Bagian 12-Malaikat

622 128 8
                                    


Karena yang saya tau dunia adalah segala tempat duka lara-Aldebaran

Katanya bahagia itu harus di kejar tapi pada kenyataanya setiap kali Aldebaran mengejar bahagia itu ia selalu kembali hancur, hingga yang ia tahu bahwa pulang adalah sebenar benarnya bahagia yang abadi, Pada bait bait waktu yang terus menuju satu titik pada kalimat bahagia yang selalu semogakan, hari ini ia ingin menyerah, ia ingin pergi sejauh jauhnya, ia begitu lelah dengan penghakiman dunia yang ia terima, Aldebaran membenamkan wajahnya di kedua telapak kakinya meringkuk penuh kelelahan, apakah terlalu serakah untuk meminta pelukan kepada orang yang disayang?.

Rasanya ia sudah sangat muak untuk menjalani hari hari berikutnya, pada akhirnya ia tau bahwa hari hari berikutnya akan selalu sama, bahkan mungkin ketika Baik pun belum tentu bahagia, kata lelah bahkan tidak bisa menggambarkan dirinya saat ini, ia seperti sudah berada diujung tebing kemudian melompat dan dengan begitu ia akan terbang bebas dengan membawa luka yang menganga, untuk apa hidup jika setia detiknya adalah kesakitan, apakah ada manusia yang kuat dengan segala luka yang menganga, luka yang segera kering tapi kemudian hari berikutnya luka itu bukan semakin kering malah semakin basah

Bahkan tangis yang selama ini ia tahan dan ia keluarkan pun tidak mampu mengurangi rasa sakitnya, kalau pada akhirnya keluarga hanya membuatnya hancur kenapa ia harus punya keluarga, itu satu kalimat yang selalu Aldebaran tanyakan, kini ia hanya berdiri diatas kakinya dengan luka lebam disekujur tubuhnya, Aldebaran mengangkat wajahnya dengan perasaan penuh emosi jika biasanya ketika marah ia hanya diam, kini ia bangkit dengan nafas tersengah sengah kemudian membanting segala benda yang ada didepanya, rasa sakit dan sesak didadanya sudah tidak mampu ia tahan lagi

"AKU CAPEK!,"

"AKU MUAK!,"

"KENAPA HARUS AKU YANG DISALAHKAN? KENAPA?,"

"KENAPA AKU HARUS MENGANGGUNGNYA SENDIRI,"

"ING NGGAK ADA UNTUK AKU," satu Pukulan mendarat mulus di tembok yang tidak punya salah sama sekali, mungkin ketika tembok bisa berbicara ia akan merintik kesakitan karena pukulan yang begitu kuat, seolah mungkin ketika benda yang ada dirumahnya bisa berbicara mereka akan mengatakan kalau mereka merasa iba dengan Aldebaran.

Hari ini Aldebaran memberanikan dirinya untuk bersuara, hari ini dirinya berani untuk protes pada Tuhan atas hidup yang ia terima, hari ini ia mengaku kalau selama ini hidupnya tidak pernah baik, nyatanya rasa menerima itu tidak bisa benar benar ia terima, ia penuh kesakitan, ia menderita, dan ia tidak bahagia dengan hidup yang ia jalani, Hari ini ia berani untuk mengadu pada pencipanya.

Mengingat perkataan sang Mama membuat dirinya sakit sekaligus marah, ia menghancurkan apa saja yang ada didepanya ia tidak peduli, akhirnya bunyi demi bunyi bantingan benda benda tidak bersalah itu membuatnya merasa lebih baik "Argh!," Teriaknya kemudian satu gelas kaca menghantam tembok, hingga tanpa ia sadari ia mengambil pecahan gelas itu kemudian Aldebaran bersimpu diatas lantai, ia menangis tetapi kemudian tersenyum, dan itu begitu menyedihkan.

Barangkali ada yang melihat semua ini pasti akan mengatakan apa yang ia lakukan adalah begitu kekanak kanakan, tapi jangan salah terkadang orang melakukan cara yang salah hanya untuk menghilangkan rasa sakit yang sudah tidak mampu ia tahan, tapi bukankah hidup lebih baik ketimbang harus mati dengan sia sia?, dunia adalah tempat segala penghakiman di terima, terkadang mereka hanya melihat dari luar ketika mereka melakukan hal yang tidak seperti dunia standarkan mereka akan langsung memaki, padahal konsep hidup bukan untuk memaki tapi untuk meniti, meniti sebuah jejak menuju kehidupan abadi, dimana ditempat itu kita bisa menjadi manusia seutuhnya. Dunia ini layaknya tempat transit, jadi jangan menghakimi, ketika tidak tau diam adalah bahasa yang terbaik

Aldebaran Dan Lukanya (completed)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang