Happy Reading!!!
***
Bangun dalam keadaan kepala yang terasa berat, Raja menatap sekeliling demi memastikan keberadaannya, sambil mengingat apa yang terjadi kepadanya, hingga sebuah ingatan tentang kepergiannya ke bar melintas dalam benak. Dan hal itu yang membuat Raja mengumpat setelahnya.
Ini yang tidak Raja sukai dari minuman beralkohol. Tapi karena sebuah masalah yang membuatnya frustrasi, Raja berlari pada minuman sialan itu. Dan Ia tidak ingat berapa gelas yang dirinya habiskan, hingga membuatnya bangun dalam keadaan kepala sakit seperti ini. Namun ia bersyukur karena bangun di tempat yang benar. Apartemennya. Meskipun Raja tidak sama sekali ingat bagaimana caranya ia pulang.
Melirik jam yang tertempel di dinding kamarnya, Raja lagi-lagi mendengus saat mendapati hari ternyata sudah cukup siang. Jam sembilan. Sudah jelas dirinya terlambat masuk kerja. Tapi meski begitu Raja tidak berniat untuk kembali mangkir setelah beberapa hari kemarin tidak pergi ke kantor akibat urusan yang membuatnya berakhir seperti sekarang.
Namun di saat dirinya sedang ingin cepat, sebuah masalah tidak membiarkannya cepat-cepat ingkah. Raja tidak bisa pergi sebelum keadaan apartemennya rapi seperti semula. Dan sialnya, sekarang tempat tidurnya begitu berantakan dan kotor, membuat Raja mau tidak mau harus lebih dulu membereskan kekacauan itu terlebih dulu sebelum ia benar-benar membersihkan diri.
Seprai hitam dengan selimut yang memiliki warna senada itu Raja masukan ke dalam kantong laundry, berniat membawa kain tersebut ke tempat pencucian karena Raja tidak memiliki waktu untuk melakukannya sendiri.
Tidak hanya itu, pakaian yang berserakan di lantai pun ikut Raja punguti dan dirinya satukan dalam satu kantong. Begitu urusan ranjang selesai, barulah Raja mengayun langkahnya masuk ke dalam kamar mandi, ia butuh kucuran air dingin untuk meredakan mabuknya, juga membersihkan tubuhnya yang terasa lengket.
Tidak lama, karena kurang dari setengah jam, Raja bahkan sudah selesai berpakaian, ia siap berangkat ke kantor, tanpa peduli sarapan. Cukup segelas kopi hitam, dan Raja akan menahan lapar hingga jam makan siang.
Melirik pintu yang ada di depannya, Raja merasa getar aneh menghinggapinya, hingga bayang sosok cantik yang selalu dihindarinya datang dan menari-nari dalam benaknya. Namun dengan segera Raja enyahkan itu semua. Ia mengambil langkah cepat meninggalkan apartemennya, masuk ke dalam lift dan mengendarai mobilnya menuju kantor. Banyak pekerjaan yang sudah menunggu dan Raja yakin Ervan akan mengomelinya begitu sampai.
Sahabat sekaligus asisten kepercayaannya itu memang tidak pernah segan. Namun Raja tidak sama sekali menyesal telah menjadikan Ervan sebagai orang kepercayaan. Sahabatnya itu bisa diandalkan, dan selalu paham apa yang harus di lakukan tanpa menunggu Raja perintahkan. Seperti pekerjaan yang ditinggalkannya beberapa hari belakangan, Raja yakin semua sudah Ervan atasi. Dan sekarang Raja hanya perlu tahu perubahan jadwalnya. Setelah itu nikmati kesibukan yang tidak pernah ada habisnya.
Beginilah Raja sekarang. Setelah terlepas dari tanggung jawabnya sebagai seorang pelajar, kini Raja sibuk dengan pekerjaan yang orang tuanya bebankan. Meski sebenarnya bukan ini yang dirinya inginkan. Tapi mau bagaimana lagi, Raja tidak bisa memilih keinginannya sendiri, sebab sang ayah sudah mengaturkan segalanya.
Memasuki lift yang terbuka untuknya, Raja menekan tombol menuju lantai dimana ruangannya berada, dan begitu tiba, wajah masam Ervan lah yang menyambutnya. Raja tidak sama sekali berniat mempertanyakannya, karena ia jelas tahu apa penyebabnya. Raja memilih langsung menanyakan jadwalnya karena baginya yang terpenting sekarang bukanlah omelan Ervan, tapi pekerjaan yang akan memberinya kesibukan.
Sayangnya Ervan terlihat lebih peduli dengan alasan kepergiannya tiga hari kemarin di bandingkan dengan jadwalnya yang pasti berantakan. Hanya saja Raja enggan membahasnya. Maka dari itu Raja memilih mendiamkan saja Ervan dengan pertanyaan-pertanyaannya. Hingga sahabatnya itu lelah sendiri dan memilih memberikan pekerjaan yang sudah menunggu untuk di selesaikan.
“Sebenarnya gue gak begitu masalah dengan kepergian lo yang tanpa kabar itu, Ja,” Ervan yang semula sudah akan pergi dari ruangan Raja, kembali menghentikan langkahnya. “Gue gak peduli meskipun lo gak kembali,” tambahnya seraya menatap Raja yang ikut menghentikan kegiatannya membuka map pekerjaan. “Tapi Melody … dia khawatirin lo sepanjang hari.”
“Tapi gue gak minta dia melakukan itu,” bantah Raja. “Dia sendiri yang menginginkannya ‘kan?” Raja enggan di salahkan. Karena jelas bahwa selama ini ia sudah terang-terangan meminta Melody menghentikan usahanya mengejar. Sampai kapan pun Raja tidak bisa membalas apa yang sudah Melody lakukan.
“Dia cinta sama lo, Ja,”
“Tapi gue enggak,” sela Raja cepat dan gamblang. Membuat Ervan semakin dalam menatap sahabatnya dengan rahang mengeras dan jemari terkepal erat. Ervan memang sudah sering mendengar kalimat gamblang seperti itu keluar dari mulut sahabatnya. Tapi sampai sekarang masih saja Ervan merasa tak habis pikir. Raja benar-benar keterlaluan.
“Berhenti bahas tentang dia di depan gue, Van. Cukup kehadirannya yang selalu mengganggu, jangan pula tentang dia lo bawa-bawa, dan buat gue muak. Lebih baik sekarang lo balik kerja,” ujarnya dengan nada malas.
Mendengar itu Ervan tidak lagi berniat membuka suara, bukan karena patuh dengan titah sang atasan yang merupakan sahabatnya juga. Hanya saja Ervan tahu bahwa dilanjutkan pun tidak akan pernah memberi secercah harapan. Yang ada Ervan semakin dibuat emosi dengan kalimat-kalimat Raja yang sarat akan penolakan. Beruntung kali ini Melody tidak ada di dekat mereka. Karena jika sampai itu terjadi, Ervan tidak bisa membayangkan sesakit apa Melody sekarang.
Sayangnya, tanpa Ervan sadari sosok Melody sudah mendengar apa yang Raja lontarkan. Dan sungguh kini perasaannya teramat hancur.
Setelah percaya diri kedatangannya akan di sambut baik oleh sang pujaan hati, Melody yang datang membawa senyum sejuta watt spontan terlempar ke dalam jurang yang begitu dalam. Apa yang dirinya dengar begitu menyakitkan, hingga membuat Melody tak mampu membendung kesakitan. Air matanya yang di pikir tidak akan lagi datang selain haru seperti semalam, nyatanya malah muncul lebih menyakitkan.
Melody tidak tahu yang di dengarnya ini sungguhan atau hanya sebuah rasa dari ketakutan, yang jelas Melody menolak untuk percaya setelah semalam ia yakin tidak bermimpi ketika ungkapan sayang itu Raja lontarkan. Bahkan hingga sekarang Melody masih dapat merasakan jejak sentuhan Raja yang membuatnya seakan melayang.
Sakitnya sebuah penyatuan yang dilakukan untuk pertama kali masih dapat Melody rasakan. Dan jejak cumbuan yang semalam Raja tinggalkan masih menghiasi tubuhnya di balik pakaian.
“Apa mungkin Raja gak ingat kejadian semalam?” Melody bermonolog sembari membawa langkahnya kembali ke ruangan. Melody memutuskan untuk tidak jadi mendatangi Raja. Ia masih perlu meyakinkan diri bahwa apa yang barusan di dengar hanya bagian dari mimpi buruknya saja. Karena Raja-nya yang sekarang bukan lagi sosok yang kejam.
Raja sudah mengungkapkan rasa sayangnya. Bahkan kalimat cinta yang selalu Melody anggap mustahil Raja ucapkan berhasil lolos mengiringi pelepasan mereka semalam.
“Yang barusan ngomong pasti bukan Raja,” Melody kembali menyangkal meski degup jantung bergerak menyesakkan akibat kalimat Raja barusan yang terus terngiang.
***
Dari kemarin sebenarnya aq mau up tuh. Tapi karena kesibukan jadi lupa. Maaf guys..
Tapi aq janji kalau part ini rame akan kasih double nanti.See you next part!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Melody untuk Raja
General FictionCinta memang butuh perjuangan. Tapi apa masih harus bertahan di saat perjuangan itu bahkan tak di hargai? Melody lelah. Tapi dia tak ingin menyerah. Atau lebih tepatnya belum? Entahlah, karena yang jelas Raja terlalu Melody cinta sampai ia tidak ped...