60 | Demam

20.3K 3.2K 409
                                    

Vote!

.

.

.

Gue keluar dari kamar mandi setelah mandi lagi dan ganti piama satin biru milik Yuno, dan Yuno yang tadi mandi duluan udah lagi keringin rambut pake hairdryer. Dia noleh.

Gue paksa senyum meski rasanya tengkuk makin kaku dan badan menggigil. Jalan ke dia terus meluk pinggang karena kedua tangannya terangkat ngeringin rambut.

Gue usakin muka ke ceruk lehernya lagi yang dingin. Dan otomatis Yuno ngeringin rambut bagian belakang gue.

"Dingin," kata gue tanpa lepas pelukan. Tapi emang rasanya dingin banget ini badan meski kening dan mata panas dan nggak karu-karuan.

"Mas?" Yuno ngurai peluk. "Lu demam," Kerasa dia nyentuh leher dilanjut nyentuh pipi.

Mata berat banget jadi gue tetep merem.

"Panas banget, Mas," Yuno nyentuh kelopak mata kanan gue.

Gue ngangguk. "Dingin," Sekali lagi kata itu keluar sendiri dari bibir.

"Mas?"

Nggak tahu, detik gue rasain Yuno balas peluk, tubuh gue ringan banget, antara sadar nggak sadar gue udah rebah di ranjang.

Mata gue berat jadi semua gelap, tapi telinga gue masih bisa samar-samar denger Yuno buka pintu dan manggil nanny-nya.

Gue lemes, lemes banget nyampe cuma buat buka mata aja nggak bisa, meski gue masih tetep denger Yuno panik dan nanny-nya dateng.

Kerasa kening dan pipi gue disentuh sama tangan dingin dan gue yakin ini pasti nanny.

"Maas ...,"

Gue denger suara serak Yuno, dan gue kerasa dia naik ke ranjang nyebelahin gue.

Dingin banget sumpah, bahkan kaki rasanya beku dan kebas, dada juga rasanya keteken, napas gue panas dan berat.

Dapat gue rasain lagi tubuh ini dipaksa setengah duduk dan mulut ini dikasih obat terus susah payah gue telen dengan minum air hangat yang juga disodorin di bibir.

"38,6°, Den," suara nanny.

Dan selimut gue rasain ngebungkus tubuh terus Yuno peluk gue juga.

"Nanny, tolong bikinin makanan, takut Mas Yudha belum makan juga,"

Dan telinga ini masih bisa denger nanny keluar dan tutup pintu.

"Mas ...," Yuno tenggelamin kepala gue ke lehernya. "Panas banget," katanya, dan setelah itu gue udah nggak tahu lagi hal selanjutnya.

.

.

.

Pelan gue buka mata yang rasanya masih sedikit berat, aroma vanila cendana Yuno begitu kuat dan pekat karena ternyata wajah gue di ceruk lehernya.

Lemes, tapi ini mending nggak terlalau dingin karena sedikit berkeringat. "Sayang," panggil gue ke Yuno dan ternyata suara gue serak.

"Mas," Yuno kebangun dan ngurai peluk. Dia beringsut duduk dan lap kening gue yang berkeringat. Dicek pipi dan leher gue sama punggung tangannya. "Panasnya turun," Bibir bawahnya getar dan matanya kembali berembun. Dia noleh ke jam dinding. "Jam lima seperempat," katanya ke gue.

Gue ikut noleh ke jam dinding dan balik natap Yuno.

"Jangan sakit," Dia rebah ke dada dan meluk gue lagi. "Gue takut,"

Nggak tahu, tapi hati gue hangat. Meski masih sedikit lemes gue usap belakang kepalanya lembut. "Lu jagain gue semalaman?"

Yuno beringsut duduk lagi dan lap ujung kelopak matanya. "Nggak, Nanny yang bolak balik ganti kompers-nya Mas," katanya jujur. "Gue bingung dan nggak bisa, jadi cuma bantu hangatin tubuh Mas aja," Dia masih sendu.

Gue ngekekeh, lucu banget jujurnya. "Dan nggak malu meluk gue di depan nenny?"

"Biarin, nanny kan tahu lu pacar gue," Dia meluk lagi tubuh gue kayak tadi.

"Yun," panggil gue.

"Hum?"

"Mas lapar,"

Yuno beringsut bangun lagi terus nyorot ke meja nakas. "Buburnya udah dingin yang semalem dibuatin nenny," Dan dia balik nyorot gue lagi.

"Minum aja nggak apa-apa," kata gue, asli gue beneran laper, mungkin ini juga yang makin bikin lemes.

"Bentar," Yuno ambil air minum di sebelah mangkuk bubur semalam dan kasih ke gue.

Gue bangun dan duduk nerima gelas air itu, minum nyampe tandas.

"Nanny baru aja tidur tadi jam tiga," kata Yuno kasih tahu.

"Iya nggak apa-apa, minum aja,"

"Tapi lapar ya? Semalem pasti belum makan malam, marah-marah, balapan ditambah kehujanan,"

Nggak tahu tapi itu lucu. "Maaf udah marah-marah,"

Yuno ambil gelas di tangan gue. "Maaf juga udah keras kepala dan posesif,"

Jujur gue masih lemas, tapi pengin ngusak puncak kepalanya.

"Mas laper?" Yuno ambil tangan gue di puncak kepalanya dan genggam hangat. "Gue bisa masak, tapi masak mie, mau?"

Gue ngulum senyum.

"Gue masakin ya?" Dia noleh ke jam dinding lagi.

Gue ngangguk.

"Bentar," Dia turun dari ranjang terus keluar kamar.

Sehilangnya punggung Yuno di balik pintu gue nggak rebah lagi, tapi mikir ternyata Yuno sebaik ini, bahkan ini masih terlalu pagi buat dia bangun di hari Sabtu, tapi buat bikin mie dia tetep mau.

Beringsut turun dari ranjang, gue mau susul Yuno ke dapur. Lemes? Masih, tapi nggak terlalu.

Nurunin anak tangga, terus belok masuk ke dapur. Hal pertama yang gue liat punggung tegap Yuno dengan piama satin warna pink betabur gambar keongnya berdiri hadap meja kompor.

Suasana rumah sepi, gue deketin dia terus peluk pinggangnya dari belakang dilanjut numpuin dagu ke pundak. "Bisa?" tanya gue.

"Loh? Di kamar aja, ini bentar lagi mateng," kata Yuno sambil nunjuk panci di atas kompor.

"Takut lu nggak bisa buka bungkus bumbu minyaknya," ejek gue.

"Kan ada gunting," Dia angkat setinggi wajah bumbu minyak itu dan gunting di depan gue.

Gue ngekekeh usakin kening ke pundaknya.

"Keren ya gue?" kantanya.

Gue tumpuin lagi dagu ke pundak dan ngangguk. "Tapi ini kok banyak amat?" Fokus gue kesedot panci dengan kuah mie yang berbusa hampir tumpah.

"Iya, bikin dua, telurnya empat," jawab Yuno sambil ngaduk-aduk, terus dia matiin kompor. "Biar lu kenyang," Dia balik badan, jadilah kami adep-adepan dengan tangan gue masih melingkar di pinggangnya.

"Terima kasih," Gue senyum.

"Jangan sakit, jangan kedinginan, jangan kelaperan," Yuno ngedongak nyingkirin rambut depan gue.

Gue kecup bibir bawahnya yang nyebik sendu itu sekilas. "Pasti, Sayang,"

"I Love You," Yuno rengkuh tengkuk pake kedua lengannya dan peluk hangat.

Gue sembuh karena Yuno obat. Gue hangat, karena Yuno peluk, gue nggak akan laper, karena Yuno masak.  "I love you too, Kitten,"

"Ya udah, ayo kita makan," Yuno lepasin pelukan.

Tbc ....

Dijual! Mas Yudha dengan roti sobek dan doritos nya! Link ada di bio atau wa ke adminnya di +62 838-2478-1293

Shitometri Love [Juara Kedua]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang