Bagian 35-Surat

483 100 11
                                    

Nulis ini di sela sela rapat karena sedikit gabut wkwkwkw maaf kalau nggak nyambung, selamat membaca jangan lupa bahagia.

Sekali lagi bahwa hidup tidak dapat berjalan dengan apa yang kita mau, jadi percayalah apapaun yang terjadi itu adalah kuasa dari Tuhan, segala hal dibumi adalah kuasa dari sang pencipta, dan pada akhirnya yang paling menyakitkan tinggal dibumi adalah ditinggalkan, Dua hari sudah Andin hidup tanpa Aldebaran dan dunia Andin berputar lebih lambat dari biasanya, langkahnya lebih berat dari biasanya dan segala hal yang ia jalani tidak terlihat seperti biasanya, ingatan Aldebaran tiap detiknya selalu mengitari Andin.

Seperti Hari ini Andin berkunjung ke apartemen Aldebaran, semenjak lima menit lalu ia masih berdiri dipintu apartemen itu tanpa berani untuk membukanya, hatinya kelewat takut karena selanjutnya ia pasti tidak kuasa menahan tangis, tangan Andin bergerak menekan pin demi pin sampai pada pin terakhir Andin menghentikannya, kemudian ia menghela nafas panjang, menguatkan dirinya dari belenggu yang begitu menyiksa, dan kemudian ia berani menekan angak terakhir dan terbuka.

Andin kembali menghela nafas kasar, ia berdiri didepan pintu, menelisik ke sekitar, apatemen ini masih sama seperti saat Aldebaran masih hidup, wangi dan rapih, Andin berjalan pelan, tanganya meraba sofa sembari merasakan kelembutannya, Andin memejamkan mata mengingat Andin sering duduk bersama Aldebaran disofa yang saat ini sedang ia pegang, kemudian langkah kakinya berjalan menuju area dapur tempat dimana biasantnya Andin memasak, nyatanya hati Andin sakit, Andin mati matian menahan tangis,sampai ia menyenderkan tanganya pada meja, perasaannya kelewat sakit mengingat semua yang tkini telah menjadi kenangan.

Kemudian Andin mencoba tersenyum tipis, mencoba berdiri tegak, mencoba kuat "Aku kesini Al, Aku kangen," nyatanya setelah kepergian itu rasa rindunya bukan berkurang tapi semakin bertambah, langkah Andin berjalan menuju ruang rahasia Aldebaran atau biasanya Aldebaran gunakan sebagai ruang kerja, Andin membua pintu dan ruangan itu seketika menghadirkan aroma parfum Aldebaran, seketika tenggorokan Andin tercekak, tapi ia mencoba melangkah, kemudian ia menelisik ke segala penjuru, memperhatikan banyak foto yang tertempel dididing, Al tidak suka foto tapi Al suka menyimpan foto orang orang tersayangnya, ruangan itu penuh dengan foto, termasuk foto Andin, dari sekian banyak foto yan tertempel didinding foto Aldebaran bisa dihitung dengan jari, kemudian Andin berjalan menuju meja kerja Aldebaran, kemudian ia duduk dikursi tempat dimana biasanya Aldebaran menghabiskan waktunya.

Andin diam sejenak, ia tidak ingin menangis, ia tidak ingin membuat Aldebaran sedih, kemudian ia mengambil foto yang terpajang di meja foto dirinya dan Aldebararan, Andin mengusapnya dengan lembut "Aku kangen Al, kangen banget," ucap Aldebaran dengan suara bergetar kemudian tanpa ragu Andin mencium foto itu, mencium Aldebaran dengan segala perasaan rindu yang tidak dapat diobati, tapi air mata yang ia tahan mati matian akhirnya tertumpahkan juga, Andin meneteskan air matanya, menangis dalam diam, menangisi seseorang yang kini sudah tidak dapat ia temui, bahkan yang bisa ia temui hanya gundukan tanah. "Al, sayang, Aku hidup tapi sekarat," ucap Andin dengan tangis yang begitu nelangsa.

"Aku pengin nggak nangis tapi aku nggak bisa Al, hati aku terlampau sakit, rela yang selama ini aku ucapkan tidak pernah benar bener rela, tegar yang selama ini aku tunjukan tidak pernah tegar, nyatanya aku hanya perempuan yang rapuh yang gampang hancur, aku sangat rindu Al, ternyata memaksa baik baik aja itu rasanya menyakitkan, nyatanya yang paling menyakitkan dalam hidup itu ditinggalkan," Andin mendekap foto Aldebaran, mendekapnya dengan perasaan rindu yang membuncah.

"Sayang apa kau udah bahagia banget disana? sampai kamu nggak inget sama aku?," tanya Andin

"Aku kelewat kangen Al, kangen wajah jutek kamu, kangen manjanya kamu, kangen semua tentang kamu,"

"Hidup tanpa kamu itu kelewat berat Al, sampai setiap hari yang aku lewati terasa begitu menyedihkan dan hampa,"

Sedikit tangisnya Reda, entah kenapa kini tanganya bergerak membuka sebuah laci-laci yang tertempel di bawah meja, sampai satu ketika ada sebuah kertas yang menarik perhatinya, dengan ragu Andin mengambilnya, dan ada sebuah tulisan yang Andin yakini itu adalah milik Aldebaran, entah kenapa tapi Andin ingin membacanya, Andin mengambil surat itu kemudian secara perlahan membacanya.

Aldebaran Dan Lukanya (completed)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang