tetep tutup mata coba stay angry.
"Idungnya kembang kempis," Lanjutnya.
Gue tarik napas.
"Yun-yun cuma sayang Mas Yudha kali,"
Damn! Detik itu juga gue tubruk Yuno sambil ketawa, malu sialan! Malu banget asli, baru tahu gue cemburu dengan neurotisme kadar tinggi bikin gue beranggapan segala situasi bakalan jadi negatif, ternyata malah gue dapat pengakuan sebegini manis.
Gue usak puncak kepalanya setelah ngurai peluk. "Sorry," kata gue.
"Nggak usah cemburu," katanya.
Gue tarik napas. "Iyaa ...," Yuno itu dopamin gue, gue nggak suka kalau bahagia gue dilirik, apalagi diusik. Jujur gue takut, gue takut Yuno juga ikut terpikat sama pesona si most wanted sekolah sekarang yang jadi idaman.
"I Love You," Yuno senyum manis nyampe nyipitin mata nyisain dua garis cantik di kelopaknya sambil miringin kepala.
Gue balas senyum dan usak puncak kepalanya. "Senyum-nya cuma buat gue aja, ya? Jangan buat Gusti,"
Yuno ketawa. "Posesif amat Daddy Rahagi,"
Gue nyipitin mata pasang lagi muka datar.
"Ah, iya, iya ... iya,"
"Coklatnya buang sana!"
"Eung?"
Gue decakin lidah.
"Ah! Iya, iya, iya," Yuno langsung berdiri terus lari ke tong sampah sana, lagi-lagi Bubu juga ngikutin, pun saat dia balik lagi ke sini. "Udah," katanya, tapi sedetik kemudian. "Eh, bentar!" Dia kacak satu pinggang dan ngerling dengan satu tangan tetep pegangin cup es doger-nya. "Kalau dipikir gue bucin amat ya, Mas ama lu?"
Gue nahan ketawa dengan kulum bibir meski hasilnya bahu gue tetep getar karena nggak bisa.
"Iya anjir! Nggak mau tahu, pokonya lu harus ganti coklatnya sepuluh kali lipat sama permen susu tiga pack!" Galaknya dengan kembungin pipi. "Nggak mau tahu, nggak mau tahu, nggak mau tahu," Dia hentak-hentakin kakinya brutal ke tanah—mungkin—sadar akan kebucinannya lebih malu-maluin dari cara gue cemburu tadi.
Gue ketawa dan tarik tangannya nyuruh duduk. "Iya, iya, iya ...,"
Tbc ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Shitometri Love [Juara Kedua]
Ficção Adolescente[Boys Love] "Anjiir ... gila si nolep ini, nggak cuma cewek atau cowok doang yang naksir, setan juga naksir," Gue Yudhayaksa Rahagi, Cowok nolep kalau kata temen fujo akut gue si Ayu, tapi kata nyokap gue ganteng, kok! Meski kaca mata gue tebel, tap...