Part 16

8.2K 436 15
                                    

Happy Reading !!!

***

Annika yang mengatakan tidak ingin memberi tahu siapa pun tentang penyakitnya ternyata benar-benar serius. Bahkan ketiba-tibaan Annika yang mengajak bicara Raja pun karena Annika sudah merasa bahwa waktunya akan segera tiba.

Annika sudah merasa tubuhnya tak lagi sanggup menahan rasa sakitnya. Dia sudah tidak lagi mampu berpura-pura sehat di hadapan suaminya. Maka dari itu pada akhirnya Annika menceritakan tentang keadaannya.

Bukan ingin mencari perhatian, tapi seperti yang dibilang, Annika tidak ingin begitu saja meninggalkan Raja.

Setidaknya setelah bicara jujur Annika yakin Raja tidak akan terlalu terpukul dengan kepergiaannya. Raja juga tidak akan begitu terkejut ketika tiba-tiba Annika kejang-kejang. Seperti beberapa minggu setelah kabar itu Annik sampaikan.

Pria itu tahu apa yang harus dilakukan, dan Raja bisa lebih mengontrol diri untuk tidak panik berlebihan, terlebih ketika mendengar penjelasan dokter mengenai kondisi Annika.

Raja memang tetap terlihat terpukul, tapi setidaknya laki-laki itu tidak sibuk menyalahkan dirinya sendiri. Sebab itu yang memang Annika inginkan. Raja tidak menyalahkan mengenai apa pun yang terjadi pada Annika, karena kenyataannya memang bukan Raja yang salah. Bukan laki-laki itu yang menjadi penyebab Annika kesakitan. Penyakit Annika sudah ada sejak mereka belum bersama.

Alasan lainnya, agar Raja bisa memberi penjelasan kepada orang tua mereka. Jauh sebelum hari ini tiba Annika sudah memikirkan semuanya. Dan ia beruntung bersuamikan sosok Rajata. Meskipun pernikahan mereka belum sempurna, Annika tetap merasa bahagia pernah menjadi bagian dari Raja.

Annika bisa tahu bagaimana rasanya menjadi pasangan dari seorang Rajata, dan Annika merasa Melody begitu beruntung di cintai Raja, meskipun hingga hari ini perempuan itu belum mendengar pengakuan Raja. Namun Annika yakin bahwa kelak keduanya akan bersama, merajut cinta seperti yang diharapkan mereka.

Tiga bulan di hitung dari pengakuan Annika kepada Raja, perempuan itu bertahan, sebelum akhirnya benar-benar menyerah pada penyakit yang dideritanya. Membuat sebuah kesedihan membanjiri mereka yang mengenal sosoknya. Terlebih Raja yang tak menyangka akan benar-benar ditinggalkan istrinya. Padahal masih banyak rencana yang belum dirinya wujudkan, salah satunya membahagiakan Annika, dan memperlakukan wanita itu sebagaimana istri sesungguhnya.

Sembilan bulan usia pernikahannya, dan hanya tiga bulan Raja berperan sebagaimana suami perhatian yang mengutamakan istrinya. Itu pun setelah tahu keadaan Annika. Karena enam bulan sisanya Raja begitu sibuk dengan pekerjaan dan hatinya yang berisi Melody sepanjang hari.

Andai tahu lebih awal, Raja mungkin tidak akan menyia-nyiakan waktunya bersama Annika. Ia akan menyempatkan memperhatikan Annika di tengah kesibukan yang menyita waktunya. Sayangnya Raja terlambat menyadari, hingga sesal yang kini menghampiri.

Tapi Raja bisa apa? Meminta Tuhan mengembalikan Annika sudah Raja lakukan begitu dokter mengatakan bahwa Annika tidak lagi bernyawa. Sayangnya permintaannya tidak di kabulkan Tuhan. Annika tidak lagi membuka mata hingga pemakaman dilakukan. Raja benar-benar kehilangan Annika, sebelum benar-benar membuat istrinya bahagia. Bahkan tidak ada kenangan yang mereka buat bersama.

Bulan-bulan awal pernikahan, Raja selalu di sambut dengan wajah lelap Annika saat dirinya pulang kerja. Sekarang kehampaan yang justru menemaninya. Membuat Raja kadang tidak ingin pulang, dan memilih menghabiskan waktu di kantor. Menyibukkan diri dengan pekerjaan, yang tak jarang membuat Ervan khawatir sekaligus kesal.

Seperti sekarang, jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, tapi Raja masih saja sibuk dengan berkas-berkasnya.

Sebenarnya semua pekerjaan sudah selesai, tapi Raja berubah jadi semakin rajin hingga semua berkas yang sudah di selesaikan kembali pria itu periksa satu-satu dengan dalih ingin memastikan bahwa tak ada kesalahan. Dan Ervan sudah benar-benar geram mengingat hal ini sudah berlangsung selama satu bulan.

Ervan sadar sahabatnya sedih dan terpukul, tapi melampiaskan pada kesibukan seperti ini bukan hal yang bijak. Raja bisa saja jatuh sakit seperti beberapa bulan yang lalu. Dan Ervan tidak ingin itu terjadi lagi.

Bukan apa-apa, masalahnya ia yang kerepotan. Dan Ervan benar-benar keberatan, terlebih sekarang ia tengah mempersiapkan pernikahannya dengan Afira. Ervan tidak ingin semua berantakan karena ulah sahabatnya. Jadi sebelum hal itu terjadi Ervan segera menarik Raja untuk pulang bersamanya.

“Kalau lo mau nyusul bini lo ke akhirat, tunggu sampai pernikahan gue selesai dulu, Ja,” ucap Ervan sambil menarik sahabatnya itu memasuki lift yang baru terbuka untuk mereka. “Lagian lo belum ngasih gue jabatan yang lebih baik. Jadi tunggu dulu deh kalau lo mau jatuh sakit. Setidaknya sampai lo dapat asisten pengganti gue. Males gue selalu handle pekerjaan-pekerjaan lo, cape!” ujarnya diakhiri keluhan.

“Eh, setan. Lo gak akan bisa nikahin Afira secepat ini kalau bukan karena duit dari gue!”

“Gue dapatnya juga gak cuma-cuma, ya, Ja. Gue kerja! Badan gue sampai mau remuk aja tahu gak!” dengusnya kembali kesal, mengingat beberapa bulan belakangan Raja begitu jarang masuk kerja karena selalu menghabiskan waktu di rumah sakit menunggui sang istri. Dan Ervan-lah yang kena getahnya. Wajar jika Raja mengeluarkan uang lebih banyak untuknya.

“Itu udah tugas lo,” Raja mengedikkan bahunya singkat, lalu melanjutkan langkah menuju mobilnya sembari melempar kunci pada Ervan yang menggerutu di belakangnya. Meminta sahabatnya itu yang menyetir, karena dirinya tengah merasa benar-benar lelah. Dan sepertinya tindakan Ervan yang mengajaknya pulang adalah keputusan yang tepat.

Raja butuh istirahat sebelum tubuhnya benar-benar drop.

“Antar gue ke apartemen, Van,” karena pulang ke rumah bukan pilihan bijak untuk sekarang. Raja selalu teringat Annika. Membuatnya tidak bisa beristirahat dengan benar, terlebih jika bayangan Annika yang lemah muncul. Tidak. Raja belum bisa melupakannya.

“Tumben? Mau mengenang Melody lo sekarang?” tanyanya terdengar mencibir. Sementara Raja yang mendengar nama itu seolah tengah diingatkan pada sosok Melody yang hampir satu tahun ini tidak sama sekali terdengar kabar.

Ah, Melody?

Bagaimana kabarnya sekarang?

Raja tidak menanggapi cibiran Ervan, memilih memejamkan mata dengan kepala bersandar pada sandaran kursi. Pikirannya tertuju pada kalimat yang pernah Annika ucapkan. Sebuah permintaan yang saat itu kukuh tidak ingin Raja lakukan. ‘Cari dia, Ja. Kamu berhak bahagia dengan seseorang yang kamu cinta dan mencintai kamu.’

Tapi apa mungkin Melody sudi bertemu dengannya? Apa mungkin Melody masih menginginkannya? Bagaimana kalau justru perempuan itu sudah bahagia? Bagaimana kalau seandainya Melody telah melupakannya?

Memikirkan semua itu Raja di buat pusing sekaligus sesak. Raja tidak bisa membayangkan bagaimana jika seandainya semua itu benar-benar terjadi. Tapi memikirkan perasaannya yang selama ini dimiliki membuat Raja ingin berlaku egois. Ia ingin memiliki Melody, tanpa peduli perempuan itu sudah tak mencintainya lagi.

“Van, menurut lo Melody sekarang ada di mana?” pada akhirnya Raja membuka suara, melirik pada sahabatnya yang masih sibuk dengan kemudi.

“Kenapa? Lo mau nyari dia?” dan Raja tidak lagi menutupi keinginannya. Karena meskipun beberapa bulan belakangan Annika yang dirinya utamakan, hatinya tidak bisa berbohong bahwa Melody yang dirinya cintai dan rindukan.

***

Kira-kira di mana Melody bersembunyi?

Tebak-tebakan yuk, jalau ada yang benar nanti aku double update-nya.

Isi jawabannya di sini ya 👉

See you next part !!!

Melody untuk RajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang