Happy Reading!!
***
Melody tidak tahu sejak kapan ia berbaring di ranjang, karena yang dirinya ingat kantuk datang ketika masih berada di living room, dalam pelukan Raja yang nyaman. Dan Melody memutuskan untuk memejamkan mata di tengah obrolan mereka mengenai banyak hal, termasuk tentang Ervan dan Afira yang kini sudah jadi suami istri.
Hingga akhirnya tanpa sadar Melody benar-benar terpejam, dan ia tidak lagi mengingat apa pun. Sampai akhirnya pagi ini Melody bangun di atas ranjang kamarnya.
Namun pagi ini berbeda dengan pagi-pagi sebelumnya, karena percaya atau tidak Raja berada disisinya, memeluknya dengan erat, membuat Melody sedikit sesak, tapi enggan untuk melepaskannya, sebab harus dirinya akui bahwa ini begitu nyaman. Senyaman ketika untuk pertama kalinya Raja memeluknya setelah membuat Melody terbang ke langit yang paling tinggi dengan sentuhan-sentuhannya yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Meskipun keesokan harinya di jatuhkan begitu saja hingga membuat dirinya nyaris hilang kewarasan.
Seharusnya Melody bangun sekarang untuk bersiap berangkat ke kantor. Namun Melody merasa tak rela melepaskan pelukan Raja. Bukan hanya karena nyaman, tapi Melody ingin lebih memastikan bahwa ini bukan hanya sekadar mimpi. Apa yang di alaminya beberapa minggu belakangan ini bukan hanya khayalannya saja. Keberadaan Raja benar-benar nyata dan sikap pria itu benar-benar ditujukan untuknya.
Melody tidak ingin kembali mengulang kesalahan. Ia tidak ingin pergi sebelum melihat Raja menemukannya disisi pria itu. Melody tidak ingin kejadian setahun lalu kembali terulang dan membuatnya menyesal. Maka dari itu Melody memilih untuk bertahan, menunggu hingga Raja membuka mata dan melihat keberadaannya. Meskipun tahu tidak ada hal lain yang mereka lakukan sepanjang malam.
“Gue harap setelah ini lo gak akan buat gue terluka lagi, Ja,” sebab Melody sadar bahwa dirinya memang tidak akan pernah bisa nyerah untuk mencintai pria itu.
Raja terlalu dirinya damba, dan hidup bersama laki-laki itu adalah hal yang amat Melody idamkan. Berapa pun sakit yang telah Raja torehkan, masih saja belum mampu membuatnya benar-benar membenci Raja. Terlebih sikap Raja sekarang tidak bisa dirinya sia-siakan.
Hatinya terlalu lemah dengan kelembutan dan kehangatan yang Raja berikan. Namun jika sampai luka itu benar-benar kembali Raja berikan setelah perlakuannya sekarang, Melody tahu bahwa akan sehancur itu dirinya nanti.
“Gue gak tahu kenapa gue bisa secinta ini sama lo. Gue gak tahu kenapa gue sebodoh ini dalam menginginkan lo. Gue gak tahu kenapa gue segila ini memikirkan tentang lo.”
Melody sudah pernah memikirkannya, ia sudah pernah berusaha mencari tahu penyebabnya, tapi tidak juga dirinya temukan. Tidak ada alasan yang mendasari sebuah rasa yang dimilikinya untuk Raja. Tidak ada hal yang mampu Melody jabarkan untuk menjelaskan bagaimana ia bisa sebegitu cinta pada sosok Raja. Tidak ada satu pun alasan yang masuk akal selain karena dirinya menginginkan Raja.
Entah ini cinta atau hanya obsesi, yang jelas Melody tidak bisa membayangkan dirinya tanpa sosok sang tercinta.
Ah, bahkan tidak lagi hanya bayangan, sebab nyatanya Melody telah mengalami hal itu selama satu tahun belakangan. Dan Melody mengakui bahwa dirinya merasa tak sanggup meskipun di hadapan orang-orang masih mampu menampilkan ketegaran.
Namun nyatanya ia tidak sekuat itu, karena di kala sendiri air mata tidak pernah mau berhenti mengiringi kehampaan dan kesedihannya.
“Saking gilanya, gue pernah berpikir kalau suatu saat kita bertemu gue gak akan segan-segan bunuh lo dengan tangan gue sendiri. Lo tahu kenapa bukan istri lo yang gue jadikan sasaran?” Melody mengoceh dengan Raja yang masih terpejam. Namun Melody tidak peduli sekali pun Raja hanya pura-pura tidur demi mendengarkan racauannya. “Karena gue gak mau lo makin benci gue. Jadi lebih baik lo yang gue buat mati, setidaknya mendekam dalam penjara pun gue gak keberatan karena gue udah yakin lo gak akan mungkin bahagia dengan perempuan lain,”
Melody mengulurkan tangan menyentuh wajah tampan Raja yang begitu tenang. Amat jauh dengan yang selalu Melody lihat bertahun-tahun belakangan.
“Keterlaluan gak sih, Ja, pemikiran gue? Gue butuh psikiater deh kayaknya, Ja,” setelahnya Melody mendesah pelan. Namun tidak sedikit pun memalingkan wajah dari sosok tampan di depannya. Hingga beberapa detik kemudian mata yang semula terpejam itu terbuka perlahan, menatapnya dengan sorot dalam.
“Lo gak butuh psikiater, Mel. Lo cuma butuh gue,”
Dan dengan sialan kepalanya mengangguk, membenarkan. “Gue butuh lo untuk tetap menjadi waras.”
“Begitupun dengan gue, Mel. Gue butuh lo. Amat sangat membutuhkan lo. Bukan untuk sekadar tetap waras, tapi juga untuk mewujudkan bahagia yang selama ini gue damba. Mewujudkan apa yang selama ini gue harapkan. Lo mau ‘kan, Mel … bantu gue mewujudkan semuanya? Gue janji gak akan lagi mengukir luka. Gue janji tidak akan lagi memberi lo kecewa. Gue akan buat lo bahagia, Mel. Karena nyatanya gue pun ingin bahagia bersama lo.”
“Raja,”
“Gue sayang sama lo, Mel. Gue cinta sama lo. Gue gak mau kehilangan lo. Gue gak mau jauh-jauh dari lo. Please, beri gue kesempatan untuk mewujudkan semuanya. Beri gue kepercayaan untuk membuktikan bahwa apa yang gue ucapkan bukan hanya sekadar gombalan. Bukan hanya sekadar bualan, bukan hanya sekadar kebohongan yang kelak akan menghancurkan. Izinkan gue membuktikannya, Mel. Izinkan gue menebus kesalahan yang telah menghancurkan lo di masa lalu. Izinkan gue menyembuhkan luka lo.”
Dan Melody tidak lagi dapat menahan air matanya. Melody menangis terisak di depan dada Raja yang kini semakin erat memeluknya sembari menghujani puncak kepala Melody dengan kecupan-kecupan ringan. Setelahnya Raja membiarkan wanita dalam dekapannya itu tenang. Sebelum akhirnya mereka bangkit dari baringnya yang nyaman, sebab ternyata mereka tidak bisa lebih lama menikmati keintiman yang ada karena pekerjaan masih menjadi tanggung jawab keduanya.
Dengan menggunakan mobil Melody, Raja mengantar wanita itu ke tempat kerja dan berjanji akan kembali menjemput saat Melody pulang nanti. Sementara Raja menyelesaikan urusannya sendiri di negara itu sesuai dengan jadwalnya yang telah di atur sebelumnya.
Raja berniat untuk sesegera mungkin menyelesaikan urusannya agar memiliki banyak waktu luang sebelum dirinya kembali ke tanah air.
Raja masih berharap dapat membawa Melody pulang serta agar dirinya tidak lagi nelangsa menahan rindu saat berjauhan dengan sosoknya.
Bukan hanya itu, Raja juga ingin membawa Melody ke hadapan ayahnya. Memperkenalkan Melody sebagai sosok masa depan yang dirinya inginkan agar sang ayah tidak lagi terus-terusan menjodohkannya.
Raja muak.
Raja ingin menyudahi semuanya, termasuk kegilaan sang ayah yang begitu terobsesi menjadi orang nomor satu yang disegani di dunia bisnis. Ya, memang itu tujuan ayahnya. Itu mengapa pria paruh baya yang teramat besar mengambil peran dalam kehadirannya di dunia ini begitu gencar menjodoh-jodohkan Raja dengan anak rekan bisnisnya. Semata-mata itu di lakukan demi memperluas koneksinya. Memperluas bisnisnya. Dan Raja berpotensi besar untuk mewujudkan apa yang ingin pria paruh baya itu capai. Sayang sekali, Raja malah berniat menghentikannya.
Andai ia tidak jatuh cinta pada Melody, mungkin Raja akan tetap patuh pada ayahnya dan mewujudkan semua yang paruh baya itu inginkan. Sialannya perasaannya tidak bisa benar-benar mati, sebab seberapa pun ayahnya berusaha melumpuhkan rasanya, hatinya masih berfungsi amat baik, hingga dibandingkan dengan larut dalam kediktatoran ayahnya, Raja memilih untuk mengejar kebahagiaannya sendiri.
Tidak peduli sang ayah akan murka. Raja cukup percaya bahwa paruh baya itu akan berakhir menerima keputusannya. Raja hanya perlu berusaha untuk meyakinkan.
***
Jadi, semoga beruntung Raja 😉
Sengaja up pagi-pagi biar sebelum aktivitas bisa baca ini dulu.
See you next part gays!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Melody untuk Raja
General FictionCinta memang butuh perjuangan. Tapi apa masih harus bertahan di saat perjuangan itu bahkan tak di hargai? Melody lelah. Tapi dia tak ingin menyerah. Atau lebih tepatnya belum? Entahlah, karena yang jelas Raja terlalu Melody cinta sampai ia tidak ped...