Sampai di rumah sakit, Soraru dan yang lain menunggu di luar ruang operasi dengan khawatir. 3 jam kemudian, pintu ruang operasi terbuka dan seorang dokter keluar dari sana. “Adakah wali dari pasien?”
Soraru langsung bangkit. “Bagaimana kondisinya!?”
“Dia anak yang beruntung. Tapi, walau lukanya kecil dia kehilangan cukup banyak darah. Selain itu, dia baik-baik saja.”
Shima dan Amatsuki menghela napas lega. Sedangkan Soraru terdiam dengan pikirannya sendiri. Ia kembali mengingat genangan darah dan luka Mafumafu, memikirkan berapa lama Mafumagu terkurung dengan luka parah dan tidak bisa berteriak untuk meminta tolong karena rasa sakit? Soraru mengepalkan kedua tangannya.
“Kapan dia bisa di pindahkan?” Tanya Shima.
“Setelah ini dia bisa langsung di pindahkan.”
Amatsuki mengusap dadanya, sangat bersyukur. “Syukurlah ... Syukurlah ....”
Mafumafu di pindahkan beberapa menit kemudian ke kamar inap diikuti mereka bertiga. Tak lama kemudian, Mafumafu terbangun karena efek bius yang sudah habis dan menatap satu persatu orang yang duduk di sisi ranjangnya.
“Amatsuki-kun, Shima-kun, Soraru-san,” sebut Mafumafu lirih. Amatsuki langsung menyambar tangan kiri Mafumafu, menggenggamnya erat sembari menangis.
“Gomen ... Gomennasai ...! Aku harusnya tidak merahasiakan ini tapi—“
Mafumafu berusaha bangkit dari rebahnya dan memeluk singkat Amatsuki. “Aku mengerti, hari itu aku juga melihatnya saat menyatakan perasaannya pada Kashi-san.”
Amatsuki menatap Mafumafu penuh arti dan sedikit terpana. Mafumafu tersenyum. “Daijoubu, Amatsuki-kun”
Shima mendekat ke sisi ranjang. “Kau melihat wajahnya?”
“Mhm. Aku melihat wajah laki-laki itu”
Soraru yang sejak tadi diam terbelalak. “... Huh?”
Shima dan Amatsuki menatap bingung. “Laki-laki?”
Mafumafu mengangkat kedua tangan. “Akan kujelaskan.”
Tepat jam pulang sekolah, ruang inap Mafumafu langsung di dobrak oleh sekumpulan orang. Yang pertama masuk adalah Luz, disusul Senra, Nqrse, Araki, Eve, dan Sou serta Kashitarou yang berekspresi sama khawatirnya. Amatsuki, Shima, dan Soraru menoleh ke arah keramaian. Mafumafu menyambut semua orang dengan senyum dan melambaikan tangan.
“Minna-san!” Sapa Mafumafu. “Konbanwa!!”
Luz langsung memukul tangan Mafumafu yang tidak terinfus. “Apanya yang konbanwa, huh?! Kenapa kau tidak memanggilku saat kau di serang!!?”
Eve juga tak kalah sengit. “Bocah bodoh ini benar-benar minta di pukul!!”
Mafumafu angkat tangan, menyerah. “Iya, iya, maafkan aku, aku sama sekali tidak kepikiran saat itu.”
Tepat keramaian masih belum berakhir, pintu kembali di dobrak dan tampak Urata yang datang dengan wajah marah sembari mendorong kursi roda sekuat tenaga. Senra, Shima, dan Sakata sangat kaget dengan kedatangan Urata yang tidak terduga.
“Ura-san!?” Pekik Sakata. “Kau harusnya masih istirahat kan!?”
“Diam!!” Sergah Urata. “Biarkan aku mengomeli anak bodoh disana!!”
Mafumafu tak lagi bisa mengatakan apa-apa dan hanya menerima omelan penuh perhatian dari teman-temannya. Soraru yang sejak tadi diam tiba-tiba berdiri dan pergi tanpa mengatakan apapun. Melihat ekspresi guru mereka yang sangat gelap, membuat mereka terdiam dan saling menatap untuk beberapa detik. Mafumafu yang juga terdiam kembali terpana oleh perasaan marah yang begitu kuat persis seperti malam saat kecelakaan bus tempo hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
After the End || SoraMafu [ END ]
Fantasy❇️ Utaite Fanfiction❇️ Kerajaan telah hancur, perang telah usai. setelah tidak ada lagi yang tersisa, kemana dia harus pergi? Mafumafu, satu-satunya penyihir tingkat 10 di belahan dunia lain diberi kesempatan oleh takdir untuk hidup di dunia yang te...