Unitatem (2)

200 37 16
                                    

Menyejajarkan gelas di atas nampan, Mafu dengan hati-hati menuang teh hangat dan menyiapkan kudapan manis. sembari menyiapkan suguhan sederhana itu, ia menajamkan pendengaran dengan sedikit sihir dan mulai menyimak percakapan keluarga kecil di ruang tengah.

"Kau yakin tidak salah duga, Soraru? Anak sebelia itu menderita Marie Antoinette Syndrome?"

"Bukannya dia hanya albino? Alisnya saja putih, kan?"

"Anak itu cukup lama tinggal di tempat yang tak layak. Jadi, yang bisa kulakukan hanyalah tetap membuatnya sehat."

"Ya ampun ... Padahal kau bisa cari orang lain, lho!"

"Apa maksudmu?"

"Anak sebaik itu, kan, gak cocok sama jelmaan Raja Iblis macam kau? Mending sama aku."

" ... Mau kuhajar?"

Mafu mengerjap beberapa kali, bingung harus bereaksi seperti apa. Apalagi sepertinya ia baru saja mendengar beberapa kata yang belum pernah terdengar sebelumnya. Tapi nampaknya keluarga Soraru tidak menolak keberadaannya. Itu amat melegakan. Membawa nampan hati-hati, Mafu melangkah menuju ruang tengah dan menata satu persatu gelas kemudian di akhiri dengan piring-piring kudapan.

Ibu Soraru yang memerhatikan sejak kedatangannya mengangkat tangan dan meletakkan satu tepukan pelan di kepala Mafu. Mafu yang lumayan terkejut akan tindakan sederhana ini menoleh dan mengerjap beberapa kali.

Tangan Ibu Soraru bergerak turun lalu kembali ke atas pucuk kepalanya. Mengusap lembut surai putih perak Mafu dengan tatapan teduh. "Rambutmu cantik sekali, nak."

"Ah ... Em, makasih banyak ... tante," cicit Mafu kaget tiba-tiba mendapat pujian.

"Ekhm, jadi ... Namamu Mafu-kun, benar?" Sapa ayah Soraru. "Aku minta maaf untuk yang sebelumnya, ya."

"Ti-tidak, tidak! Tak apa! Justru saya yang minta maaf karena sudah membuat kalian semua terkejut," kilah Mafu sembari membungkuk kikuk.

"Nah, lebih baik kita lewatkan formalitas dan langsung ke intinya." Saudara Soraru menarik senyum penuh maksud dan bertanya tanpa ragu. "Hubungan kalian sudah sampai 'mana', nih?"

"Eh? Sampai mana-"

Soraru bangkit dari kursinya dan menjitak saudaranya itu sekuat mungkin. "KAU GILA?! APA YANG KAU TANYAKAN KE ANAK SEKOLAH?!"

"Lho?! Itu justru penting, tahu!!" Pekik si saudara sembari mengusap kepalanya.

"Eh? Bukankah dia hanya bertanya tentang kencan?" Tanya Mafu lugas.

Semua orang bersurai gelap disana tertegun dan kompak melakukan gestur yang sama, yaitu menutup separuh wajah dan kedua bahu gemetar karena menahan tawa. Mafu yang masih duduk memeluk nampan mengernyit bingung atas reaksi yang sama sekali tak ia mengerti. Jelas ia bertanya apa ada yang salah? dari raut wajahnya saat ini.

"Hmph- kencan katanya- aduh- wwww ...."

Tertatih menghampiri Mafu, Soraru meraih bahu pemuda itu dan menunjuk dapur. "Bisa kau hangatkan saja stok makanan di kulkas?"

"Hm? Apa sih? Kenapa reaksi kalian begitu?"

Soraru menggeleng, seberusaha mungkin menahan senyum terkembang di wajah. "Gak apa-apa, kok. Sudah sana!"

Walau masih tak rela karena tidak mendapat penjelasan, namun Mafu memilih untuk tidak keras kepala dan menanyakannya nanti setelah makan malam bersama.

After the End  ||  SoraMafu [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang