Bagian 13-Menyerah

599 116 15
                                    

 Kini Aldebaran sudah duduk disofa dan Andin ada disampingnya sedangan Rendy duduk di depan Aldebaran dengan kesedihan yang sedari tadi ia tahan, Mlihat Aldebaran begitu menyedihkan membuat hati Rendy menjadi ikut hancur, ini adalah kali pertama setelah sekian lama kembali melihat wajah Aldebaran dengan raut penuh kesedihan, Aldebaran duduk dengan tatapan kosong sembari memeluk kedua kakiknya sedangkan Andin membuka kotak P3K, Andin mengusap air matanya sendiri, kemudian ia melihat Aldebaran yang masih saja diam dengan tatapan kosong.

Pada akhirnya sejauh apapaun ia mencoba untuk kuat ia akan kembali hancur, sajak sajak teriakan atas rasa sakit itu seolah terdengar paling nyaring, Aldebaran ingin hidup, ingin sekali hidup tapi keadaan seolah menuntunnya untuk menuju menyerah, Keadaan seolah membawanya pada kematian tapi sekali lagi bahwa keadaan selalu mempermainkanya, seolah semesta masih betah berlama lama mempermainkan hidupnya, ia tidak paham dengan konsep hidup seperti apa yang ia jalani.

Bahakan untuk menjalin sebuah hubungan lebih dekat dengan orang orang pun, ia selalu dilupiti rasa takut, takut kalau pada akirnya setiap masalah yang menimpa selalu dilimpahkan padanya, persetan pada akhirnya nanti ia tau kalau menjelaskan semuanya hanya akan membela diri, kalau pada akhirnya hubungan dengan manusia akan menambahnya menjadi sakit, ia memilih untuk pergi secepatnya, tidak peduli dengan teriakan mereka kalau ia harus kuat, karena kenyataanya ia tidak sekuat itu, dari dulu hidup yang ia jalani banyak sakitnya.

Hati Andin begitu hancur, Andin menuangkan obat merah ke kapas dan secara pelan menempelkanya pada luka yang ada di wajah Aldebaran, Aldebaran masih saja diam, belum lagi wajahnya begitu pucat, Rendy dan Andin seolah tidak sanggup untuk membuka obrolan, keduanya memilih sama sama diam, Rendy beranjak dari kursinya untuk pergi ke suatu tempat. Suansa sangat hening hanya ada rasa sakit yang menyelimuti hati mereka masing masing.

Aldebaran merasa hidupnya seperti sebuah film yang ia sendiri tidak tau berperan sebagai apa, ia selalu penuh kebingungan, kalau pada akhirnya dia adalah tokoh utamanya, kenapa semua tidak mau menolongnya, kenap semua seolah menghempaskan tanganya hingga tidak mau menariknya dari lubang penuh kegelapan, terkadang pada hari hari yang ia lewati Aldebaran ingin menjadi egosi dengan tidak memikirkan mreka atau bahkan ia ingin pindah ke luar negri tapi sayangnya rasa rindunya yang terkadang menghancurkan rencananya.

"Al, nggak semuanya harus selesai hari ini, tidak semua yang mereka katakana tentang kamu itu benar," ucap Andin dengan begitu pelan, tapi sayangnya tatapan itu masih begitu kosong, tatapan kalau ia benar benar sudah ingin menyerah dengan hidupnya, Andin meraih pergelangan tangan Aldebaran, kemudian membersihkanya dengan cairan Alkohol harusnya sensasi yang dihasilkan akan merasa sedikit perih tetapi tidak dengan Aldebaran ia terus bergeming tanpa suara, siapapun yang melihat luka menganga itu pasti akan merasakan sensasi lemas bagaimana tidak luka itu menganga begitu lebar dengan darah seger membasahinya.

Seketika ketika melihat luka itu mengangga begitu besar membuat Andin kembali meneteskan airmatanya, ia tidak kuat dengan segala hal yang Aldebaran alami hari ini, tanpa banyak berkata ia langsung menarik tubuh Aldebaran, Andin memluk tubuh Aldebaran dari samping, menumpahkan segala rasa sesak yang menghimpit dadanya, sedangkan Aldebaran menutup wajahnya dengan satu tanganya yang tidak terluka, kini keduanya sama sama menangis.

"Nggak papa ko Al, hari ini kamu boleh menjadi lemah, aku tau selama ini kamu lebih banyak memendam," Andin melihat ke segala penjuru arah, membayangkan hari hari Aldebaran yang penuh dengan kesendirian.

Jika hidup diibarkan oleh buku kosong dan setiap hal yang terjadi adalah yang ditulis oleh diri sendiri, maka detik ini juga Aldebaran ingin berhenti menulisnya, Aldebaran tidak ingin membuka lembaran berikutnya, karena untuk sekedar membalikan lembaran itu Aldebaran sudah tidak punya tenaga, atau untuk sekedar menggenggam pena itu ia sudah tidak punya kesanggupana, pembunuh sebuah harapan yang nyata adalah kata kata yang keluar dari mulut mereka yang seolah paling tau.

Aldebaran Dan Lukanya (completed)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang