Play On Music Seventeen-Jangan Dulu pergi
Sering kali langkah kaki terhenti bukan karena diri yang tak mampu tapi karena perkataan mereka yang menyakiti, butuh ratusan kali untuk seseorang meyakinkan bahwa dirinya bisa tapi hanya butuh satu kali ucapan untuk seseorang hancur, yaitu dari apa kata mereka, Semilir angin, deburan ombak, Pasir yang terbawa angina tapi selalu diam, langit yang tidak bersinar terang , lampu yang bersinar remang remang dan Aldebaran yang terluka, kondisinya sudah lebih membaik, Aldebaran duduk sambil bersila, rambut dan bajunya berkibar kibar hatinya masih saja sesak oleh segala perasaan yang membelenggunya, ia merasa malam ini dunianya sungguh kacau, beberapa hari ini ia menjalani hari dengan penuh kejutan, tapi kejutan itu menghancurkan kepercayaanya di otaknya terus terngiang ngiang pertanyaan "Ia harus hidup seperti apa?"
Sejenak Aldebaran memandangi pergelangan tanganya kemudian detik berikutnya ia tersenyum tipis ketika melihat luka luka sayat yang membekas dan ada banyak sekali luka di tanganya, luka itu adalah saksi dimana ia hancur kemudian ia bangkit, ketika melihat luka itu ia merasa lega setidaknya ia masih hidup, luka itu adalah sumber kekuatanya, setiap kali luka itu bertambah berarti setiap itu juga Aldebaran punya alasan untuk hidup, sejenak ia memejamkan matanya merasakan deburan ombak yang besar namu tenang, cara itu memang tidak baik tapi itulah Aldebaran ia butuh luka yang nyata bukan sekedar luka yang membuat sesak dada, mengingat hal yang terjadi hari ini membuat dirinya tidak habis pikir lagi lagi semua itu hancur lebih dari hancur, ia tidak menyangkap dengan apa yang kedua orang tuanya lakukan.
Wajahnya masih sangat sembab dan begitu pucat, pandanganya terus menelisisk ke depan, sesak sekali hatinya, tangis yang sedari tadi ia keluarkan tidak mampu mengurangi rasa sakit dalam dadanya, ia terdiam dengan tatapan paling nelangsa, kemudian ia tersenyum tipis di barengi dengan tenggorokan yang tercekak, "Kalau pada akhirnya semua orang akan mati kenapa kita harus kerja keras dibumi?," ucap Aldebaran lirih "Tuhan, maaf jika aku sering mengeluh, tapi aku capek, capek sekali," Malam ini ia berdialog dengan sang penciptanya "Kalau ini adalah balasa karena aku telah melakukan banyak salah di bumi aku minta maaf, kalau ini balasan karena aku tidak berbakti pada kedua orang tua ku aku minta maaf," Aldebaran menjeda ucapanya mengurangi rasa sesak yang menyerang dadanya.
"Tapi orang tua ku juga tidak menginginkan kehadiranku bukan? mungkin kalau ini balasan karena aku tidak bisa menjaga adikku, aku juga minta maaf, kalau ini balasan karena ku lebih mencintai ciptaanmu juga aku minta maaf, tapi jujur dari hati yang paling dalam aku mencintai-MU, sangat mencintai-MU Tuhan" Malam ini Aldebaran ini berserah diri kepada penciptanya, menyerahkan segala urusan hidup pada penciptanya "Atur saja bagaimana baiknya," ucap Aldebaran dengan tatapan menengadah ke atas langit. "Karena bagi aku ujianmu kali ini sunggu sangat berat sampai aku terus mengeluh dan memikirkan kalau pulang adalah jalan terbaik,"
"Tuhan," Aldebaran mencengkram butiran pasir begitu erat, dengan mata yang sudah merah menahan tangis yang membelenggunya "ada atau tidak adanya aku nanti, bahagiakan Andin, jaga dia, Karena dia perempuan yang tulus dan memiliki hati yang lapang, bagi aku dia adalah ciptaanmu yang sangat sempurna, aku menyayanginya dan ingin melihatnya bahagia bagaimanapun nanti keadaanya, ketika nanti pada akhirnya aku pergi tanpa mengatakan apapaun, tanpa pamit apapun, katakana pada dia bahwa aku mencintainya, mengenalnya adalah bentuk bahagia paling nyata yang aku rasa,"
"Tapi Tuhan, di balik keinginan itu adalah keinginan lebih besar yang aku ingin, aku ingin hidup bersamanya, menua bersamanya," Kemudian Aldebaran tersenyum tipis "Maaf ya, Maaf Tuhan kalau aku banyak menuntut-Mu,"
Kemudian fikiran Aldebaran melayangkan membayangkan wajah Andin yang begitu manis, Aldebaran tersenyum tipis "Tapi aku senang kok tinggal disini Tuhan, Walaupun sakit tapi ini menyenangkan," Suaranya bergetar "Ternyata engkau masih baik karena menghadirkan Andin di hidupku, disaat hidupku begitu hampa, dingin dan kaku yang hanya mengenal dunia sebagai tempat duka lara tapi ketika bertemu Andin aku bisa menjadi sosok yang hangat dan duniaku penuh canda tawa," Satu tetes air mata membahasinya. "Jadi bagaimanapun keadaanya, jika nanti aku menjadi orang yang menyakitinya paling dalam, aku ingin dia bahagia, dan katakana kepada dia kalau aku menyayangi dia melebihi diriku sendiri"Kemudian ia menghempaskan butiran pasir yang ada dalam genggamanya. "Aku tahu pasti Engkau mendengar doaku, nggak ada yang lain selain aku ingin melihat mereka bahagia Tuhan, Aku udah sesakit ini jadi jangan biarkan orang orang yang aku sayangi tersakiti, termasuk mama dan papa," Tutur Aldebaran dalam dialognya bersama Tuhan, dilautan yang luar ini Aldebaran mengutarakan semua yang mengganjal di hatinya. "Bagaimanapun juga mereka adalah orang tua yang melahirkanku,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aldebaran Dan Lukanya (completed)✅
FanfictionKarena ketika Saya tersenyum setelah itu Dunia saya akan Hancur