Part 25

8.9K 327 9
                                    

Happy Reading !!!

***

Annika sudah meninggal.

Itu benar-benar kejutan. Namun entah harus ekspresi apa yang Melody berikan karena untuk bersorak girang tidak sama sekali hatinya inginkan.

Melody kembali menatap Raja. Mencari kebohongan dari kedua mata elang itu. Namun yang Melody dapat malah justru sebuah kesungguhan, dan semakin dalam dirinya menatap semakin dalam mata itu menenggelamkannya. Membuat Melody cepat-cepat memutus pandangan, dan menatap ke mana saja asal tidak pada Raja. Karena sesungguhnya hatinya begitu lemah. Dan Melody takut secepat itu dirinya percaya hingga kembali menjatuhkan rasa.

Melody masih trauma, meski jauh di lubuk hati memiliki Raja adalah impian terbesarnya.

“Annika meninggal di usia pernikahan kami menginjak bulan ke sembilan. Dan sejak awal pernikahan dia sudah meminta gue nyari lo, meyakinkan lo bahwa kita akan bahagia bersama. Tapi gue gak menurutinya, gue gak mau kembali membuat drama, gue gak mau makin melukai lo jika harus membawa lo ke tengah-tengah pernikahan gue sama dia. Sampai akhirnya Annika jujur soal penyakitnya. Dia gak mau gue kembali menjadi boneka bokap setelah kepergiannya, itu kenapa Annika meminta gue nyari lo. Karena bagi dia lo yang berhak ada di samping gue. Bersama lo kebahagiaan yang gue inginkan akan tercapai,” menarik napas pelan, Raja yang sejak tadi duduk menyamping menatap Melody, kini menegakkan tubuhnya dengan tatap lurus ke depan.

“Gue gak bermaksud mencari empati. Tidak juga meminta di kasihani. Apa yang gue katakan adalah fakta yang tidak bisa gue sembunyikan lebih lama lagi. Gue mencintai lo bukan sekadar kebohongan. Sejak dulu gue ingin jujur, tapi gue gak mau semakin menyakiti lo,” karena bertahun-tahun memberi luka saja Melody tetap tidak baik-baik saja ketika dirinya berakhir dengan perempuan lain di pelaminan.

Apa kabar hati Melody andai dulu kata cinta sempat Raja ungkapkan?

“Sekarang gue merasa gak memiliki halangan. Lebih tepatnya belum,” karena nyatanya ada lagi perjodohan yang berusaha ayahnya wujudkan. Tapi Raja tidak akan begitu saja mengabulkan, sebab kini ada Melody yang ingin dirinya perjuangkan.

“Itu kenapa gue berani mengungkapkan segala rasa yang selama ini gue pendam. Gue berharap lo masih mau memberikan hati lo untuk gue. Untuk gue miliki. Karena seperti yang gue bilang, gue menyadari ketidakmampuan gue tanpa lo disisi gue,” melirik sekilas, Raja berikan senyum lembut penuh ketulusan, sebelum kemudian menarik wanita itu ke dalam pelukannya.

“Gue sayang lo, Mel,” ucapnya begitu pelan dan lirih. “Gue mencintai lo jauh sebelum hari ini,” tambahnya sambil meresapi hangatnya pelukan mereka.

Please, kembali,” pinta Raja dengan nada penuh harap. Karena Raja kali ini benar-benar merasa tak yakin jika harus merelakan Melody pergi lagi.

Tangis Melody semakin menjadi dalam pelukan Raja yang bertambah erat. Sejujurnya Melody tau keinginan hatinya, tapi merasa tak siap untuk menuruti apa yang Raja minta. Melody takut jika ini hanya sekadar mimpi belaka. Melody takut semuanya tak nyata, Melody takut hanya berdelusi.

Lebih takut semua hanya permainan Raja saja demi membuatnya semakin merana. Tapi jauh di lubuk hati, Melody ingin memberi Raja kesempatan untuk memilikinya.

“Gue tahu tidak mudah untuk lo percaya pada semua yang gue ucapkan. Gue sadar lo terkejut dengan semua yang lo dengar. Sikap gue yang berubah di pertemuan ini membuat lo pastinya bertanya-tanya dengan hal apa yang sudah terjadi. Gue mewajarkan semua itu. Karena gue pun sadar ini terlalu tiba-tiba, terlalu mendadak dan mengejutkan. Tapi Mel, gue memang tidak sesabar itu. Bertahun-tahun gue mengharapkan bisa memeluk lo, bisa berbicara lebih baik sama lo, menghabiskan waktu bersama lo. Sampai akhirnya gue memiliki kesempatan untuk melakukannya. Sekarang. Gue gak bisa melepas lo lagi, Mel. Gue gak mau lo pergi dari sisi gue lagi. Gue pengen terus seperti ini. Bersama lo. Mewujudkan mimpi yang sama-sama kita ingin raih.”

 Setelahnya keadaan menjadi hening, baik Raja maupun Melody tidak ada yang membuka suara, keduanya seolah sepakat untuk saling meresapi. Mencerna baik-baik keinginan hati masing-masing. Menikmati waktu yang indah ini selama beberapa menit. Sampai akhirnya Melody mengajak Raja untuk kembali ke apartemen karena cuaca yang sejak pagi memang tak begitu cerah bertambah mendung, menandakan bahwa hujan akan segera turun, meskipun itu tidak selalu.

“Lo lapar gak, Ja?” karena seingatnya mereka baru sarapan, sementara makan siang tidak sempat di lakukan saking tenggelamnya pada obrolan yang cukup berat.

“Lo mau masak?”

Melody menggeleng. “Delivery. Gue bertahun-tahun terlalu sibuk cari perhatian lo, sampai gak sempat belajar masak,” itu adalah kenyataan. Dan sekarang Melody merutuki kebodohannya itu.

“Ck, makanya kalau di bilangin jangan ngeyel,” dan sebuah sentilan pelan Raja berikan di pelipis Melody. Perempuan itu memberikan cengiran polosnya, membuat Raja yang gemas mengusak rambut panjangnya sebelum menarik Melody ke dalam pelukan dan dibubuhkannya sebuah kecupan di puncak kepala gadis itu. Membuat semburat merah berhasil menghiasi wajah cantik Melody.

“Rambut gue yang lo acak-acak, kenapa malah hati gue yang berantakan?”  ucap Melody dengan suara yang mampu Raja dengar, sebab Melody memang tidak berusaha menyembunyikan rasanya pada sang pujaan.

Sejak dulu Melody selalu terang-terangan, dan sekarang tak harus membuatnya malu-malu ‘kan? Toh Raja juga sudah tahu betapa dia memuja laki-laki itu.

Dan mendengar itu Raja sontak meloloskan tawanya. Membuat Melody mendongak, menatap Raja dengan sorot takjub. “Sejak dulu gue berharap mendapatkan senyum lo, Ja. Gue berharap bisa menikmati tawa lo. Sialannya lo malah terus-terusan ngasih gue wajah dingin dan mata sinis,” Melody mendengus sebal mengingat bagaimana tatapan Raja tertuju padanya selama ini.

“Mulai sekarang lo bisa menikmatinya,” kata Raja dengan ringan.

“Emang lo bakalan tinggal di sini selamanya?”

“Lo mau tinggal di sini selamanya?” bukannya menjawab, Raja malah justru balik bertanya, dan Melody tidak mampu menjawabnya. Terlalu bingung untuk memutuskan. “Kalau memang iya, gue siap pindah ke mana pun lo ingin menetap.”

“Lo yakin?”

Raja tak segan-segan untuk mengangguk. Selama di sampingnya ada Melody, Raja tak akan ragu tinggal di mana saja.

“Terus urusan lo di Indonesia gimana?”

“Gak gimana-gimana. Lagi pula di sana ada Ervan. Dan gue bisa melakukan pekerjaan di mana aja. Jangan lupa, sayang, jaman sekarang sudah serba canggih,” dan sebuah kerlingan Raja berikan, membuat wajah Melody sukses kembali memanas, menghadirkan semburat merah yang malah semakin menambah kadar cantiknya seorang Melody. “Jadi gimana, mau lo yang ikut gue, apa gue yang ikut lo?”

Namun Melody tak memberi jawaban, hanya merespons lewat kedikkan bahu, lalu mendorong Raja agar melepaskan pelukannya.

Sesungguhnya Melody sudah memiliki jawaban, tapi belum mampu dirinya ungkapkan. Melody perlu lebih meyakinkan hatinya dulu, karena ia tidak ingin salah mengambil langkah. Bagaimanapun Melody enggan kembali terluka. Terlebih oleh orang yang sama. Jadi biarlah mereka menikmati waktu seperti ini dulu. Sampai Tuhan mengambil tindakan, menyatukan atau justru melepaskan.

Melody akan menerimanya dengan lapang. Ia tidak ingin terlalu memaksakan seperti dulu.

***

Yang udah gak nahan pengen baca kisah Melody dan Raja, kalian bisa beli e-booknya di google play book ya, guys.

Jangan lupa bacanya dari awal, karena ada part yang gak aq publish di sini.

Link e-book ada di bio.

Melody untuk RajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang