13b. Penyerangan (2)

282 76 7
                                    

"Jala!" panggil Deka. Saat wajah pemuda itu muncul dari balik talawang, ia memberi isyarat tangan agar segera bergerak.

Ternyata Riwut lebih dulu mendatangi ketiga orang itu. "Kalian harus keluar dari sini," ucapnya.

"Ke mana?"

"Jalur pelarian di bilik sebelah sana dan sana sudah terbakar. Tapi masih ada satu lagi jalan rahasia. Ikuti aku!"

Riwut memimpin mereka menuju dapur dengan merayap secepat mungkin. Ada sebuah jalan rahasia tersembunyi di bawah tempayan air. Riwut menggeser tempayan itu, menarik kayu lantai, dan lubang rahasia itu pun menganga.

Tiba-tiba, Deka tercenung karena teringat kantung berasnya masih tertinggal di tengah ruangan los. Beras itu satu-satunya penghubung dunia masa lalu ini dengan dunia mereka. Ia tidak boleh kehilangan pusaka itu!

Deka menyuruh Jala melindungi Urai, lalu berbalik dan merayap secepatnya ke ruangan los yang dindingnya mulai dilalap api.

"Kodeka! Jangan ke sana! Kembali!" pekik Urai panik. Refleks, ia meninggalkan Riwut dan Jala, lalu merayap cepat menyusul junjungannya.

"Urai! Berhenti!" Riwut dengan sigap menyusul gadis itu. Tepat di depan pintu dapur, ia berhasil meraih pinggangnya, dan menariknya ke dalam dekapan. Terlambat sedetik saja, sebuah tombak akan menembus punggung Urai. Kehangatan tubuh Riwut dengan cepat meresap ke kalbu Urai. Berada dalam situasi genting yang mengancam nyawa, ditinggalkan Deka, dan sekarang berada dalam dekapan dada kekar Riwut, otak Urai seketika berhenti bekerja.

Beberapa saat kemudian, Riwut merenggangkan dekapan. Didorongnya Urai yang tengah linglung kembali ke dapur. "Tunggu di dekat tempayan air itu!" perintahnya sebelum melesat pergi menyusul Deka.

Deka merayap dengan cepat ke ruang tengah. Pandangannya beredar ke segala arah untuk mencari keberadaan kantung berasnya. Benda pusaka itu entah berada di mana.

Ada beberapa orang terbaring di sana. Sepertinya telah meninggal. Suasana kacau-balau karena serbuan tombak dan kobaran api yang semakin ganas melalap isi rumah.

"Hei, kembali! Cepat pergi dari sini!" teriak Riwut.

Deka menoleh. "Aku harus mengambil kantung berasku!" balas Deka, lalu kembali merayap ke tengah ruang.

"Hei, kau---" ucapan dan gerakan Riwut terhenti. Sebuah tombak berapi nyaris mengenai tubuhnya. Ia sempat menghindar, namun mata tombak menancap di dinding dan api pun dengan cepat berkobar. Ia terpaksa mundur ke tempat aman bila tidak ingin terpanggang sampai hangus.

Deka menemukan kantungnya tergeletak di tengah ruangan los tepat di tempat Datu Penyang tadi duduk. Dengan mengerahkan segenap tenaga, ia merayap cepat ke tempat itu. Dinding ruangan los telah banyak runtuh oleh api. Tentu saja Deka terlihat jelas dari luar. Musuh menemukan sasaran empuk. Belasan anak sumpitan langsung menyerbu. Beruntung talawang yang ia gunakan cukup besar sehingga mampu melindunginya dari senjata mematikan itu.

"Hooooi! Kembaliiii!" pekik Riwut dari tempat berlindungnya. Beberapa orang yang bersiaga di sekitar tempat itu juga melihat gerakan Deka, lalu ikut berteriak menyuruhnya segera menyingkir dari tengah ruangan.

Deka tidak menghiraukan teriakan mereka, tetap bergerak maju. Ia tidak tahu apa yang ditakutkan orang-orang itu segera terjadi. Kantung beras berhasil diraih, namun bersamaan dengan itu, terdengar pekikan perang membahana dari arah luar. Beberapa detik kemudian, sosok-sosok asing menyerbu ruangan. Mereka mengenakan rompi perang yang terbuat dari kulit kayu berhiaskan taring-taring binatang, bulu burung, dan manik-manik dari biji-bijian dan kayu. Sarung mandau yang terikat di pinggang juga dihiasi taring, bulu, dan manik-manik. Ikat kepala mereka berwarna merah. Tubuh, tangan, dan kaki mereka ditato berbagai bentuk sulur dan binatang. Gambar-gambar berwarna hitam itu semakin menegaskan kesan garang.

☆☆☆

Komen pleasee....
Mau double up? Beri vote dan komen, donk.
Kalau votenya ada 20, langsung Fura up lagi.

ANOI 1894 - The Disastrous RitualTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang