TIGA PULUH DUA

5.8K 410 23
                                    

Sudah satu minggu mereka kembali ke Jakarta. Ian dan Andra terpaksa mengambil penerbangan terakhir karena tidak bisa meninggalkan pekerjaan lebih lama lagi sementara Jeana, Gisel dan Val pulang keesokan paginya dengan kereta sesuai permintaan Gisel.

Sejak malam itu saat mereka berpisah, sejak saat itu pula Jeana tidak lagi melihat Andra. Pertemuan terakhir mereka ketika laki-laki itu berpamitan.

"Aku.. pulang dulu ya?" tanya Andra dengan canggung. "Mungkin saat ini Kamu masih ragu untuk kembali hidup sama Aku. Tapi, Jean-" Andra menarik nafas dalam-dalam sebelum menatap Jeana dengan sungguh-sungguh. "Aku minta kesempatan sekali lagi. Kali ini Aku akan gunakan kesempatan itu sebaik mungkin. Ya?"

Saat itu Jeana hanya diam menatap Andra. Jeana tidak mengucapkan satu kata pun untuknya. Dia hanya menatap kedua mata Andra yang penuh harap dengan keraguan yang masih melingkupinya.

Andra menghela nafas dengan berat. "Take your time. Aku janji nggak akan ganggu Kamu sampai Kamu siap untuk bicara lagi sama Aku." Andra mengulurkan tangan. Mengusap pipi Jeana dengan lembut. "Maaf Jean. Aku minta maaf karena belum bisa jadi suami yang baik untuk Kamu." sekali lagi, Andra menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyum sendu.

Sampai mobil yang membawa Ian dan Andra menghilang ditelan kegelapan, Jeana tidak membalas kalimat Andra. Satu minggu berlalu, dan hubungan mereka tidak ada kemajuan sama sekali. Berjalan ditempat tanpa kepastian yang berarti.

"Mami, Gisel pulang."

Jeana mengerjap saat mendengar suara langkah Gisel yang memecah keheningan rumah. Dia tengah sendirian menikmati waktu santainya siang ini.

"Hai sayang, pulang sama siapa?" tanya Jeana saat menyambut gadis kecilnya yang tampak lelah. Sejak pulang dari Solo, Ia dan Gisel tinggal dirumah Ian. Beberapa hari Val juga ikut menginap disini, dua hari lalu Val harus pulang kerumah karena ada hal yang ingin dibicarakan dengan serius katanya.

"Papi jemput." Jeana memang tidak diizinkan menyetir sendiri untuk antar jemput Gisel dengan. Beberapa hari ini, Ia mengantar Gisel dengan diantar sopir Andra.

"Papi.. mana?" tanya Jeana. Entah mengapa dadanya terasa berdebar saat tahu Andra kemari.

"Langsung pergi setelah Gisel turun. Papi bilang ada urusan lagi setelah ini." Gisel selesai melepas sepatu dan bersiap untuk menaruhnya dirak.

Mendengar kalimat Gisel, ada rasa kecewa saat tahu Andra tidak menyempatkan diri untuk sekedar mampir menemuinya.

¤¤¤

"Andra belum hubungi lo lagi?" tanya Val lewat sambungan telepon. Gadis itu tengah berjuang melawan kemacetan di jam pulang kerja.

Tadi siang Ian memberinya kabar bahwa hari ini adalah jadwal Jeana cek kandungan ke dokter. Sebenarnya Jeana hanya berniat memberi tahu Ian saja. Ia merasa sanggup untuk pergi ke dokter dengan diantar sopir. Tapi Ian melarangnya. Sebagai ganti karena tidak bisa menemani Jeana, Ian meminta tolong kepada Val yang disambut dengan suka cita oleh gadis itu.

"Andra bilang akan memberi gue waktu." tangan Jeana mengusap perut bagian bawahnya.

"Ah, lo masih denial buat kasih Andra kesempatan." Val menyimpulkan. Jeana mendengus saat mendengar kekehan Val disebrang sana.

"Menurut lo gimana Val?" tanya Jeana pelan. Kali ini tangannya merambat mengusap pinggangnya.

"Menurut gue, lo harus ketemu Andra dan bicarain semuanya lagi."

"I did."

Val berdecak sebal. "Come on J, lo hanya membiarkan Andra menjelaskan tanpa memberi Dia keputusan apapun. Mau sampai kapan kalian saling menunggu? Andra menunggu kabar dari lo begitu juga sebaliknya. Lo nungguin kabar dari Andra juga. Gemes sendiri gue lihat hubungan kalian." Val mengomel cukup panjang.

I Take YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang