69 | Sosok Sempurna

15K 2.6K 541
                                    

Vote!

.

.

Yuno masih ngambek ke gue, jam selesai upacara nggak tahu dia ke mana, tadi dia baris di depan gue selang dua baris tapi pas bubar udah ngilang aja.

Nyelisik nyapu pandang nyariin dia di tengah bubarnya siswa tapi tetep nggak ketemu juga nyampe gue nepi dan sekarang jalan di koridor.

Anak SGG yang gue kenal juga pada nggak ada. "Mereka bolos?" simpul gue sendiri. Hela napas, Yuno kadang kaya bocah banget, astaga ... ini gue harus nyari ke mana? Masalah makan bubur aja dia masih kesel, ditambah dia ngira gue berlebihan simpati ke Nizam, yang padahal gue cuma liat dari sisi manusia yang sama-sama punya hati.

Ambil ponsel di saku celana buat hubungin Yuno. Mana hari ini panas banget, hingga‐

"Baby," ‐Sebuah panggilan bikin gue noleh ke belakang. "Air putih? Panas banget, pasti harus," Abi nyodorin air mineral dingin ke gue.

Gue balik badan sekalian. "Lu nggak waras?" tanya gue sedikit ngedongak karena emang tinggi dia, mugkin selang dua atau tiga centimeter tentu aja karena dia kapten basket.

"Waras, sehat dan jatuh cinta sama lu," jawabnya pake senyum akrab kaya biasa dulu dia selalu nyapa gue. "Minum ya! Pasti haus, panas banget soalnya,"

"Mending lu kasih ke Nizam," Gue nyorot Nizam yang berdiri sedikit jauh di belakang kami dengan muka pucat pasinya kayak tadi pagi.

"Gue udah selesai sama dia," kata Abi dengan tetep nyodorin itu air mineral ke gue.

"Gue ada Yuno, lu perlu sadar itu," Gue ambil kasar itu air mineral dan jalan ke Nizam.

"Yuno sama Gusti aja, Yud ... lu sama gue, Please, terima!" ratapnya. Tapi Gue nggak peduli permohonan Abi yang kedengeran begitu nelangsa di telinga. "Yudha!" Dia ngejar.

"Diem!" Gue balik badan dan tuding mukanya. Dia beneran diem dengan nelen ludah kasar.

Gue noleh lagi ke Nizam. "Mending balik kelas, Zam!" Dan kasih air mineral dingin tadi ke Nizam.

"Yud? Tapi ini buat lu," Dia ngedongak natap gue pake mata merah basahnya meski ari matanya nggak ngalir setelah ngelirik Abi sekilas.

"Balik kelas!" perintah gue mutlak, dan detik berikutnya gue tarik pergelanagn tangan Nizam buat tuntun dia naik ke lantai dua kelas kami.

"Yud?" Nizam sedikit coba berontak meski nggak mampu karena dari ukuran telapak tangan kami aja beda jauh. "Yudhaa ...," suaranya serak dan getar.

Gue tarik napas jengah dan balik badan natap dia tepat di undakan anak tangga terakhir. "Ini airnya buat lu," Nizam lap pipinya yang basah.

"Zam?"

"Tolong terima biar Abi nggak patah hati," Dia sesenggukan.

"Kita ke rooftop!" Gue tuntun dia lagi semakin naik, naik dan kami berdua sampai di rooftop dengan Nizam terus sesenggukan di tiap langkah kami.

Lepasin pergelanagn tangan Nizam dan balik badan terus ngerunduk buat napat wajah basahnya. "Zam ...,"

"Gue sayang Abi, gue nggak mau Abi patah hati lu tolak pemberiannya," Nizam semakin ngerunduk dengan lap pipinya.

Nggak tahu dorongan dari mana gue peluk dia, tenggelamin kepalanya yang emang pas di dada gue
Bisa-bisanya ada makhluk pinter tapi bisa sebego ini, dia bilang nggak mau Abi patah hati, tapi hatinya sendiri pasti lebih patah lagi liat semestanya muja yang lain.

"Gue sayang Abi ... jangan bikin dia patah hati," Dia semakin sesenggukan yang redam dalam dekap meski dia nggak balas meluk gu.

"Zaam ... lu juga patah hati, jangan begini," Gue tumpuin dagu ke puncak kepalanya, rasanya kaya nggak rela liat dia sesakit ini, dan saktinya juga karena gue penyebabnya.

"Gue sayang Abi, tolong terima pemberiannya," Dia makin terisak.

Gue urai peluk dan ngebungkuk nakup kedua pipi chubby-nya. mata cantiknya terpejam tapi air mata terus berlinang.

"Gue lebih sakit liat dia nggak bisa gapai apa yang dia mau, gue lebih sakit liat dia tertolak, gue lebih sakit liat dia sedih ...,"

"Husst ... liat gue! Dia cuman lagi buta aja, dia cuma lagi salah aja, tugas lu sadarin dia bukan buat dukung dia deketin gue, Zam," kata gue lembut biar bisa dia resapi pun pahami.

Nizam yang masih merem itu ngegeleng. "Dia nggak salah, tapi gue yang kalah. Gue nggak bisa jadi sempurna kaya apa yang Abi mau, karena yang Abi mau itu lu, Yud! Lu yang sempurna, sempurna buat jadi pendampingnya,"

"Siapa yang bilang? Lu sempurna, Zam. Lu yang terbaik ... lu adalah cowok manis paling sempurna yang pernah ada, kalau lu mau tahu, gue yang di mata Abi itu sempurna justru pernah sempat jatuh cinta ke lu, suka sama lu." Jujur gue ke dia. "Lu sempurna ... lu baik, lu cerdas, lu pinter, lu juara pertama, lu segalanya,"

"Oh? Keren ya?"

Sontak gue noleh ke sumber suara, dan di ambang pintu rooftop Yuno berdiri di sana. "Y-Yun?" Gue lepasin takupan tangan di pipi Nizam dan berdiri tegak.

"Terjawab udah pertanyaan gue sedari dulu kenapa lu mimisan tiap kali ketemu Nimnim, ternyata jatuh cinta bukan alergi," Yuno smik tipis.

Gue gelagapan, sumpah otak gue macet, nge-lag.

"Yun," panggil Nizam lirih.

Yuno tarik napas dalam dan jilat bibir bawah.

"Sayang ...," Gue jalan ngedeket ke dia pake langkah lebar.

"Stop!" Dia angkat satu tangannya. "Gue pusing, rasanya makin runyam sama cinta jajar genjang ini, gue capek, Yud!"

"Yun, gue bisa jelasin," Gue hendak raih pergelangan tangannya.

"Gue nggak ikutan lagi," Yuno angkat kedua telapak tangannya setinggi dada.

"Yun,"

"Satu buat lu, Manusia Cerdas ber IQ 140 Yudhayaksa Rahagi! Jangan jalin hubungan dengan yang lain saat hati lu sebenarnya terpaut ke sosok yang lain yang menurut lu lebih sempurna,"

"Yu-,"

Dan Yuno pergi ninggalin gue gitu aja.

Tbc ....

An : Gimana? Udah nggak gitu-gitu aja hubungan Yudha-Yuno nya, 'kan?

Btw dibeli buku gue, guys!! Limited edition, sepesial potongan harga masa PO nih! Bonus 1 cerita Dae_Mahanta yang cuma bisa dibaca kalau lo beli bukunya aja. Buruan! Terbatas!! Link ada di bio atau wa ke adminnya di +62 838-2478-1293

 Buruan! Terbatas!! Link ada di bio atau wa ke adminnya di +62 838-2478-1293

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Shitometri Love [Juara Kedua]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang