Pemuda bersurai raven itu menatap langit malam yang kini di meriahkan oleh berbagai macam bentuk kembang api khas natsumatsuri seperti tahun-tahun sebelumnya. Meski begitu, ia masih menggerutu mengapa dengan bodohnya ia mengiyakan ajakan teman-temannya walau tahu keramaian manusia ini sangat mencekiknya. Belum lagi sekarang dirinya terpisah tanpa ada siapapun yang ia kenal sekarang.
Mendadak, ia mengumpat pada populasi manusia yang terus meningkat setiap tahunnya.
Ia akhirnya berpikir untuk naik ke atas kuil, berharap bahwa orang disana akan lebih sedikit di banding di bawah. Tapi nyatanya, sesaknya sama bahkan lebih parah. Rasanya ia ingin pulang, tapi lebih tidak mungkin karena sekarang festival serasa di datangi oleh satu penduduk ibukota. Ia akan makin sulit menerobos kerumunan.
Dengan harapan tersisa, ia akhirnya melangkah menuju ke sebuah tempat dari belakang kuil. Menembus semak-semak, ia berjalan menuju spot yang ia temukan tadi siang seorang diri untuk melihat hanabi lebih jelas. Tepat ia akan sampai disana, sayup-sayup kedua telinganya menangkap sebuah suara ...
... Perempuan?
Tidak, ini jelas-jelas laki-laki
Bagaimana bisa perpaduan suara yang halus, tinggi, dan cukup lantang ini bisa begitu unik dan menarik?
Tidak mungkin ia tidak penasaran dan terpesona.
Ia mempercepat langkahnya untuk kemudian menemukan sosok pria yang terduduk lemah di sebuah pohon dengan punggung tersandar dan kepala yang terkulai ke samping tampak tak sadarkan diri.
Atau mungkin sedang mencoba mempertahankan kesadaran?
Pria bersurai putih itu tampak pucat dengan seluruh wajah yang hampir tertutup darah. Sepasang manik merah ruby yang terbuka separuh itu menunjukkan manik yang tidak terlalu fokus. Sepasang bibir tipis ranum itu juga terdapat darah di sudut mulut yang dengan lirihnya masih bernyanyi. Tubuhnya yang terbalut oleh pakaian serba putih dan mewah itu penuh dengan bercak darah dan sobek dimana-mana. pemandangan ini jelas mengundang kecurigaan dalam kepalanya.
Apa dia korban tabrak lari atau semacamnya? Batinnya.
Fokusnya segera berpindah pada sebuah tongkat besar yang tergeletak di sisi pria itu. Beberapa ornamen di ujung tongkat tampak retak dan rusak hebat seperti telah terbentur sesuatu dengan sangat keras. Ia tidak ingin berpikiran terlalu jauh, tapi ia masih terlalu waras untuk melihat beberapa cahaya yang berpendar seperti kunang-kunang mengitari pria putih yang masih terkulai lemas namun bibirnya masih bergerak.
Me wo tojitara...
Me wo tojitara...
Kimi no nakigaou
Minogashite shimau...
Kitto me wo tojitara...
Me wo tojitara...
Ashita kara sukoshi...
Sayonara da...
Pemuda bersurai raven itu hanya diam menyimak lagu sembari membalut kaki yang terjulur dengan sobekan kain dan patahan kayu yang menyanggah kaki si surai putih. Tepat ia menjauhkan tangannya, nyanyian merdu itu berhenti. degup jantungnya perlahan berpacu dan spontan menatap pria yang sejak tadi sama sekali tidak bergerak.
Perlahan, tubuh itu bergerak. Namun pandangan matanya sama sekali tidak bergerak. Ia tidak tahu, namun sebuah tangan yang terangkat seakan berusaha mencari dirinya. Ia meraih tangan ringkih dan dingin milik pria putih asing itu.
"Si ... apa?" tanyanya lirih. Matanya masih tak menatap.
"Mau ke rumah sakit? Apa kau tertabrak truk atau semacamnya?" tanya pemuda bersurai raven.
Ekspresi si pria putih yang pucat itu mendadak berubah menjadi terpana dan menggenggam tangan yang ia genggam erat-erat.
"... Namamu ...?"
"Eh? Soraru."
Di saat pria bernama Soraru ini kebingungan, pria putih ini justru langsung melambung tinggi. Sejuta jenis kebahagiaan langsung memenuhi dadanya yang membuatnya hampir menangis. Meski begitu, ia masih sadar kalau lawan bicaranya ini pastilah masih anak-anak. Dari tangan yang ia genggam, mungkin Soraru berusia sekitar 13 atau 14 tahun. Ia mengulum senyum lebar.
"Kalau begitu, Soraru-san? Terima kasih sudah menolongku, tapi harus kukatakan bahwa ini adalah pertemuan yang sangat buruk"
"Apa yang kau bicarakan? Aku telpon ambulance du--"
Tangan yang masih dalam genggaman itu di tarik sehingga Soraru jatuh ke dalam rengkuhan pria asing serba putih yang kini merangkulnya dengan lembut dan hangat. Ia menepuk pundak yang lebih kecil darinya itu sembari tersenyum puas.
"Terima kasih, Soraru-san. Tapi aku tidak bisa membiarkan ini terus terjadi. Jadi, aku akan mengulang pertemuan kita"
Pemuda bersurai raven itu mulai jengah. "Apa yang kau--"
"Ngomong-ngomong ...-"
Pemuda bersurai raven itu hanya menangkap bisik-bisik sebelum matanya tiba-tiba di tutup dan perlahan kehilangan kesadarannya. Sedangkan pria bersurai putih itu dengan jentikan jarinya mengirim pemuda di pangkuannya itu pulang ke rumahnya entah dimana. Ia mengepalkan tangannya, tepat dimana tangan itu sempat berpegangan dan tersenyum cerah.
"Tunggulah sebentar, aku akan datang lagi untuk menyambut pertemuan kita dengan lebih baik, Soraru-san," gumamnya, “dan kali ini ... Aku akan melindungimu dengan benar.”
❇️ Utaite Fanfiction ❇️
After the End
Main Pair
SoraMafu
[ START ]

KAMU SEDANG MEMBACA
After the End || SoraMafu [ END ]
Fantasy❇️ Utaite Fanfiction❇️ Kerajaan telah hancur, perang telah usai. setelah tidak ada lagi yang tersisa, kemana dia harus pergi? Mafumafu, satu-satunya penyihir tingkat 10 di belahan dunia lain diberi kesempatan oleh takdir untuk hidup di dunia yang te...