DUA PULUH SEMBILAN

4.8K 384 9
                                    

"Thankyou bro." Julian mematikan sambungan. Ia kembali melanjutkan langkah, masuk kedalam rumah dengan langkah yang lebih cepat.

Tanganya kembali memainkan ponsel untuk mencari kontak yang tidak pernah Ia hubungi sejak Jeana memberikan padanya dulu. Ternyata kontak itu begitu Ia butuhkan saat ini. Beruntung dulu Ia pernah 'asal minta' kepada Jeana.

"Halo?" Langkah Julian terhenti diruang tengah saat sambungan telpon miliknya telah diterima.

"Halo, siapa ya?" tanya suara yang mengalun lembut disebrang sana.

"Halo, Eyang Sukma? Ini Julian, Kakak Jeana."

"Oh Ian, ada apa cah bagus?" sambut Eyang Sukma dengan suara antusias.

"Begini Eyang, Ian mau tanya. Jean ada bilang mau kesana?"

"Iya cah bagus. Tadi sekitar sepuluh menit yang lalu bilang kalau sudah masuk pesawat." jawaban Eyang mengguyur tubuh Ian. Membanjirinya dengan rasa kelegaan yang luar biasa. Kabar itu seketika menghanyutkan semua rasa cemasnya.

"Nanti Ian nyusul. Tolong titip Jean dulu ya?" pinta Ian usai menguasai dirinya.

"Sedang ada masalah?"

"Ya.. begitulah Eyang." ada rasa sungkan untuk mengakui apa masalah sebenarnya kepada Eyang.

Setelah mengucapkan terimakasih dan kembali meminta tolong untuk menjaga Jeana, Ian berseru memanggil nama Val. Langkahnya terhenti saat menemukan sosok Andra yang sama-sama menghentikan langkahnya saat menemukan Ian sudah berdiri dihadapanya.

"Bang Ian.. sudah menemukan di mana Jeana.. sekarang?" tanya Andra dengan suara terbata.

"Brengsek."

"Abang!" seruan Val berhasil menghentikan niatan Ian yang sudah mengangkat kepalan tangan. Siap melayangkan pukulan pada Andra.

Val melangkah cepat dan berdiri di hadapanya. Menarik kepalan Ian dan mengurainya. Satu tanganya mengusap dadanya lembut. "Ada Gisel. Tahan ya? Abang harus tenang, Oke?"

Ian mendongak, membuang nafas beratnya. "Hai Sayang, gimana di sekolah?" sapa Ian setelah berhasil meredam sedikit kemarahanya.

Gisel tersenyum kecil, sebuah senyum kaku yang baru Ian lihat. "Biasa aja." jawab Gisel dengan suara lesu. Pandanganya mulai memindai sudut rumah. "Mami.. mana?"

Ian melirik Andra yang menunduk dengan lesu. "Mami jenguk Eyang Sukma. Kita kesana yuk?"

"Kok mendadak? Kenapa tadi pagi Mami nggak bilang dulu." tanya Gisel yang terlihat kembali antusias.

"Iya sayang, tadi dedek bayinya kangen Eyang. Makanya buru-buru ke Solo. Kita kesana rame-rame yuk? Jemput Mami."

¤¤¤

Jeana kesulitan memejamkan mata meski sudah berbaring sejak tadi. Rasa lelahnya tidak membiarkan kantuk untuk datang. Alih-alih mengantuk, perasaan Jeana diliputi rasa gugup. Ia juga tidak tahu mengapa harus segugup ini saat tahu mungkin saja Andra dan Bang Ian tengah dalam perjalanan menuju kemari untuk menjemputnya.

"Ayo dong tidur." gumam Jeana merasa sebal. Sejak tadi Ia mencoba untuk memejamkan kedua matanya berharap kantuk segera memeluknya, namun nihil. Kantuk sama sekali tidak menghampirinya.

Dimenit kedua puluh, Jeana menyerah. Ia memilih bangun dan meraih handuk dan bathrobe yang sudah disiapkan oleh Ajeng. Sepertinya mandi adalah pilihan terbaik saat ini. Mungkin setelah mengguyur kepalanya, pikiranya juga ikut jernih.

I Take YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang