"Riun?" panggil Jala.
Kedua wanita yang merias Riun keheranan. "Siapa kalian?"
Nuraini segera menjentikkan jari di depan mata keduanya. "Duduk diam! Duduk diam!" Kedua wanita itu pun terhipnotis dan duduk sembari menunduk.
Jala ternganga dan nyaris merasa berada di alam mimpi. Ia sama sekali tidak menduga menemukan kekasihnya dalam kondisi sesehat ini. Sangat jauh dari saat terakhir kali melihatnya.
"Riun, kamu sudah sembuh? Bagaimana lukamu?" Jala mendekat dan duduk di hadapan Riun.
Tanpa disangka, Riun terlihat ketakutan dan malah menjauh. "Si-siapa kamu?"
Jala ternganga. "Ini aku, Jala. Kamu tidak mengenalku?" Ia mengulurkan tangan, meraih lengan Riun. Namun, gadis itu menepisnya dengan kasar.
"Aku tidak mengenalmu! Tolong keluar!"
"Ini aku, Jala. Kamu tidak mungkin tidak mengenalku!" Riun berlari ke pintu hendak keluar, namun Jala lebih cepat dan menghadang gadis itu tepat saat mencapai pintu. Akibatnya, Riun berbalik dan pergi ke arah jendela. "Kak Silaaaas!" pekiknya.
Melihat tindakan berbahaya itu, Jala segera menarik Riun dan mendudukkannya di lampit. "Riun, tolong tenang dan dengarkan aku," pintanya dengan lembut.
Deka keheranan menyaksikan drama kecil itu. "Jala, tunggu! Apa-apaan ini? Kenapa dia nggak mengenalmu? Dia bukan tunanganmu?"
"Tidak, tidak! Pasti ada kesalahan." Jala mengeluarkan seutas tali berbahan kulit kayu berwarna cokelat yang berhiaskan manik-manik dari saku celana. "Lihat, Riun. Kamu pasti tidak lupa dengan gelang ini. Kamu merajutnya untukku. Kamu membuat tali ini dari kulit pohon lalu menganyamnya dan memberinya hiasan manik-manik dari tulang. Jarimu sampai luka waktu menghaluskan tulang-tulang ini."
Riun hanya mengerling sekilas, lalu menggeleng keras. "Aku tidak pernah membuat gelang seperti itu. Kamu salah orang. Cepat keluar! Kalau tidak, aku akan melaporkanmu pada calon suamiku!"
"Riun ...," desah Jala dengan nada memelas. Digenggamnya tangan gadis itu. Ia yakin sekali pemilik betang ini melakukan sesuatu hingga Riun kehilangan ingatan.
"Lepaskan!" Riun menarik tangannya dengan kasar. "Kak Silas to—"
Jala segera membekap Riun agar tidak berteriak memanggil orang bernama Silas itu. Tentu saja, Riun memberontak.
Melihat hal ganjil itu, Deka tidak tinggal diam. Ditariknya bahu Jala. "Hei, sudah! Dia nggak kenal kamu. Lebih baik kita segera pergi dari sini!"
"Tidak! Mereka pasti melakukan sesuatu pada Riun sampai dia hilang ingatan."
"Kamu mau apa sekarang? Mau memaksanya pergi? Jangan aneh-aneh, deh!"
"Ah, kita bahas nanti saja. Aku harus membawa Riun keluar dari sini."
Setelah berkata begitu, Jala bangkit. Tanpa banyak berucap, ia memaksa gadis itu berdiri. "Ikut aku! Nanti kamu akan ingat siapa dirimu sebenarnya!"
"Mmmmh, mmmmh!" Riun berusaha menepis tangan Jala sekuat tenaga.
Jala menyeret Riun ke pintu sambil terus membekapnya. Mereka melalui jalur taburan beras yang tadi ia sebar. Begitu keluar dari bilik, mereka bergerak secepat mungkin melintasi lorong di ruangan los menuju pintu di ujung betang yang mengarah ke hutan.
Namun, Riun terus meronta. Ia sempat meloloskan mulut dari dekapan Jala. "Kak Silas, toloooong!" pekiknya nyaring. Suara itu membuka tabir gaib beras. Mereka bertiga segera terlihat oleh para lelaki yang berkumpul di tengah ruangan los.
"Hei, siapa kalian!" Pemuda yang tadi sedang didandani menjadi pengantin berlari ke arah mereka. Sepertinya, ia orang yang bernama Silas.
"Aaaah, kita ketahuan! Cepat lariiiiii!" Nuraini melayang-layang dengan cepat di sekitar mereka.
Jala tak banyak berpikir. Segera diangkatnya tubuh Riun ke bahu, lalu melesat menuju pintu.
"Dekaaa, mereka mengambil mandau! Auauauauuuuuu!" Nuraini panik dan berputar-putar di sekeliling Deka dan Jala.
"Nur! Diam!" bentak Deka sambil terus berlari. "Cepat hentikan mereka!"
Alih-alih mengeluarkan kekuatan untuk membendung serangan Silas, Nuraini hanya berputar-putar panik. Deka sampai heran bagaimana makhluk lebay itu dulu bisa menjadi panglima perang kerajaan iblis.
"Sumpitaaaan!" pekik Nuraini saat dilihatnya beberapa lelaki meraih sumpitan dan mulai memasang anak sumpitan.
Deka memasang talawang di belakang tubuh, lalu berlari di belakang Jala untuk melindunginya. Pintu keluar hanya berjarak beberapa meter lagi.
Dari arah dalam, terdengar suara keras dari seorang lelaki, "Sumpit kakinya!"
Detik berikutnya, anak sumpitan berdesingan menyasar kaki para pelarian itu. Bertepatan dengan itu, mereka telah mencapai pintu dan segera meloncat ke bawah. Anak sumpitan hanya menembus udara di atas kepala mereka.
Deka terjatuh menghantam tanah dari ketinggian tiga meter. Ia mengaduh keras dan nyaris tak bisa bergerak. Anehnya, Jala hanya terguling sebentar, lalu bangkit dengan gesit. Ia seperti tidak mengalami kesakitan atau kelelahan. Padahal, ia harus berlari sambil memanggul Riun.
"Dekaaaa! Mereka sudah turun! Ayo bangun!" Nuraini berputar-putar di sekeliling Deka. "Lemparkan berasnya!"
Seorang lelaki dari betang telah berada di sisi Deka. Mandau pria itu terayun ke udara, siap menebas kepalanya.
Deka segera melempar beras ke udara. Butiran itu membekukan gerakan orang-orang betang beberapa saat. Dalam waktu yang sangat singkat itu, Deka bangkit dan menyusul Jala ke hutan.
☆Bersambung☆
Jangan lupa memberi bintang dan komen, serta share 😊😊😊
Tindakan sepele bagi Pembaca, tapi sangat bermanfaat bagi lapak ini buat menghasilkan karya-karya yang seru. 🙏🏻🙏🏻🙏🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
ANOI 1894 - The Disastrous Ritual
FantasyUrai tak jera mencari perhatian pemuda pujaan hatinya. Sementara Deka selalu sinis dan sarkastis pada Urai yang menurutnya tukang pembuat onar. Sampai akhirnya sebuah anomali alam membuat kedua insan itu terlempar ke dalam portal gaib. Mendadak, mer...