Part 21

11.8K 498 12
                                        

Happy Reading!!!

***

Orang bilang, pertemuan setelah lama menghilang adalah hal yang menyenangkan dan mengharukan, obat terampuh dari rindu yang menumpuk. Sebuah oase di pada pasir yang begitu menyegarkan.

Tapi Melody malah justru merasa sesak, hatinya berdenyut dengan mata memanas. Sebuah pertemuan yang tak di sangka membuat Melody begitu terlihat rapuh sampai kehilangan keseimbangan, mengejutkan Amara yang berada di samping.

Sekretarisnya itu bahkan sampai menjerit panik, mengejutkan dua orang yang sudah tiba lebih dulu di ruang meeting, menunggu kedatangannya. Salah satunya sosok yang beberapa saat lalu dibahasnya bersama Alexa. Sosok yang belum siap Melody lihat. Setidaknya untuk sekarang. Karena nyatanya baru tadi ia mencerna segala ocehan Alexa mengenai hatinya. Dan Melody belum memiliki tekad.

Sialnya laki-laki itu malah justru muncul lebih awal.

Miss, are you oke?” Amara bertanya dengan suara pelan sambil berusaha menahan tubuh Melody agar tidak benar-benar tumbang.

Melody tak sama sekali menjawab. Tatapannya tetap lurus ke depan, pada sosok yang juga tengah menatapnya dengan sorot yang rumit.

Tidak. Melody tidak ingin mengartikannya, sebab ia tidak siap menemukan cemoohan pria itu untuk kondisinya yang memang tak baik-baik saja sejak hari dimana pernikahan Raja dirinya hadiri.

Melody tidak bisa baik-baik saja sebagaimana Raja yang bahagia bersama kehidupan barunya.

Tidak. Melody tidak bisa membohongi diri. Ia tidak bisa berpura-pura. Hatinya tak sanggup berbohong, terlebih pada sosok itu langsung. Melody lemah, mengingat cintanya amatlah besar.

Miss—”

“Batalkan meeting-nya, please!” pinta Melody dengan suara amat lirih. Dipastikan hanya Amara seorang yang dapat mendengarnya.

“Tapi Miss …?”

“Apa pun resikonya gue gak peduli,” Melody menggelengkan kepalanya lemah. Air mata yang semula di tahan tak lagi dapat di sembunyikan, bahkan isakan tidak bisa Melody redam.

Perlu usaha ekstra untuk Melody berbalik dan mengayunkan langkah keluar dari ruang meeting.

Namun Melody benar-benar merasa tak sanggup, bayangan mengenai pernikahan Raja kembali menguasai, membuat tubuhnya lemah dengan hati teremas hebat. Rasanya benar-benar menyakitkan.

Melody benci keadaannya yang seperti ini. Melody benci hatinya yang tak bisa di kendalikan. Melody benci cintanya yang begitu besar dan dalam. Melody benci … benci pada dirinya sendiri yang begitu lemah hanya karena seorang Rajata.

“Mel?”

Melody menggeleng, tidak siap mendengar suara itu. “Pergi,” pintanya dengan suara lirih. “Pergi,” ulangnya begitu menyesakkan.

Namun Raja mengabaikan. Karena di bandingkan pergi, Raja lebih ingin menghampiri. Dan keinginan hati tidak sama sekali tubuhnya khianati, karena sekarang Raja benar-benar mendekat, menghampiri Melody yang bersandar pada pintu kaca yang terbuka, berusaha menyeimbangkan diri sebelum melanjutkan langkah pergi.

Sayangnya, sebelum sempat Melody mampu menegakkan tubuhnya lagi, Raja sudah lebih dulu berada di sisinya, berdiri dengan perasaan yang sama terlukanya.

Namun sial, karena Melody tidak melihat itu.

Melody memilih untuk menunduk sambil menahan debar di dada, menahan lonjakan rindu yang menyiksa, juga sakit yang menyesakkan jiwa.

Melody tak sanggup membawa tatap pada sosok Raja yang masih dirinya puja. Melody takut … takut tak lagi bisa melepaskan Raja. Takut dirinya kembali rela terluka.

Melody untuk RajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang