Part 17

8.2K 405 35
                                    

Happy Reading !!!

***

“Kebetulan banget bisa ketemu lo di sini,” Ervan seolah di beri jalan keluar setelah dipusingkan dengan rengekan Raja yang menyebalkan beberapa minggu belakangan ini.

Sahabat sekaligus bosnya itu tidak hentinya mengajak berdiskusi mengenai daerah mana dulu yang harus di kunjungi demi mencari sosok Melody. Dan keberuntungannya bertemu Alexa membuat Ervan benar-benar bahagia. Setidaknya ada seseorang yang akan memberinya petunjuk mengenai dimana Melody sekarang.

“Ngapain sih Van? Gue gak sama sekali punya waktu buat meladeni lo,” deliknya tak suka dengan keberadaan Ervan yang langsung mengambil duduk di kursi yang berhadapan dengannya. Padahal sama sekali Alexa tidak mempersilahkan.

“Gue juga sama gak ada waktunya, sih, tapi mumpung ketemu di sini aja gue luangin waktu sebentar,” acuhnya tanpa sama sekali terganggu dengan dengusan Alexa yang terlihat amat tak suka dengan kehadirannya.

Ini bukan hal yang baru, sebab sejak dulu pun Alexa paling anti pada Ervan. Entah apa alasannya, yang jelas setiap mereka bertemu Alexa akan menghindar, dengan tatapan tajam sarat akan ketidak sukaan, bahkan hingga sekarang pun Alexa masih saja terlihat sinis.

Tidak hanya kepada Ervan, tapi juga pada Raja dan pria lainnya. Entahlah, Ervan tak begitu memahami perempuan sekelas Alexa. Tapi selama Alexa masih bisa di ajak bicara, Ervan tak sama sekali keberatan dengan sikap perempuan itu.

“Lo ngapain di sini sendirian?” tanyanya basa-basi lebih dulu. Tidak juga sih sebenarnya, Ervan memang serius bertanya karena rasanya amat janggal jika seorang perempuan datang sendiri ke café. Terlebih sekelas Alexa yang merupakan model cukup ternama.

“Bukan urusan lo!” ketusnya.

Dan Ervan hanya mengangguk saja. Amat paham dengan privasi perempuan itu. Maka sebelum Alexa semakin kesal, Ervan segera mengutarakan niatnya menghampiri. Tak lain bertanya mengenai keberadaan Melody. Namun seperti yang sudah dapat di tebak, Alexa sama sekali tidak ingin memberi tahu dimana sahabat dekatnya itu berada. Bahkan setelah Ervan mengatakan alasannya mencari Melody.

“Alexa—”

Sorry, Van, tapi ini permintaan Melody,” dan Ervan tahu Alexa tidak berbohong. “Yang jelas Melody gak lagi tinggal di Indonesia,” tambahnya seakan memberi satu petunjuk.

“Kalau gitu nomornya lo pasti punya ‘kan? Gue minta boleh?”

“Untuk apa?” tanyanya terdengar begitu keberatan. “Jangan deh, Van, gue gak mau Melody makin berantakan. Terlebih kalau Raja bertekad menghubungi dia. Lagi pula kata maaf udah basi kalau mau di ucapkan sekarang.”

Ervan tahu. “Tapi setidaknya terlambat lebih baik dari pada tidak sama sekali?”

“Itu memang benar. Tapi keadaan Melody gak sebaik itu, Van. Delapan tahun dia berjuang, bertingkah bodoh mengejar cinta yang menyakitkan. Dipermalukan dan diabaikan, bahkan sampai dihancurkan begitu dalam oleh pernikahan Raja yang datang mengejutkan,” Mata Alexa berubah panas saat mengingat bagaimana Melody menangis padanya.

“Gue gak mau Melody mengulang kesaktiannya,” dan kini kepalanya menggeleng dengan sorot penuh kesedihan. “Cukup, Van. Lebih baik gak ada kata maaf diantara mereka di bandingkan harus membangun jurang yang semakin dalam. Melody kesulitan menyembuhkan lukanya, jangan dibuat semakin kesulitan dengan kalimat maaf yang ingin Raja sampainya.”

“Tapi Al—”

Alexa cepat-cepat menggelengkan kepalanya. “Seperti ini aja, Van. Biarkan Melody menjalani hidup barunya,” dan setelah mengatakan itu Alexa memilih untuk pergi, mengabaikan panggilan Ervan yang sepertinya masih ingin membujuk.

Sayangnya, Alexa memang benar-benar tidak ingin membantu. Alexa lebih peduli pada Melody di bandingkan Raja. Jadi jangan berharap Alexa mau memberikan jalan. Kecuali jika memang Tuhan yang menakdirkan keduanya untuk bertemu, Alexa tidak akan memprotes apa pun.

Ervan hanya mendesah kasar, melirik jam di pergelangan tangannya sebelum kemudian pergi meninggalkan café. Ia harus kembali bekerja sebelum bosnya semakin murka. Terlebih sejak tadi ponselnya terus bergetar di dalam saku celana. Padahal rencana awalnya Ervan akan membungkam kemarahan Raja dengan kabar baik mengenai Melody, tapi karena Alexa tak berbaik hati memberinya informasi, Evan sepertinya harus pasrah dengan kemarahan bosnya kali ini. Terlebih ia sudah mengabaikan satu tanggung jawabnya.

“Lo dari mana aja sih sebenarnya, Van? Klien kita udah nunggu, tapi lo malah gak datang. Sumpah, baru kali ini lo bikin gue kecewa!” serunya seraya menggeleng tak habis pikir.

Raja benar-benar kecewa pada Ervan mengingat klien yang seharusnya Ervan temui tadi cukup penting. Raja sendiri bukan tak ingin menemui, tapi masalahnya ia sedang berada di pertemuan lain dengan klien. Dan itu tak kalah penting. Bahkan bisa dibilang lebih penting. Alasan mengapa Raja menyerahkan klien ini kepada Ervan. Biasanya sahabatnya itu akan bisa diandalkan, tapi sekarang entah kenapa bisa Ervan malah lalai. Dan Raja berakhir menerima kemarahan kliennya.

Sorry, Ja.” cicit Ervan mengakui kesalahannya. Tadi ia terlalu senang karena bisa bertemu Alexa. Sampai melupakan tujuannya berada di daerah sana. Saking pusing dan kasihan pada Raja, Ervan sampai begitu antusias saat menemukan sumber yang akan memberinya informasi mengenai Melody. Ervan tidak berpikir urusannya akan membutuhkan waktu lama.

“Gue gak butuh maaf lo. Gue butuh alasan kenapa lo membiarkan klien nunggu tanpa dapat kabar apa pun. Dan kenapa lo sulit banget di hubungi?”

“Gue liat Alexa di café dekat restoran tempat janjian sama klien. Niatnya cuma mau sebentar, tapi gue kebablasan,” terangnya diakhiri cengiran.

“Ngapain ketemu dia? Lo udah mau nikah, Van, berhenti main-main! Lagi pula itu masih jam kerja. Lo gak bisa seenaknya nongkrong gitu aja,” kata Raja benar-benar tak suka dengan sikap Ervan yang seenaknya. Bahkan sampai melupakan klien-nya.

“Gue nanya keberadaan Melody,”

Raja diam. Kemarahan yang sebelumnya sudah siap kembali di luapkan menyusut begitu saja. Nama Melody amat berpengaruh untuknya, terlebih apa yang Ervan lakukan tak lain adalah untuknya, meskipun Raja tetap saja tidak bisa membenarkan tindakan Ervan yang membuat kliennya kesal.

“Dan lo dapat informasi apa?” karena nyatanya Raja memang tidak bisa mengabaikan itu.

Ervan menggeleng. Raja tak lagi merasa heran, sebab ia memang sudah dapat menebaknya. Alexa tidak akan semudah itu memberikan informasi kepadanya, karena nyatanya selain Ervan, Alexa adalah saksi nyata seberapa besarnya usaha Melody dalam meraihnya, juga saksi nyata setiap penolakan-penolakan yang Raja layangkan.

Sebagai teman, Alexa tidak akan membiarkan Raja melukai Melody lagi. Meskipun sebenarnya niat Raja memang bukan untuk itu. Tapi siapa yang tahu masa depan? Raja hanya perencana, bukan yang menentukan masa depan.

“Tapi Alexa bilang kalau Melody udah gak tinggal lagi di Indonesia.”

Raja tetap menerima sekecil apa pun informasi tentang Melody. Dan setelah mengucapkan terima kasih, Raja meminta untuk Ervan kembali ke ruangannya mengingat ini masih jam kerja. Raja tidak ingin asistennya mengabaikan tanggung jawab, meskipun mereka jelas berteman dekat.

Kini Raja duduk diam di kursi kerjanya, menatap kosong jendela lebar yang menampilkan pemandangan langit yang cukup cerah. Amat berbanding terbalik dengan perasaannya yang selalu mendung, meskipun tidak sampai turun hujan dari matanya. Raja masih bisa mengendalikan perasaannya meskipun kerap kali merasa benar-benar berantakan.

***

Sebuah sudah Alexa berikan. Dan kemarin ada yang jawab luar negeri, benar, hanya saja kurang lengkap. Dan sampai sekarang belum ada yang jawabannya benar. Jadi double up nya di pending sampai ada yang jawab benar ya guys ...

Yuk di jawab cepat karena di mana Melody akan terungkap di beberapa eps selanjutnya.

***

See you next part!!!

Melody untuk RajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang