TIGA PULUH LIMA

5.8K 395 15
                                    

"Is everything good?" tanya Andra saat melihat Jeana sedikit meringis ketika duduk.

"I am fine. Masih sedikit perih aja dijahitanya." jawab Jeana.

Andra menggigit bibirnya dengan cemas. "Ada.. yang bisa Aku bantu buat mengurangi rasa sakitnya?" Jeana menatap Andra sejenak, Ia tersenyum kecil dan hanya menggeleng pelan sebagai jawaban.

Andra menyunggingkan senyum sendu. Tidak ada. Andra tidak bisa melakukan sesuatu yang mungkin bisa mengurangi rasa sakit Jeana.

"Tentang kesempatan kedua.. yang Aku minta. How about it?" tanya Andra. Kali ini kegugupannya benar-benar melejit tinggi.

Jeana menghela nafas pelan. Dia menyandarkan tubuhnya pelan. "Kesempatan kedua.. " kali ini kepala Jeana mendongak, menatap langit-langit cafe yang terlihat menarik. "Apa yang ingin Kamu kejar dikesempatan kedua itu?"

"Aku ingin memperbaiki segalanya untuk lebih baik lagi." jawab Andra cepat.

"Dan apa itu 'segalanya untuk lebih baik lagi'?" tanya Jeana. Wajahnya terlihat datar.

Andra terdiam saat menemukan wajah datar Jeana. Selama ini Jeana memang sering memasang wajah datar saat marah, tapi wajah datar Jeana kali ini berbeda. Ada sorot kekecewaan yang sangat pekat dikedua manik mata Jeana.

"Sejujurnya.. Aku tidak tahu pasti bagaimana caranya untuk membuat segalanya agar lebih baik." Andra menunduk. "Saat Aku memikirkan untuk lebih baik lagi dalam me-manage waktu kerjaku agar bisa menghabiskan waktu bersama Kamu, Gisel dan baby Aku belum berhasil sampai sekarang. Aku juga memikirkan untuk benar-benar menyelesaikan masalah Aku dengan Hana, tapi Aku juga tidak bisa menjamin kedepanya Hana tidak akan mengganggu Kamu dan keluarga Kita lagi."

Tangan Andra mengusap dahinya pelan. "Aku.. kehilangan kepercayaan diri untuk menjadi suami dan Ayah yang baik, karena terlalu sering mengecewakan kalian. Bahkan di saat seharusnya Aku menjadi seseorang yang bisa diandalkan, yang bisa menjadi pelindung untuk kalian.. Aku tidak ada disana." suara Andra tercekat.

Ingatan Andra melayang saat melihat sorot kecewa Jeana disaat kesehatan wanita itu tengah menurun. Sorot kecewa saat pagi buta menemukan Hana ada di rumah mereka, Andra berhasil menorehkan luka baru untuk Jeana setiap detiknya. Bahkan saat Jeana tengah berjuang untuk melahirkan bayi mereka, Andra masih menjadi sosok Ayah yang sangat payah.

"Maaf Jean, maafkan Aku." Andra menelan ludah dengan berat. "Aku yang masih sepayah ini, tetap memberanikan diri meminta kesempatan kedua sama Kamu. Aku.. tidak tahu harus bagaimana untuk mempertahankan Kamu lagi karena Aku semakin tidak percaya diri saat melihat betapa Kamu.. sebaik itu." Kedua bahu Andra meluruh. Jeana melihat jemari Andra turun dan mengusap kedua matanya pelan.

"Lalu.. Aku harus bagaimana Ndra? Bagaimana cara Aku untuk kembali sama Kamu kalau Kamu saja tidak tahu harus apa?" kedua lengan Jeana menyilang. Tatapanya tampak sendu melihat keadaan Andra.

Keheningan memeluk keduanya secara perlahan. Meninggalkan kebisuan diantara Andra dan Jeana yang masih berdebat dengan ego masing-masing.

"Aku tahu, Aku memang tidak tahu diri karena berharap Kamu masih mau menerimaku- maksud Aku kesempatan sekali lagi untuk mempertahankan keluarga Kita. Tapi Jean-" sepasang mata Andra menatap Jeana lekat. "Aku mohon, Aku akan melakukan apapun, apapun sampai Kamu mau menerima Aku dan Gisel lagi. Aku mohon."

Dengusan Jeana terdengar lirih. "Anyway, Aku nggak pernah menolak Gisel."

Mulut Andra terbuka dan tertutup lagi. Dia kebingungan mencari kata. "Ah ya.. emh maaf."

Pesanan mereka datang, menemani kebisuan yang masih memeluk erat. Sampai pelayan yang mengantarkan beberapa makanan dimeja mereka undur diri, kebisuan diantara Jeana dan Andra masih berlangsung.

I Take YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang