Happy Reading!!!
***
“Lo sebenarnya sakit apa sih, Ja!” heran Ervan saat kembali mendapati sahabat sekaligus bosnya itu muntah-muntah.
Sudah terhitung lebih dari dua minggu Raja mengalami hal ini. Dan anehnya ketika siang datang Raja akan baik-baik saja. Tidak ada keluhan apa pun, bahkan Raja bisa bekerja sebagaimana biasanya. Membuat Ervan kadang jengkel, karena di bandingkan harus merepotkan istrinya, Raja lebih suka merepotkan Ervan.
Raja akan berlaga baik-baik saja di depan Annika agar bisa pergi bekerja. Tapi begitu tiba di ruangannya Ervan lah yang harus turun tangan. Dari mulai membuatkan teh hangat sampai memijat kepala dan tengkuk Raja.
Tidak hanya itu, Raja juga kerap merepotkan dengan segala tingkahnya yang berubah menyebalkan. Dan barusan Ervan baru saja pulang dari membeli soto yang sahabatnya itu inginkan. Katanya belum sempat sarapan, karena cepat-cepat pergi sebelum Annika kembali mengajaknya ke rumah sakit.
“Lo kayak orang ngidam aja tahu gak, sih, Ja!” omelnya sembari membantu Raja ke sofa. Merasa tak tega melihat bagaimana wajah sahabatnya itu pucat dan tubuhnya yang lemas.
“Setan! Lo pikir gue hamil pake ngidam segala.” umpatnya sembari memutar bola mata.
“Ya siapa tahu ‘kan bini lo hamil, tapi lo-nya yang ngidam,” Ervan mengedikkan bahu acuh.
“Gak mungkin. Gue sama Annika bahkan belum pernah berhubungan.” aku Raja begitu pelan. Namun masih mampu Ervan dengar
Dan itu sukses membuat Ervan terbelalak. “Serius lo, Ja? Lo … belum pernah nyentuh istri lo?”
Raja mengangguk membenarkan, karena pada kenyataannya memang seperti itu. Dua bulan mereka menikah belum sama sekali Raja menyentuh istrinya.
Bulan madu yang di habiskan selama satu minggu di labuan bajo pun tidak Raja gunakan sebagaimana seharusnya. Mereka melakukan liburan masing-masing dengan Raja yang lebih banyak memilih tetap tinggal di vila di bandingkan jalan-jalan sebagaimana Annika.
“Kok bisa? Kalian gak tidur sekamar?”
Sayangnya tebakan Ervan salah, karena nyatanya Raja dan Annika tidak tidur terpisah. Mereka menggunakan kamar bersama, juga menempati ranjang yang sama.
Sebagai suami istri mereka memang harus seperti itu ‘kan? Tapi untuk urusan tidur dalam tanda kutip seperti yang Ervan maksudkan memang tidak pernah terjadi.
Raja tidak pernah meminta haknya sebagai suami, dan Annika pun tidak pernah memberi tanda akan memberi. Pernikahannya berjalan begitu saja tanpa ada sentuhan yang berarti. Jadi tidak mungkin ‘kan Annika hamil?
“Istri di samping, dan lo gak sama sekali nyentuh dia?” menggeleng tak habis pikir, Ervan bingung harus memberi tanggapan bagaimana. “Lo normal ‘kan, Ja?”
Dan mendapatkan pertanyaan seperti itu tentu saja Raja tak tinggal diam. Dia layangkan jitakan mematikan di kepala Ervan tanpa peduli ringisan serta tatapan tajam sahabatnya, karena memang sudah seharusnya ia yang lebih kesal. “Sembarangan aja lo nuduh gue gak normal. Asal lo tahu, gue masih berdiri setiap bangun pagi. Masih selalu merasa gelisah setiap kali mimpi basah. Gue normal, setan!”
“Ya terus kenapa istri di samping gak lo perawanin?”
Raja bungkam, posisinya yang semula condong ke arah depan kini dihempaskannya ke belakang. “Gue gak tahu,” desahnya pelan. Membuat Ervan mengerutkan dahi, menatap sahabatnya itu tak paham. Tapi Ervan tak berniat untuk membuka suara dulu, ia memilih menunggu kelanjutan kalimat Raja.
“Pernikahan gue sama Annika gak seperti yang orang-orang lihat. Gak seperti yang orang-orang bayangkan. Karena nyatanya meskipun sepuluh tahun perjodohan ini ada, gue sama sekali gak pernah memiliki rasa apa pun untuknya. Gue cuma menjalankan apa yang sudah disiapkan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Melody untuk Raja
Genel KurguCinta memang butuh perjuangan. Tapi apa masih harus bertahan di saat perjuangan itu bahkan tak di hargai? Melody lelah. Tapi dia tak ingin menyerah. Atau lebih tepatnya belum? Entahlah, karena yang jelas Raja terlalu Melody cinta sampai ia tidak ped...