Kedua mata Jeana memejam. Meresapi alunan musik klasik yang Ia putar pelan. Kedua tanganya menyatu di atas pangkuan. Menenangkan detak jantungnya yang berdetak lebih cepat dari biasanya.
Hari ini Dia resmi menjadi istri Andra. Tepatnya tadi pagi pukul 9 saat Andra mengucap ijab didepan Julian sebagai wali Jeana. Dan jantungnya seperti tak mengenal lelah karena sejak tadi pagi-atau tadi malam- berdetak dengan kencang. Jeana merasakan ngilu saat Mama Hesti menjemputnya bersama tante Ratna-adik dari Ayahnya, setelah seluruh tamu undangan berucap 'sah' di akhir Andra mengucap ijab.
"Hei."
Kedua mata Jeana terbuka perlahan saat sebuah tangan menyentuh bahunya yang terbuka. Andra berdiri dibelakangkanya. Menatap Jeana dengan sebuah senyuman yang sangat tampan.
Jeana tidak membalas sapaan Andra. Wanita yang saat ini memakai riasan tebal dengan aneka pernak-pernik pengantin yang menghiasi kepalanya hanya menatap Andra lima detik sebelum kembali memejamkan mata.
"Capek?" tanya Andra yang masih berdiri dibelakang Jeana. Mengusap bahu Jeana dengan lembut.
"Banget. Aku berharap resepsi sore ini seperti yang di rancang, 'sederhana'." Jeana menekan kata 'sederhana', memancing ringisan yang ditampilkan Andra.
Pagi tadi saat akad, yang mana hanya keluarga saja yang diundang tinggalah sebuah rencana. Keluarga besar Andra dan teman-temanya turut hadir di tempat akad. Mau tidak mau Jeana harus beramah-tamah saat tamu-tamu Andra berniat menyapa dan bersalaman dengan mempelai. Yang mana Jeana tahu bahwa teman-teman Andra terlalu penasaran siapa calon istri yang akan Andra nikahi.
"Aku jamin tamu sore ini sesuai dengan undangan yang disebar. Aku udah perketat keamanan di pintu depan."
Menghela nafas pelan, Jeana melepas headset yang dikenakan. "Ayo." ajaknya pada Andra.
"Are you okay?" tanya Andra khawatir saat melihat Jeana memejamkan mata dan mengaduh pelan saat berdiri.
"Ini berat banget, Ndra. Percayalah." desah Jeana. Tanganya mengusap tengkuknya yang terasa sangat pegal. "Leherku rasanya mau patah."
Karena Keluarga Andra berasal dari Solo, mereka sepakat memakai adat Jawa karena Jeana bilang ikut saja bagaimana enaknya. Sekarang Dia menyesalinya. Rambutnya harus di sasak tinggi dan memakai paes serta hiasan kepala yang bergoyang saat Ia menggerakan kepalanya. Jeana salut dengan pengantin Palembang dan Riau yang kuat memakai hiasan kepala seberat 6 kilo itu.
"Nanti Aku pijitin selesai acara. Janji."
"Aku pegang janji Kamu."
Andra terkekeh pelan. Ia menganggukan kepala dan mengeratkan belitan lenganya pada pinggang Jeana. "Apa baby rewel pagi ini? Perut Kamu nggak sesak kan?" bisik Andra yang melihat Jeana sedikit kedinginan saat mereka berjalan menuju ballroom tempat resepsi digelar.
Jeana mengerang sebal. "Percayalah Aku akan meminta kompensasi besar atas apa yang baby lakukan dihari pernikahan ini."
Andra tersenyum lebar. "Aku nggak sabar menantikan kompensasi yang di ajukan."
¤¤¤
Kernyitan halus melukis dahi Jeana saat Ia mendengar keributan yang sangat Ia hafal. Rengekan Gisel. Kedua tanganya masih sibuk mengeringkan rambut saat Ia melangkah keluar dari kamar mandi. Kedua matanya mendapati Gisel yang sedang merajuk, masih mengenakan gaun batik songket yang sangat mewah dengan rambut awut-awutan. Andra berusaha membujuknya namun sepertinya tidak berhasil.
"Berisik." ucap Jeana selesai menjemur handuk yang habis digunakan.
Andra dan Gisel menoleh. Menatap setiap gerakan Jeana. "Gisel mau tidur sama Papi."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Take You
General FictionTake and Give Seharusnya seperti itu juga cara kerja untuk semua hal yang terjadi dalam hidupnya. Tapi Jeana merasa Dia too much to give, dan terdengar terlalu serakah karena Ia menginginkan lebih banyak hal untuk diterima dan dimiliki. Karena sedar...