Vote!
.
.
Gue lepas kaca mata dan taro ke atas nakas.
Yuno narik lengan gue dan tanpa persetujuan dia jadiin bantal tiba-tiba.
"Kenapa?" tanya gue sambil ngerunduk liat muka Yuno yang ngedongak natap gue lekat sekarang.
Dia ngegeleng.
"Katanya tidur?"
Lagi-lagi cuma dijawab dengan ngegeleng.
Kami di kamar yang Arsen pilih, dan tadi Yuno minta tidur dipeluk kaya waktu tidur siang kemarin.
"Tidur, dong!" kata gue.
Yuno ngegeleng lagi. "Mau liat lu tidur dulu, kemaren tidur siang gue tidur duluan dan bangun terakhiran, mau liat muka polosnya Mas Yudha kaya apa, kata orang dulu, wajah paling jujur itu pas lagi tidur, muka tanpa ekspresi dan murni,"
"Beneran pemuja visual, hem?" Gue makin ngerunduk deketin muka.
Yuno ngekekeh. "Nggak boleh?" Dia juga makin ngedongak deketin mukanya ke muka gue, bikin jarak antara hidung kami kurang dari satu inchi.
Gue kasih dia senyum hangat, terus peluk erat dan numpuin dagu ke puncak kepala. "Dener yah, Bayi ... kalau cinta pake karena, cinta itu juga pasti akan berhenti saat yang menjadi sebab karena itu hilang atau pergi, segalalanya bisa berubah, alam punya aturannya," Gue ambil jeda dengan cium dan sesap dengan hidung puncak kepala itu sayang. "Baiknya, jatuh cinta itu ke seseorang yang mau diajak bercanda dan bertengkar, beri ruang dan sadar bahwa yang dicintai punya cacat juga karena dia manusia, di dunia ini nggak ada yang sempurna,"
"Nggak paham," kata Yuno di ceruk leher gue.
Gue ngekekeh. "Singkatnya begini," Gue ubah posisi dengan nakup kedua rahang Yuno pake dua tangan. "Cinta pake alasan misal dia ganteng, cantik atau berduit, maka cintanya juga akan selesai kalau ganteng, cantik dan duit itu udah nggak dia miliki, see? Kaya lu ke cimol misal, lu selera karena bulat sempurna, tapi pas dia penyok, lu udah nggak mau makan lagi,"
Yuno kedip satu kali polos abis itu ngerling. "Tetep nggak paham, perumpamaan lu pake cimol,"
Gue ketawa. "Ya udah lupain," Dan peluk lagi kepalanya untuk tenggelam ke dada. "Dah tidur,"
"Mau liat lu tidur," Yuno ngedongak lagi.
"Dah tidur!" Gue tenggelamin lagi ke dada.
"Ya udah, deh! Gue tidur, gue butuh tidur untuk ketampanan,"
Sekali lagi gue ngekekeh, anak ini ada-ada aja.
Dia makin eratin pelukan dan usakin muka ke ceruk leher nyari kenyamanan.
Telaten dan lembut gue belai helaian rambutnya, sesekali gue cium dan sesap dengan hidung puncak kepalanya lagi, aroma Yuno mirip vanila, tapi juga sedikit rasa cendana, manly tapi manis.
Hingga lambat-lambat napas teraturnya mulai gue terima di indra. Masih belai lembut helaian rambut gue ngurai jarak buat liat wajah Yuno dari dekat.
Belaian lembut gue pindah ke pipi, rahang dan juga pelipisnya. Yuno tampan, tapi juga manis dalam waktu bersamaan, hidungnya tinggi, bulu matanya lentik, pipinya yang halus pulih sedikit kemerah-merahan karena rona semu, indah ... mungkin dia Aphrodite dalam wujud anak laki-laki cantik, apalagi bibirnya pink alami dan selalu keliatan basah mengkilap.
Gue ngekekeh pelan dan ringan. Kayaknya karena dia kebanyakan makan permen. Yah! Permen yang manis itu, manis, manis kaya rasa bibirnya yang pernah gue sesap dan lumat, candu dan mabuk.
Gue makin tatap lekat bibir pink tipis Yuno yang sedikit terbuka, gue usap pake jempol lembut, dan tanpa sadar napas gue mulai berat. Yakin sesuatu terjadi dalam diri, seolah sesuatu merayap di bawah perut, naik kemudian menyeruak melintasi uluh hati, dorongan kuat dan tanpa otak gue lumat, lumat belah bibir bawah itu dengan tarikan napas dalam dan pejamin mata.
Napas gue makin berat sedetik setelah lumatan. "Gue gila," Sebisa mungkin gue coba kembali ke bumi, segalanya tentang Yuno, keindahannya, raomanya dan napas tubuhnya bisa bikin gue celakain dia.
Nelen ludah kasar, pelan gue lepas pelukan dan tarik satu lengan yang dia jadiin bantal. Pelan-pelan gue beringsut turun dari ranjang, dan ambil satu bantal.
Gue milih pindah ke sofa dan rebah ke sana. Atur napas dan tenangin diri nyampe tiba-tiba hidung gue rasanya kesumbat cairan. "Sial," Gue mimisan, beringsut duduk dan lap filtrum, ini nggak banyak jadi gue tenang.
Gue masuk ke kamar mandi dan bersihin mimisan di washtafel, dan untung nggak berlanjut, darah berhenti ngalir dan gue bisa tarik napas lagi lewat hidung.
"Mas,"
Gue noleh detik itu juga ke pintu yang baru aja dibuka dari luar sama Yuno yang manggil gue.
Dia jalan ngedeket pake mata ngantuknya. "Kenapa?" tanyanya serak dan kucek mata pake punggung tanggan.
"Nggak apa-apa," jawab gue pake senyum hangat biar dia yakin.
"Jangan pergi, mau dipeluk sampai pagi," Dia meluk gue lagi.
Astaga, gemesnya kucing anggora ini....
"Ayo balik ke kasur, gue ngantuk," rajuknya manja ngomong di ceruk leher.
Gue ngangguk, dan sedetik kemudian Yuno narik gue ke luar kamar mandi setelah lepas pelukan.
Nyampe di depan sofa gue lepasin genggaman. "Gue tidur di sofa aja,"
"Eung?" Yuno balik badan dan ngedengung pake acara miringin kepala natap gue pake mata ngantuknya.
"Gu-gue tidur di sofa," Ulang gue.
Yuno ngangguk, terus dia lanjut jalan ke ranjang, sementara gue rebah ke sofa, tarik napas dalam dan coba pejamin mata, hingga. "Ugh!" Gue buka mata lagi sepontan karena Yuno tiba-tiba naik ke dada bawa selimut.
"Gue juga tidur di sofa," Dia peluk leher erat dan usakin pipi ke dada gue nyaman.
Astaga, gue bisa gila.
Tbc ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Shitometri Love [Juara Kedua]
Roman pour Adolescents[Boys Love] "Anjiir ... gila si nolep ini, nggak cuma cewek atau cowok doang yang naksir, setan juga naksir," Gue Yudhayaksa Rahagi, Cowok nolep kalau kata temen fujo akut gue si Ayu, tapi kata nyokap gue ganteng, kok! Meski kaca mata gue tebel, tap...