TUJUH

6.8K 472 10
                                    

Val tersenyum lebar saat menemukan sosok Jeana yang melambaikan tangan sambil membuka kacamata hitamnya. Hari ini Ia meminta Jeana untuk menjemputnya di airport.

Jeana meringis saat melihat tingkah norak Val yang berlari menyongsong dirinya dan memeluknya erat. Seakan mereka tak bertemu sekian tahun. Pada kenyataanya mereka hanya tidak bertemu selama sepuluh hari.

"Norak tau nggak." cibir Jeana kembali memakai kacamata hitam dan membantu menarik koper kecil Val.

Yang dicibir hanya terbahak. Ia mengamati Jeana dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Look at you. Hai 'wanita' cantik." Val sengaja menekan kata wanita, mengingat Jeana sekarang bukan lagi seorang gadis.

"Nyesel gue jemput lo." Val semakin terbahak mendengar kekesalan Jeana.

"Aura orang kebanyakan endrofin beda ya." ledek Val lagi. "Atau kebanyakan orgasme?"

Jeana menghadiahkan pukulan pada bahu Val. Mendorongnya sampai Val hampir menabrak orang yang berlawanan melangkah dengan mereka. "Anak gadis nggak baik bilang-bilang orgasme." sahut Jeana setelah mereka sampai pada mobil yang Jeana gunakan.

"Mana ada, biar apa coba?" Val mengikat rambutnya asal.

Sepasang mata Jeana mengerling jail. "Gawat aja kalo lo pengen." tawanya menyembur saat umpatan dan pukulan Val membanjiri tubuhnya.

"Jadi, gimana calon suami dan anak lo?" Val meneliti Jeana. Lagi. Setelah tawa Jeana reda. "Lo emang udah cocok sih jadi emak, tahun ini 30 kan? Dua bulan yang lalu."

Jeana mendengus sebal. Val sangat tahu cara membungkamnya dengan telak. Umur. Meski wajahnya tak menunjukan angka umurnya, tetap saja untuk seorang perempuan membahas umur dan pernikahan adalah hal sensitif. Mungkin sebelum malam kejadian itu dan pertemuanya dengan Andra, Jeana akan dengan cueknya menanggapi ledekan Val. Entah mengapa, saat ini terasa beda.

"J.. Lo nggak beneran tersinggung kan?" tanya Val saat menemukan Jeana hanya diam.

"Entahlah. Gue merasa hidup gue berubah sangat drastis dalam semalam." Jeana menyalip sebuah mobil. "Sampai hari itu gue nggak pernah kepikirkan untuk berpacaran bahkan menikah, dan dalam semalam, boom gue di ajak menikah dan langsung punya anak. Menurut lo ini bukan hal gila dalam hidup gue?"

Val diam. Ia tahu saat ini Jeana sedang ingin berbicara serius. Pernikahan adalah hal besar. Big deals yang benar-benar membutuhkan banyak pertimbangan. Untuk ukuran perempuan mandiri, Jeana jelas merasa aneh hidupnya akan menjadi tanggungan yang bukan lagi milik Julian. Keluarga satu-satunya.

"Sudah minta jawaban sama Tuhan?"

Jeana terdiam. Mereka memilih berhenti saat menemukan sebuah rest area. Pembicaraan ini sedikit membahyakan untuk dilakukan sambil menyetir. Sekalipun di jalan tol yang lenggang.

"Gue merasa malu mau sholat, Val." Jeana menumpukan kepala.

"Hei, kenapa malu?"

"Gue melakukan hal yang dibenci sama Tuhan dan-"

"Hei, listen." Val menghentikan racauan Jeana. "Tuhan nggak pernah membenci makhluknya. Seharusnya lo lebih mendekatkan diri untuk mohon ampun, bukan menjauh dengan alasan malu."

"Dekati Sang pencipta. Setidaknya lo bisa dapat keyakinan untuk maju atau tidak sama sekali di pernikahan ini."

¤¤¤

Langkah yang sejak awal terasa mantap dan bersemangat seakan menguap saat Andra sampai didepan sebuah studio foto yang ada di lantai 6 di Florida Group Tower. Ia merutuki diri karena terlalu implusif saat mendapat balasan dari Jeana bahwa Ia ada pemotretan untuk majalah Glamour's. Jeana mungkin tahu kalau Andra juga bekerja di gedung yang sama dengan wanita itu melakukan pemotretan karena tak membaca dengan detail kartu nama yang Ia berikan.

I Take YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang